Ada Sosok-sosok ini Di Balik Pengumpulan Ayat Al Quran

Minggu, 20 Mei 2018 – 12:53 WIB
Satu di antara tulang koleksi Zaid bin Sabit saat mengumpulkan mushaf Quran. Foto: Public Domain

jpnn.com - Zaid bin Sabit diangkat menjadi sekretaris Nabi Muhammad untuk menulis wahyu yang turun. Juga bertugas menulis surat-surat kepada orang Yahudi.

Wenri Wanhar – Jawa Pos National Network

BACA JUGA: BACALAH! Sejarah Penyusunan Al Quran

Abu Bakr Siddik tak serampangan ketika memilih Zaid bin Sabit, setelah berdiskusi panjang lebar dengan Umar bin Khatab tentang perlunya mengumpulkan ayat dan surah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad.

Sebagaimana dirawikan Bukhari, di hadapan Umar Bin Khatab, Abu Bakr berkata kepada Zaid bin Sabit, “engkau masih muda. Cerdas. Dan kami tidak meragukan kau. Engkau penulis wahyu untuk Rasulullah. Jadi sekarang lacaklah Quran itu dan kumpulkan.”

BACA JUGA: Apa Maksudnya Menjadikan Alquran Barbuk Terorisme?

Zaid  pun melacak dan mengumpulkan Quran dan lempengan-lempengan, dari tulang-tulang bahu, kepingan-kepingan pelepah pohon kurman dan dari hafalan orang.

Satu di antara tulang bahu yang dikumpulan Zaid lihat gambar.

BACA JUGA: Alquran Jadi Barbuk Terorisme, Pentolan Gerindra: Pelecehan!

Kemarahan Abdullah bin Mas’ud

Kebijakan Abu Bakr itu ternyata menyinggung Abdullah bin Mas’ud, sahabat Nabi Muhammad yang menjadi satu di antara lakon Perang Badr.

“Saudara-saudara muslimin,” pidato Bin Mas’ud suatu waktu. “Aku tidak diikutsertakan dalam penulisan mushaf-mushaf dan mengangkat orang lain. Sungguh ketika aku sudah masuk Islam, dia masih menjadi biang kafir!”

Yang dimaksud Zaid bin Sabit. Abdullah juga memprovokasi penduduk Iraq untuk tidak membantu pekerjaan Zaid. “Aku mempertahankan mushafku. Barang siapa yang mau mempertahankan mushafnya lakukanlah…”

Di hadapan orang banyak, Abdullah bin Mas’ud menyeru…

“Pertahankanlah mushaf-mushaf kalian. Bagaimana kalian menyuruh aku membaca menurut bacaan Zaid bin Sabit sedang aku sudah belajar kepada Rasulullah sallallahu alaihi wasallam tujuh puluh surah sementara Zaid bin Sabit masih berkepang dua, bermain-main dengan sesama anak-anak.”

“Demi Allah,” Abdullah bersumpah. “Ketika Quran diwahyukan aku tahu kapan dan untuk apa diwahyukan. Tak ada orang yang lebih tahu dari aku tentang kitabullah. Aku bukan orang yang terbaik di antara kamu. Kalau aku mengetahui ada orang yang lebih tahu tentang kitabullah dari aku yang dapat dicapai dengan unta, niscaya kudatangi dia.”

Menurut penelitian Muhammad Husain Haekal, si penulis biografi Nabi Muhammad, Abu Bakr Siddiq, Umar bin Khatab, Usman bin Affan, “memang benar Abdullah bin Mas’ud veteran Badr, sedang Zaid bin Sabit bukan. Benar Abdullah lebih dulu masuk Islam dari pada Zaid. Tapi, Zaid adalah sekretaris Nabi.”

Nama lengkapnya Abu Kharijah Zaid bin Sabit bin adDahhak bin Zaid bin Laudan bin Amr bin Abd Manaf bin Ganam bin Malik bin an-Najjar al-Khazraji.

Hidup sepanjang 611 hingga 655 Masehi.

Ayahnya wafat ketika ia berusia 11 tahun. Sumber lain menyebut 6 tahun. Ibunya Nawar binti Malik bin Muawiyah bin Adi bin Amir bin Ghanm bin Adi dan berasal dari Bani Najjar.

“Ia cerdas dan sangat memahami bahasa asing. Sebuah kisah meriwayatkan, bahasa Yahudi dipelajarinya dalam waktu 17 hari. Keluasan ilmu pengetahuannya, membuat ia dijuluki ulama masyarakat,” tulis Ali As-Sahbuny.

Dikenal juga sebagai ahli ilmu faraid—pembagian harta pusaka.  Hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah dan Ahmad bin Hanbal, rasulullah bersabda, “yang paling ahli dalam ilmu faraid di antara kalian adalah Zaid bin Sabit.”

Sejak muda, Zaid bin Sabit sudah hafal surah yang diturunkan kepada Muhammad ketika berada di Madinah.

Abdullah bin Abbas yang dikenal sebagai bapak para mufasir Al Quran, sering mendatangani rumah Zaid bin Sabit untuk berguru.

“Ilmu itu didatangi, bukan mendatangi,” jawab Ibnu Abbas ketika ditanya orang kenapa ia sering datang ke rumah Zaid, sebagaimana dikisahkan Ali As-Sahbuny.

Hubungan itu hangat. Suatu ketika, Abdullah bin Abbas memegang pelana kuda yang akan dinaiki Zaid. Zaid mencegahnya karena hal itu dipandang terlalu memuliakannya. Ibnu Abbas menjawab, “beginilah caraku memuliakan ulama.”

Kemudian Zaid mengambil tangan Ibnu Abbas dan menciumnya sambil berkata, “beginilah kami disuruh memuliakan keluarga nabi kami.”

Terkait lebih dipilihnya Zaid bin Sabit oleh Abu Bakr untuk mengumpulkan mushaf Quran, Qurtubi berkata, “Zaid lebih menguasai Quran daripada Abdullah, sebab ia sudah menyerapnya semua tatkala Rasulullah masih hidup. Sedang yang dikuasai Abdullah semasa Rasulullah Sallallahu alaihi wasallam baru sekitar tujuh puluh surah. Ia belajar sisanya setelah Rasulullah wafat.”

Dan kemarahan yang dilontarkan Abdullah Mas’ud, justru dianggap sebagian kalangan betapa tepatnya Abu Bakr memilih Zaid.  Mencuplik Abu Darda’, “kami menganggap Abdullah berperasaan halus, tetapi mengapa ia mendamprat orang-orang terkemuka.”

Setelah Nabi wafat, Zaid memegang peranan penting di Madinah. Pernah ia dipercaya mengurus pemerintahan ketika Umar bin Khatab dan Usman bin Affan melaksanakan ibadah haji.

Dia mendampingi Umar ketika menerima penyerahan pintu Yerusalem dan pernah diutus untuk mengurus harta harta rampasan setelah Perang Yamruk.

Dialah yang membuat daftar nama-nama orang yang akan duduk di dewan yang dibentuk Khalifah Umar.

Pada masa pemerintahan Usman bin Affan, ia menjabat Menteri Urusan Keuangan.

Ketika Usman menyunting-seragamkan Quran sebagaimana adanya sekarang ini, mushaf yang dikumpulkan Zaid semasa zaman Abu Bakr-lah yang jadi rujukan utama. (wow/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Polri Dikritik Gara-Gara Jadikan Alquran Barbuk Teroris


Redaktur & Reporter : Wenri

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler