jpnn.com, JAKARTA - Koordinator Wilayah Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2I) DKI Jakarta Nur Baitih membandingkan kebijakan dua menteri mengenai penerapan syarat usia.
Menteri Pendidkan dan Kebudayaan (Mendikbud) memperhitungkan usia saat PPDB (pendaftaran peserta didik baru) di mana yang usia calon siswa lebih tua diprioritaskan, ketika pendaftar melebihi kuota jalur zonasi.
BACA JUGA: Demi Honorer K2, Politikus PDIP Bersuara Lantang di Depan MenPAN-RB
Dengan pertimbangan, anak-anak usia tinggi (tua) harus diberikan kesempatan lebih banyak untuk mendapatkan pendidikan gratis di sekolah negeri.
Sedangkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) justru mementingkan usia muda dalam rekrutmen CPNS tanpa melihat latar belakang pelamar.
BACA JUGA: 2021 Banyak PNS Pensiun, Kesempatan Menuntaskan Masalah Honorer K2
Pelamar dari honorer K2 yang usia di bawah 35 tahun diberikan kesempatan ikut tes CPNS.
Sedangkan usia di atas 35 tahun malah tidak diizinkan ikut tes meski sudah puluhan tahun mengabdi.
BACA JUGA: Bendera PDIP Dibakar, Kalimat Ruhut Sitompul Ditujukan ke Pimpinan Aksi
"Andai MenPAN-RB meniru Mendikbud, masalah honorer pasti tuntas. Mau masuk sekolah saja yang dilihat zonasi berdasarkan usia. Kenapa honorer untuk menjadi PNS dibatasi oleh usia," kata Nur Baitih kepada JPNN.com, Jumat (26/6).
Harusnya, lanjut Nur, sapaan Nurbaitih, MenPAN-RB Tjahjo Kumolo juga membuat regulasi guru honorer yang bisa diangkat jadi PNS berdasarkan zonasi tempat tinggal dan usia.
"Itu contoh real loh. Kalau siswa tua masuk sekolah banyak tanda tanya. Ada apakah? Apa karena ketinggalan kelas atau alasan lainnya," ucapnya.
Sebaliknya, kata Nur, untuk guru honorer usia tua sudah pasti banyak pengalamannya karena lamanya masa pengabdian.
"Ini malah dibilang honorer tua tidak kompeten. Enggak kompak nih menteri-menterinya Pak Jokowi," tandas guru honorer K2 ini. (esy/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad