jpnn.com, JAKARTA - Politikus PDI Perjuangan Adian Yunus Yusak Napitupulu terlahir dari ibu asal Cirebon yang menikah dengan pria berdarah Batak. Profesi ayah Adian sebagai jaksa membawanya hidup berpindah-pindah tempat.
Mereka akhirnya menetap di DKI Jakarta, setelah ayahnya terakhir bertugas di Kejaksaan Aging dipanggil Yang Mahakuasa. Saat itu Adian masih kecil, berusia sepuluh tahun.
BACA JUGA: Adian Napitupulu Pengin Punya 200 Kamar
"Bapak saya Batak, ibu saya Cirebon. Ibu saya rumah tangga, bapak saya jaksa. Terakhir itu bertugas di Kejaksaan Agung. Guru politik saya itu kehidupan, tetapi dari kecil saya suka menguping pembicaraan bapak dengan teman-temannya," ujar Adian saat berbagi pengalaman pada program Ngomongin Politik (Ngompol) yang tayang di JPNN.com, beberapa waktu lalu.
Anggota Komisi I DPR ini mengaku sejak kelas III SD sudah mulai menguping pembicaraan ayahnya. Politikus kelahiran Manado, 9 Januari 1971 itu mencuri dengar pembicaraan-pembicaraan ayahnya terkait kondisi yang ada.
BACA JUGA: Adian Napitupulu Beber Persoalan Terbesar dalam Hidupnya
Pembicaraan-pembicaraan itu sangat melekat dalam diri Adian sehingga membuatnya gampang tergugah. Adian masih ingat saat duduk di bangku SMA, melihat peristiwa kecelakaan.
Adian secara spontan berupaya menolong seorang ibu, tetapi nasib berkata lain. Ibu itu mengembuskan nafas terakhir saat Adian bersama suami ibu itu membawanya ke rumah sakit.
BACA JUGA: Adian Napitupulu: Mereka Bercerita Sambil Menangis
"Dari hal-hal yang ada, dari sering menguping pembicaraan ayah, kemudian kuliah bertemu teman-teman aktivis lain dan melihat situasi masyarakat, saya semakin tertarik," ucapnya.
Aktivis 1998 ini berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI). Kampusnya berada di Bilangan Salemba, tidak jauh dari Kantor DPP PDI, yang terletak di Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat. Kantor DPP PDI ketika itu menjadi simbol perlawanan terhadap Orde Baru.
"Sebelum peristiwa 27 Juli 1996, kami sering nongkrong di situ (kantor DPP PDI), mendengar mimbar bebas. Jadi, sudah ada keingintahuan, ditambah menemukan banyak jawaban dari mimbar bebas dan diskusi yang ada, ya semakin tertarik," katanya.
Sejak masuk kuliah, Adian mulai aktif di pergerakan. Tercatat pada 1992, ia menggerakkan buruh di sebuah perusahaan pengolahan kayu di Jakarta Utara untuk berunjuk rasa.
Mereka menuntut keadilan setelah salah seorang buruh kehilangan dua jari akibat kecelakaan kerja. Adian juga mulai aktif berunjuk rasa menentang Orde Baru.
"Sampai 1998 ibu tidak tahu (sering berdemo menentang pemerintah). Saya ditangkap dua kali dia enggak tahu. Trauma politik 1965, membuat orang takut menjadi aktivis ketika itu," kata Adian.
Pentolan aktivis 1998 itu sendiri mengaku takut menjadi aktivis. Namun, nurani mendorong Adian untuk terus berbuat, meski beberapa kali ditangkap dan dicari-cari aparat ketika itu.(gir/jpnn)
2 Kali Ditangkap Ibu Adian Napitupulu Nggak Tahu:
Redaktur & Reporter : Ken Girsang