jpnn.com, JAKARTA - Pergerakan Advokat Nusantara (PEREKAT NUSANTARA) mengutuk keras tindakan biadab berupa pengeroyokan oleh sekelompok orang kepada Ade Armando saat aksi demo mahasiswa di depan Gedung DPR, Senin (11/4).
“Ade Armando dikeroyok saat aksi demo mahasiswa. Tindakan tersebut menghancurkan demokrasi itu sendiri,” tegas Koordinator Perekat Nusantara Petrus Selestinus saat berbicara dalam Program "Bedah Kasus" yang dimuat di RKN Media seperrti dilihat pada Kamis (14/4).
BACA JUGA: Pengacara Ade Armando Singgung Mak-Mak Provokator, Siapa Dia?
Menurut Petrus, Perekat Nusantara meminta Polri untuk segera menangkap pelaku tindakan biadab yang bukan saja telah menganiaya Ade Armando, akan tetapi juga telah merusak nilai-nilai demokrasi dan HAM.
Perekat Nusantara mendorong Polri agar meminta pertanggungjawaban pidana terhadap pimpinan dan penanggung jawab aksi unjuk rasa BEM SI.
BACA JUGA: Kuasa Hukum Menilai Tersangka Pengeroyokan Ade Armando Bisa Bertambah
Sebab, aksi unjuk rasa yang terjadi pada 11 April 2022 terbukti menyertakan kelompok lain di luar mahasiswa (preman) yang dilabeli dengan jaket mahasiswa.
Petrus juga mengatakan DPR dan Pemerintah harus menegakkan hukum. Tidak ada cara lain dan segera merevisi UU Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
BACA JUGA: Kuasa Hukum Ungkap Kondisi Terkini Ade Armando, Ada Pendarahan Â
“Sebab, UU dimaksud sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat saat ini,” kata Petrus.
Menurut Petrus, UU Nomor 9 Tahun 1998 dibentuk pada awal reformasi di mana masyarakat Indonesia pada saat itu masih berada dalam masa transisi dari era pemerintahan yang represif menuju era yang lebih demokratis.
Namun, akhir-akhir demokrasi kita mengalami kemerosotan akibat menguatnya politik identitas yang mengarah kepada sikap anti-demokrasi itu sendiri.
Menurut Petrus, Polri harus segera tangkap seluruh pelaku pengeroyokan Ade Armando termasuk yang masih buron hingga saat ini.
“Polri harus mengungkap siapa aktor intelektual dan penyandang dana yang menggerakkan ribuan peserta aksi unjuk rasa dengan menyertakan preman bertato dan kelompok massa lain di luar BEM SI yang diberi atribut jaket mahasiswa,” ujar Petrus.
Petrus menilai aksi unjuk rasa BEM SI akhir-akhir ini sudah tidak murni sebagai bentuk kepedulian dan pengabdian terhadap masyarakat sesuai dengan prinsip Tridharma Perguruan Tinggi, melainkan ada kecenderungan ditunggangi oleh kepentingan politik yang anti-demokrasi, hukum dan pemerintahan yang sah.
Sebagai negara Hukum yang demokratis, maka DPR RI dan Pemerintah perlu segera merevisi UU No. 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum, perlu dibatasi penggunaan kekuatan massa antarkota dan pulau, demi melindungi HAM rakyat banyak dan keselamatan aparat kepolisian di lapangan.
“Apa yang terjadi pada saat aksi 11 April bukan unjuk rasa untuk menyampaikan pendapat di muka umum, melainkan aksi anarkistis, pamer kekuatan destruktif, teroris dan mencederai demokrasi dengan cara melanggar hukum,” kata Petrus.
Polri harus berani melakukan tindakan tegas, meski tidak populer. “Tangkap pelakunya, penanggung jawab aksi demo dan penyandang dana demo demi tegaknya hukum dan rasa nyaman bagi seluruh rakyat Indonesia dan anggota kepolisian di lapangan,” ujar Petrus.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari