Adian: Semoga Para Menteri Tak Beri Data Salah ke Presiden Terkait Pakaian Bekas

Sabtu, 18 Maret 2023 – 13:38 WIB
Dokumentasi - Adian Napitupulu berharap semoga para menteri tak memberi data yang salah ke Presiden Jokowi terkait dampak pakaian bekas terhadap UMKM. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Sekretaris Jenderal Persatuan Nasional (Pena) Aktivis 98 Adian Napitupulu berharap para menteri tak memberi data yang salah ke Presiden Joko Widodo terkait dampak pakaian bekas impor terhadap usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

"Semoga para menteri tidak memberi data dan cerita yang tidak benar pada presiden terkait dampak pakaian bekas impor terhadap UMKM dan dampak pakaian baru impor dari Negara Tiongkok," ujar Adian dalam keterangannya, Sabtu (18/3).

BACA JUGA: Sukarelawan Sandiaga Uno Beri Pelatihan Kosmetik Bagi Emak-emak di Sukabumi

Politikus PDI Perjuangan ini mengawali pemaparannya dengan terlebih dahulu menyatakan secara jujur dirinya merupakan salah satu penggemar barang bekas.

Bahkan, tidak hanya pakaian bekas, tetapi juga bahan bangunan bekas, furniture bekas hingga marmer, tegel bahkan genteng bekas.

BACA JUGA: Dorong UMKM Naik Kelas, Begini Strategi yang Dilakukan Bea Cukai

Dia mengaku membangun desa wisata dan rumah berlantai marmer, pagar stainless, besi WF dari bekas bongkaran rumah dan gudang.

"Bagi saya membeli bahan bangunan bekas bagian dari komitmen menyelamatkan bumi dengan mengurangi sekian meter pemotongan gunung marmer dan mengurangi penebangan pohon untuk furniture," ucapnya.

BACA JUGA: Bea Cukai Soekarno-Hatta Musnahkan Banyak Barang Hasil Penindakan, Nilainya Fantastis!

Adian menyatakan sering bergerilya mencari pakaian bekas, khususnya jaket kulit.

Hal tersebut menurutnya menjadi hiburan tersendiri, bahkan menganggapnya sebagai wisata yang menyegarkan.

Karena menemukan banyak model unik yang tidak di dapat di mall, pasar bahkan Tanah Abang sebagai pasar pakaian terbesar di Asia Tenggara.

"Kalau dikatakan bahwa pakaian thrifting itu membunuh UMKM, maka izin saya mau bertanya, data apa yang digunakan para menteri itu?" katanya.

Adian lebih lanjut memaparkan data dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia.

Disebut, impor pakaian jadi dari negara Tiongkok menguasai 80 persen pasar di Indonesia.

Impor pakaian jadi dari Tiongkok pada 2019 mencapai 64.660 ton, sementara menurut data BPS pakaian bekas impor di tahun yang sama hanya 417 ton atau tidak sampai 0,6 persen dari impor pakaian jadi dari Tiongkok.

Kemudian, impor pakaian jadi dari Tiongkok sebesar 51.790 ton di tahun 2020, sementara pakaian bekas impor hanya 66 ton atau 0,13 persen dari impor pakaian dari Tiongkok tersebut.

Impor pakaian jadi dari Tiongkok mencapai 57.110 ton pada 2021, sementara impor pakaian bekas hanya 8 ton atau 0,01 persen dari impor pakaian jadi dari Tiongkok.

Ketika impor pakaian Jadi dari Negara Tiongkok mencapai 80 persen, impor dari Bangladesh, India, Vietnam dan beberapa negara lain sekitar 15 persen.

"Maka, sisa ruang pasar bagi produk dalam negeri cuma tersisa maksimal 5 persen, itu pun sudah diperebutkan antara perusahaan besar seperti Sritex, ribuan UMKM dan pakaian bekas impor," katanya.

Adian juga mengatakan dari 417 ton impor pakaian bekas, tidak semuanya bisa di jual ke konsumen, karena ada yang tidak layak jual.

Rata rata yang bisa terjual hanya sekitar 25 persen hingga 30 persen saja atau sekitar 100 ton saja.

"Jika dikatakan pakaian bekas impor tidak membayar pajak, maka itu juga bisa diperdebatkan."

"Karena data yang saya sampaikan di atas adalah data BPS yang tentunya juga harus tercatat juga di bea cukai," katanya.

Adian lantas bertanya siapa sebenarnya yang membunuh UMKM, jika memperhatikan data-data yang dipaparkan.

"Mungkin urut urutannya seperti ini, UMKM 80 persen dibunuh pakaian jadi impor dari Tiongkok, sementara pakaian jadi impor Tiongkok saat ini tidak dibunuh, tetapi sedang digerogoti oleh pakaian bekas impor."

"Jadi, siapa sesungguhnya yang dibela oleh Mendag dan Menkop UMKM? Industri pakaian jadi di negara Tiongkok atau UMKM Indonesia? Ayo sama sama jujur," katanya.

Adia menyatakan kehereanannya melihat para menteri dimaksud terkesan berlomba mengejar, membakar dan menuduh pakaian bekas menjadi tersangka tunggal pelaku pembunuhan UMKM.

Dia juga merasa heran, kenapa para menteri tidak berupaya mengevaluasi peraturan dan jajarannya untuk memberi ruang hidup lebih besar, melatih cara produksi, cara marketing bahkan kalau perlu membantu para UMKM itu menerobos pasar luar negeri.

"Sekali lagi, mencari kambing hitam memang jauh lebih mudah dari memperbaiki diri."

Menurut Adian, dari data yang dipaparkan dirinya tidak menemukan argumentasi rasional upaya pemburuan pelaku thrifting selain dari permintaan para importir pakaian jadi yang menguasai 80 persen pasar Indonesia.

"Jadi, jangan jangan perintah bumi hangus pakaian bekas ini permintaan istri pejabat yang tidak rela ada tukang ojek online yang memakai sepatu merk Bally dan mbak pedagang sayur yang pakai jaket Balenciaga?" katanya.

"Mungkin bisa juga anak para pejabat penggemar Rubicon protes keras ketika montir bengkel tempat Rubicon ganti oli ternyata pakai kaus branded."

"Semoga nanti tidak ada kasus orang miskin dipukuli karena pakai baju branded yang dia beli di Gede Bage atau Pasar Senen yang kebetulan sama warna, merek dan motif dengan baju branded anak pejabat pemilik Rubicon itu."

"Konon, anak pejabat kaya sering tersinggung berat kalau mendapat saingan. Karena itu, semoga para menteri tidak memberi data dan cerita yang tidak benar pada presiden, terkait dampak pakaian bekas impor terhadap UMKM dan dampak pakaian baru impor dari Negara Tiongkok," kata Adian. (gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Begini Cara BRI Antarkan UMKM Indonesia ke New York (NY) NOW 2023


Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler