Adu Mulut Gubernur Viktor Laiskodat dan Tokoh Masyarakat Sumba Viral, Advokat Serfasius Merespons

Minggu, 05 Desember 2021 – 03:21 WIB
Advokat Serfasius Serbaya Manek. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com, JAKARTA - Advokat Serfasius Serbaya Manek turut menanggapi kasus perdebatan antara Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat dengan tokoh masyarakat warga Sumba yang viral di media sosial.

Perdebatan tersebut terkait pembebasan lahan di Desa Kabaru, Kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba Timur, NTT.

BACA JUGA: Mahasiswa Asal NTT di Jakarta Desak Gubernur Viktor Laiskodat Mundur

Menurut Serfasius, publik NTT memberikan pengecaman yang tidak adil terhadap Gubernur Viktor Laiskodat. Dia menilai publik tidak melihat keutuhan informasi dalam perdebatan tersebut.

"Publik tidak melihat keutuhan informasi. Pertanyaannya, apakah benar informasi yang tersebar itu adalah utuh? Kalau utuh, apa faktor penyebabnya. Ini penting agar ada keadilan untuk semua pihak,” ujar Serfasius di Jakarta, Sabtu (4/12/2021).

BACA JUGA: Rudi Kabunang Nilai Gubernur NTT Viktor Laiskodat Arogan, Pantas Dituntut

Serfasius mengatakan Gubernur Viktor dalam pertemuan tersebut sebagai pelayan publik. Dalam hal ini melakukan kunjungan kerja.

"Tentu dia datang bukan untuk memarahi rakyatnya tetapi dia datang untuk melayani masyarakatnya. Oleh karena itu, tidak adil kalau publik mengatakan gubernur buruk di dalam komunikasi publik. Itu tidak adil," ujar Serfasius.

BACA JUGA: Jenderal Andika Sambangi Markas Koarmada II, Ini Tujuannya

Dia menambahkan karakteristik orang NTT sebenarnya ekstrover. Artinya selalu mengatakan sesuatu secara terbuka sehingga perdebatan dengan Gubernur Viktor tersebut hanya insiden kecil dalam berkomunikasi.

"Itu sifatnya situasional dan kondisional, bukan sesuatu yang didesain. Oleh karena itu masyarakat tidak boleh terkotak-kotak atas peristiwa itu. Harus melihat seutuhnya," katanya.

Secara spesifik, kata Serfasius, Gubernur Viktor ke Desa Kabaru mewakili seluruh rakyat NTT untuk memajukan peternakan sebagai bagian dari pelayanan publik. Sementara dari segi aturan reformasi agraria, prinsip dasarnya adalah untuk kepentingan umum negara berhak atas lahan tersebut.

"Oleh karena itu, jangan menghakimi tanpa melihat regulasinya. Yang kita lihat itu kan sepotong-sepotong lantas membuat konklusi, gubernur salah, pemda salah, masyarakat benar, tokoh adat benar. Ini kan tidak adil," jelasnya.

"Yang benar adalah semua pihak duduk bersama. Pemda menjelaskan aturannya kepada publik, masyarakat memahami dan apa solusi yang terbaik dari pemerintah yang berniat baik untuk menjadikan NTT itu khususnya Sumba sebagai lumbung sentral daging sapi nasional yang berkelas premium," tambahnya.

Serfasius yakin Gubernur Viktor tidak akan menolak masukan sejauh masukan itu komprehensif dan konstruktif.

Pernyataan memenjarakan rakyat, kata Serfasius berbicara soal mekanisme hukum. Dalam hal ini, ketika ada pihak yang menghalangi proses pembangunan untuk kepentingan publik.

"Jika di luar koridor aturan itulah membuat gubernur berkata demikian. Kalau masyarakat berperilaku menghalangi pembangunan ya penjarakan," katanya.

Meski demikian, kata Serfasius, pemerintah dalam mengatasi konflik agraria harus mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 86 tahun 2018. Perpres tersebut dibuat untuk menangani sengketa dan konflik agraria, menciptakan sumber kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang berbasis agraria, menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan, memperbaiki akses masyarakat kepada sumber ekonomi, meningkatkan ketahanan dan kedaulatan pangan, serta memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup.

"Semuanya ada di situ. Salah satunya demi kepentingan publik, negara berhak sejauh hak-hak masyarakat seperti mekanisme pembebasan lahan dengan cara ganti rugi dan lain-lain atau menyisakan manfaat ekonomi untuk masyarakat," kata dia.

Kandidat Doktor Ilmu Hukum di Universitas Pelita Harapan (UPH) ini meminta para politikus tidak membuat pernyataan yang berlebihan atas kasus tersebut yang berpotensi mengganggu hubungan masyarakat dan Pemerintah NTT.

“Publik, termasuk para politikus jangan seenaknya membuat pernyataan karena akan berpotensi menggangu hubungan masyarakat dan pemerintah daerah NTT dalam membangun,” ujar putra asal Belu, NTT ini.

Diketahui, perdebatan Gubernur Viktor dengan masyarakat adat Sumba Timur tersebut mendapat kecaman dari berbagai pihak. Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Serikat Pemuda Nusa Tenggara Timur menggelar demonstrasi di Depan Gedung Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada Jumat (3/12/2021).

Para mahasiswa tersebut mengecam keras tindakan rasisme yang dilontarkan Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Bungtilu Laiskodat terhadap masyarakat adat Desa Kabaru, Kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba Timur.

Koordinator Aksi Jimi Anus Tamo Ama meminta supaya menghentikan segala bentuk diskriminasi dan kekerasan lain terhadap masyarakat adat Sumba khususnya dan masyarakat adat di seluruh wilayah Nusa Tenggara Timur.

Jimi juga mendesak Presiden Joko Widodo agar segera memerintahkan Kapolri mengusut tuntas dugaan tindak pidana rasisme dan penghinaan yang dilakukan Gubernur Viktor.

"Kami mendesak Viktor Bungtilu Laskodat untuk turun dari jabatannya sebagai Gubernur di Nusa Tenggara Timur," tegasnya. 

"Kami mendesak Pemerintahan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk segara membuat PERDA pengakuan, perlindungan dan pemberdayaan masyarakat adat di Nusa Tenggara Timur," kata Jimi.(fri/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler