jpnn.com, JAKARTA - Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan (PPK) Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Irini Dewi Wanti mengatakan Apresiasi Desa Budaya (ADB) wujud pengakuan dan penghargaan atas pencapaian desa dan masyarakat dalam menegaskan dirinya sebagai Desa Budaya.
Sebanyak 315 desa di seluruh wilayah Indonesia telah diberikan pendampingan oleh Direktorat PPK Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek sepanjang 2022 melalui Program Pemajuan Kebudayaan Desa.
BACA JUGA: ADB 2023, Apresiasi untuk Kemajuan Kebudayaan Desa
"Program tersebut dilaksanakan melalui tiga tahapan yaitu temu-kenali, pengembangan, dan pemanfaatan kebudayaan," kata Irini Dewi Wanti dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Sabtu (23/12).
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menganugerahkan lima desa dalam Penghargaan Desa Budaya 2023 di Desa Pringgasela, Lombok Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).
BACA JUGA: Kemendikbudristek Gelar Festival Dongdala Budaya Desa
Pada tahun ini, desa-desa yang menerima Penghargaan Desa Budaya 2023 yaitu Desa Denai Lama, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara; Desa Danau Lamo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi; Desa Pule, Kabupaten Madiun, Jawa Timur; Desa Klungkung, Kabupaten Jember, Jawa Timur; dan Desa Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat.
Adapun penilaian terhadap ADB melibatkan kalangan akademisi, budayawan, pemerhati dan praktisi serta unsur pemegang kebijakan. Mereka adalah Staf Ahli Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Bito Wikantosa; Perwakilan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Melani Budianta; Pendiri Caventer, Fitri Utami Ningrum; Pegiat Kampung Cepluk, Redy Eko Prastyo; dan Kontributor Harian Kompas, Aloysius Budi Kurniawan.
Profil 5 Desa Peraih Apresiasi Desa Budaya 2023 Adapun hasil penilaian desa-desa yang menerima Penghargaan Desa Budaya pada 2023 yakni sebagai berikut:
1. Desa Bayan, Nusa Tenggara Barat
Desa Bayan mengakui hukum adat sebagai fondasi kebudayaannya.
Dengan menyatukan tradisi adat dan pemerintahan desa, Desa Bayan membangun kontrol masyarakat atas sumber daya alam yang subur, vital untuk kehidupan sehari-hari, dan menjaga keberlanjutannya.
Terletak di lereng utara Gunung Rinjani, Desa Bayan memiliki luas 2.600 hektare, dengan pemukiman, sawah terasering padi bulu, dan hutan adat seluas 82 hektare, dialiri oleh 37 mata air yang menjadi sumber air minum dan irigasi.
Hutan adat ini terbagi menjadi empat kawasan yang diatur oleh hukum adat dengan sanksi mulai dari awig-awig ringan hingga berat, termasuk pengucilan.
2. Desa Denai Lama, Sumatra Utara
Denai Lama, bagian dari wilayah kekuasaan Panglima Denai dalam Kesultanan Serdang, merupakan pusat perdagangan rempah Selat Malaka di masa lalu.
Berlokasi di Denai Kuala, desa tertua, wilayah seluas 276.000 hektar ini adalah tempat bertemunya berbagai etnis, seperti Melayu, Jawa, Tionghoa, dan Batak. Salah satu peristiwa budayanya, Festival Selayar Denai, menggambarkan semangat keberagaman etnis dan jejak "pelayaran lama."
Desa Denai Lama, yang terletak di Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, dikelilingi oleh perasawahan dan perkebunan.
Didominasi oleh petani dan buruh, desa ini menjadi tujuan wisata pada setiap akhir pekan, saat warga dari kota-kota sekitar datang untuk menikmati keberagaman etnis, agrowisata Paloh Naga, Sanggar Lingkaran, Pasar Kamu Kawan Lama, dan Pasar Selayar Denai. Dikenal juga sebagai Kampung Lama, Desa Denai Lama aktif dalam pemberdayaan masyarakat.
Dengan mengelompokkan anak-anak sebagai "Hulu," poros muda sebagai "Batang," dan orang tua sebagai "Hilir," desa ini mendorong keberlanjutan melalui pengembangan varietas tumbuhan pangan lokal, tanaman obat tradisional (toga), dan rempah-rempah.
Dalam tiga tahun terakhir, Desa Denai Lama telah mempromosikan kerja sama dan membangkitkan budaya Melayu Pesisir dengan melibatkan Perguruan Tinggi serta desa-desa sekitarnya, termasuk hasil pemekaran seperti Desa Denai Sarang Burung, Denai Kuala, dan Desa Binjai.
3. Desa Danau Lamo, Jambi
Desa Danau Lamo terletak di Cagar Budaya Nasional Candi (KCBN) Muaro Jambi, yang mencakup area seluas 3.981 hektar, delapan kali lipat luas Candi Borobudur.
KCBN Muaro Jambi, di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Tanjung Muaro Jambi, menggambarkan peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu dari abad ke-7 hingga ke-12 Masehi.
Candi Muaro Jambi di dalamnya diakui sebagai universitas filsafat dan agama Buddha tertua dan terluas di Asia Tenggara.
Meski terdapat 82 bangunan bata, belum semuanya dapat dipugar. Beberapa candi yang telah dipugar antara lain Candi Gumpung, Kedaton, Kota Mahligai, Astono, Kembar Batu, Gedong Satu, Gedong Dua, dan Telago Rajo. Desa Danau Lamo, bersama Desa Baru, Desa Kemingking Luar, dan Desa Muara Jambi, menjadi penjaga KCBN Muaro Jambi.
Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah Jambi memfasilitasi kesepakatan antara kepala desa dan lembaga adat untuk melestarikan nilai budaya, tradisi, kearifan lokal, dan adat istiadat di wilayah KCBN Muaro Jambi.
Gotong royong menjadi kunci utama dalam menjaga kelestarian KCBN Muaro Jambi. Desa Danau Lamo, melalui program pemajuan kebudayaan Ditjen Kebudayaan Kemendikbud Ristek, aktif dalam melestarikan seni dan budaya yang terancam punah.
4. Desa Klungkung
Desa Klungkung juga merupakan bagian dari wilayah perkebunan kopi kolonial sejak akhir abad ke-19, memiliki potensi pariwisata.
Meskipun namanya berasal dari mitos tentang Majapahit, desa ini memiliki banyak potensi yang patut dikembangkan. Program pemajuan kebudayaan desa pada 2021 menunjukkan bahwa desa ini memiliki kedisiplinan dan kegotongroyongan yang kuat, meskipun lebih dari sepuluh warganya wafat akibat pandemi Covid-19. Warga desa Klungkung berhasil menampilkan sejumlah atraksi dan produk karya pangan, terutama kopi dan tape madu, dalam sebuah festival di akhir tahun. Sehari-harinya, warga desa menjaga warisan budayanya melalui seni Drumblek, Saman Namli, dan Macopat.
Dusun Mujan, yang artinya "Pemujaan," menjadi tempat upacara pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai bentuk syukur. Desa Klungkung juga memiliki berbagai kegiatan budaya, termasuk Ritus Sandorellang yang diadakan setiap tahun, dan beberapa kesenian Pencak Silat seperti Mawar Tunggal, Putra Pemuda, dan Sinar Putra.
5. Desa Pule, Jawa Timur
Terlerak di ujung barat laut Kabupaten Madiun, Jawa Timur, berbatasan dengan Kabupaten Ngawi dan Kabupaten Magetan, terletak sebuah desa kecil bernama Pule.
Desa ini terdiri dari 1 dusun dengan 2 RW dan 5 RT, meliputi luas 76,1 hektare, dan dihuni oleh 742 jiwa dari 285 kepala keluarga.
Mayoritas penduduk desa ini mencari nafkah sebagai petani. Meskipun desa-desa lain mulai mengembangkan potensi alamnya untuk wisata, Pule tampaknya kesulitan menawarkan sesuatu, mengingat kontur alam datar dan sempitnya. Pada 2021, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek mengajak desa-desa untuk bergabung dalam Program Pemajuan Kebudayaan. Inisiatif ini memunculkan ide untuk menciptakan sesuatu di Desa Pule, khususnya dengan menggali potensi budaya setempat.
Ide tersebut diwujudkan dengan mengubah sebagian tanah bengkok kepala desa menjadi Taman Pule. Taman ini menjadi pusat kegiatan bagi warga Desa Pule, termasuk festival budaya, parade tari, pemutaran dongeng anak-anak, dan lainnya. Di Taman Pule, dibangun Sanggar Tari Pule, Perpustakaan Flamboyan Pule, tempat pertunjukan, kafe, dan kolam renang anak-anak. Tempat ini menjadi destinasi harian bagi anak-anak sekolah dan pengunjung dari dalam maupun luar daerah.
Selain membangun Taman Pule, warga juga menghidupkan kembali berbagai tradisi budaya mereka. Labuhan, yang awalnya menjadi ritus tahunan menjelang musim penghujan, diubah menjadi Festival Rendengan. Tradisi turun-temurun yang sudah kurang diminati oleh generasi muda dihadirkan dalam kemasan baru yang menarik. Festival ini berhasil menarik pengunjung dari desa-desa sekitar dan bahkan dari luar Kabupaten Madiun.(mcr10/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul