jpnn.com, JAKARTA - Mantan aktivis mahasiswa 1998 yang kini politikus PDI Perjuangan Adian Napitupulu membantah pernah meminta jatah komisaris kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir.
Adian menyatakan bahwa yang meminta nama-nama untuk bisa ditempatkan di pemerintahan dari kalangan aktivis 98, baik itu komisaris, duta besar, menteri, adalah Presiden Jokowi.
BACA JUGA: Adian Napitupulu Tuding Erick Thohir Membalik Cerita Soal Usulan Komisaris
Hal ini dikatakan anggota Komisi VII DPR itu dalam "Bincang Santai Dengan Adian Napitupulu" yang disiarkan langsung di YouTube, Kamis (23/7), untuk menjawab pemberitaan yang menyebut dirinya meminta jatah komisaris.
"Kalau dikatakan saya meminta jatah komisaris, buktinya apa? Saya tidak pernah berkomunikasi dengan Erick Thohir," kata Adian.
BACA JUGA: Erick Thohir: Hanya 10% Masih Bertahan, Sisanya Berat
Ia menegaskan pasca-Pilpres 2019 tidak pernah lagi bertemu, komunikasi via WhatsApp maupun telepon, dan sarana lainnya, dengan Erick Thohir.
"Kalau waktu pilpres wajar ya karena sama-sama di tim kampanye. Saya di tim kampanye juga," kata Adian.
BACA JUGA: Mulut Judika Mengeluarkan Darah Kental Setiap Pagi
Dia pun menceritakan dulu pernah terjadi tiga pertemuan antara aktivis 98 dengan Jokowi.
Adian memastikan dalam pertemuan itu tidak sendirian, tetapi dihadiri banyak aktivis dan dilakukan secara terbuka.
"Kita (mantan aktivis 98) bicara sama-sama, mendengarkan sama-sama. Kalau dibilang saya minta jatah komisaris, kayaknya tidak benar. Yang ada adalah presiden minta nama-nama dari kita," ungkapnya.
Adian lantas menampilkan foto dan video tiga pertemuan tersebut.
Pertama, pertemuan aktivis 98 dengan Jokowi di Istana Kepresidenan 26 Juni 2018.
Kedua, 7 Juli 2018 dalam acara Rembuk Nasional Aktivis 98 di Kemayoran, Jakarta.
Ketiga, halal bihalal aktivis 98 dengan Jokowi pada 16 Juni 2019 di sebuah hotel di Jakarta.
Adian menjelaskan yang diminta aktivis 98 kepada Jokowi dalam pertemuan itu ialah pertama agar pelanggaran HAM kasus Semanggi, Trisakti, dan Gejayan Yogyakarta, diselesaikan secara hukum dan adil.
Kedua, negara memberikan gelar pahlawan kepada para pejuang reformasi yang gugur 1998.
Ketiga, negara memberikan rumah kepada keluarga mahasiswa yang menjadi korban reformasi 1998.
Adian mengatakan para aktivis 1998 kemudian bertanya kepada Jokowi bila menang pilpres.
"Berikutnya aktivis 1998 bertanya kepada Jokowi jika menang akan ada banyak tantangan ke depan. Apa yang bisa kami bantu?" kata Adian.
Dia menjelaskan dalam pertemuan itu, Jokowi menjawab bahwa aktivis 98 bisa membantu dengan terkibat aktif dalam pemerintahan antara lain bisa menjadi menteri, duta besar, direksi atau komisaris.
"Lalu Jokowi minta agar namanya disusun dan diserahkan ke dirinya dan mensesneg," ungkap Adian.
Bincang-bincang itu juga memutar pidato Jokowi 16 Juni 2019. Menurut Adian, ini merupakan pidato terbuka Jokowi di hadapan kurang lebih 1000 aktivis 1998.
Saat itu, kata dia, Jokowi bicara tentang kesempatan aktivis 98 menjadi menteri, komisaris atau direksi BUMN, duta besar.
"Artinya bahwa ini yang terbuka yang disampaikan oleh presiden saat itu. Ini di hadapan sekitar 1000-an orang teman-teman aktivis 98. Ini salah satu yang menjelaskan kita tidak (aktivis) minta, kita ditawarkan, kita diminta. Kalau mau serahkan nama-namanya. Kepada siapa namanya diserahkan, ke mensesneg," kata dia.
Nah, kata Adian, apa yang disampaikan dalam pemberitaan kemarin bertentangan dengan faktanya.
Adian menjelaskan dari pertemuan terakhir aktivis 98 dengan Jokowi pada 16 Juni 2019, dia hanya bertemu dengan mantan wali kota Solo itu untuk acara terkait pelantikan pada Oktober 2020.
Namun, kata Adian, tiba-tiba pada 30 Oktober dia mendapat WhatsApp dari Istana yang isinya meminta nama nama.
"Lalu saya tanya nama-nama untuk apa saja? Long list. Yang kita harus garisbawahi itu adalah long list, semua nama, bisa untuk komisaris, bisa untuk dubes. Dan mungkin dua tiga hari setelah WhatsApp-an itu saya antar. Itulah kronologisnya sesungguhnya," kata dia.
"Saya tidak mau kemudian dibalik seolah-olah kita yang minta, kita yang bawa-bawa map seperti orang melamar pekerjaan. Tidak seperti itu," ungkap Adian. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy