jpnn.com, JAKARTA - Respons Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Suharto terkait adanya intervensi dan cawe-cawe dalam PK yang diajukan terpidana kasus korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) Mardani H Maming dinilai normatif dan tidak kontekstual.
Pasalnya, meski hakim mempunyai kebebasan, bukan berarti bisa menyimpangi hukum.
BACA JUGA: Mardani Maming Keluar dari Lapas, KPK Merespons Begini
“Pernyataan Suharto itu normatif, tetapi tidak kontekstual dengan kasusnya. Hakim itu benar punya kebebasan, tetapi bukan bebas untuk menyimpangi hukum jadi tidak boleh juga seenaknya,” kata pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar, Rabu (28/8).
Fickar mengungkapkapkan majelis hakim tidak dapat memaksakan intervensi apalagi melakukan cawe-cawe dalam pengambilan keputusan soal PK.
BACA JUGA: Mardani Maming Disebut-sebut Plesiran, Kalapas Sukamiskin Angkat Bicara
Fickar pun menyoroti soal kabarnya ketua majelis hakim ngotot ingin hukuman Mardani dikurangi.
“Kan sudah jelas dua hakim agung menolak PK Satu ngotot mengabulkan meskipun yang mengabulkan untuk ketua majelis tetap tidak bisa memaksa hakim-hakim anggotanya,” tegas dia.
BACA JUGA: Dicurigai Terkait PK Mardani Maming, Wakil Ketua MA: Hakim Merdeka dan Mandiri
Dengan demikian, tegas Fickar, PK yang diajukan oleh Mardani sangat jelas harus ditolak oleh Mahkamah Agung.
“Jadi PK itu memang harus ditolak,” tandasnya.
Diketahui, terpidana kasus korupsi Izin Usaha Pertambangan Kabupaten Tanah Bumbu, Mardani H Maming telah mengajukan peninjauan kembali (PK) ke MA.
Mardani mendaftarkan PK secara diam-diam pada 6 Juni 2024.
Diduga Wakil Ketua MA Suharto menjadi pihak yang membantu Mardani agar PK yang diajukan dapat dikabulkan demi meringankan hukuman.
Dalam prosesnya diketahui bahwa Ketua Majelis Sunarto ngotot agar hukuman dari mantan Bendum PBNU itu dapat diturunkan.
Tak hanya itu, dalam informasi yang beredar Mardani disebut-sebut sengaja ajukan PK secara diam-diam lantaran ada maksud untuk memberikan suap.
Namun, sayangnya usaha tersebut terganjal lantaran dua hakim lainya menolak untuk mengabulkan gugatan PK yang diajukan oleh Mardani.
Jaksa KPK Greafik Lioserte beberapa waktu lalu meminta Mahkamah Agung (MA) menolak PK yang diajukan mantan Bendum PBNU dan Ketua DPD PDIP Kalsel itu. Dalam permohonan PK itu, salah satu dalil yang digunakan Mardani adalah kekhilafan majelis hakim terkait putusan kasus korupsi IUP Tanah Bumbu yang merugikan negara Rp104,3 miliar periode 2014-2020.
“Kami berkesimpulan tidak terdapat satu pun alasan yang dijadikan sebuah dasar untuk menyatakan bahwa putusan hakim telah terdapat kekhilafan. Baik putusan majelis di tingkat pertama, banding maupun kasasi,” kata Greafik. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif