Aduh, Milenial Lebih Senang Baca WhatsApp Ketimbang Buku

Kamis, 10 Desember 2020 – 19:09 WIB
Kepala Perpusnas RI Muhammad Syarif Bando dan Anggota Komisi X DPR RI My Esti Wijayati. Foto tangkapan layar zoom

jpnn.com, JAKARTA - Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI Muhammad Syarif Bando mengungkapkan budaya literasi masyarakat di Indonesia harus ditingkatkan. Ini sebagai modal untuk mewujudkan SDM unggul

"Literasi itu modal penting ketika memasuki persaingan global yang menjadikan manusia berfungsi maksimal dalam masyarakat," kata Syarif Bando dalam diskusi virtual bertajuk Budaya Literasi Untuk Mewujudkan SDM Unggul Indonesia Maju, Kamis (10/12).

BACA JUGA: Dorong Masyarakat Manfaatkan Perpustakaan dalam Pengembangan Wirausaha

Tumbuh kembang literasi menurut Syarif Bando, mestinya tidak hanya dilaksanakan di institusi pemerintah dan pendidikan formal.

Penting membangun atensi bahwa untuk mewujudkan masyarakat yang literat merupakan tugas bersama segenap lapisan masyarakat.

BACA JUGA: Cerita Bu Mega tentang Bung Karno sebagai Kutu Buku dan Poliglot karena Membaca

"Kemajuan infrastruktur dan teknologi 4.0 hendaknya sejalan dengan peningkatan SDM. Perpustakaan memainkan peran optimalisasi kapasitas SDM yang menjadi kunci Indonesia maju di masa depan," jelas Syarif Bando.

Dia menambahkan, Perpusnas harus mampu mentransferkan ilmu pengetahuan yang ada dengan segala keterbatasan, termasuk SDM dan anggaran yang masih rendah. Hal ini menjadi tantangan yang tengah dibangun. 

BACA JUGA: Densus 88 Temukan Buku Jihad Karangan Abu Bakar Ba’asyir di Rumah Arno

Pada kesempatan sama, anggota Komisi X DPR RI, My Esti Wijayati mengungkapkan, saat ini yang menjadi pekerjaan rumah (PR) adalah meningkat budaya literasi di Indonesia yang masih rendah.

Sekarang bukan pada membaca dan berhitung saja tetapi kemampuan akses mendapatkan ilmu pengetahuan dan menerjemahkan menjadi kegiatan guna meningkatkan perekonomian dan masyarakat menjadi lebih sejahtera. 

"Saya sangat prihatin, budaya baca kita terutama milenial masih rendah. Begitu anak-anak lulus SMA, mereka tidak lagi membaca. Kalau pun membaca, yang dibaca adalah medsos maupun WhatsApp, bukan buku," ucapnya.

Kondisi ini harus diubah, salah satunya dengan meningkatkan fasilitas membaca. Namun, ini terkendala dengan anggaran. Banyak daerah yang mengalokasikan anggaran perpustakaan sangat kecil.

"Budaya literasi, infrastruktur, dan peningkatan SDM harus berjalan seiring. Untuk menciptakan SDM yang unggul, jangan hanya di perkotaan tetapi juga hingga ke tingkat masyarakat pedesaan," jelasnya. 

Diakui My Esti, hal ini menjadi pekerjaan rumah semua pihak termasuk Bappenas, Kemendikbud harus membuat upaya ini menjadi skala prioritas untuk mewujudkan SDM unggul. Kunci utamanya adalah indeks literasi yang memadai atau tinggi, sehingga nantinya masyarakat pedesaan juga memahami dengan melakukan gerakan masif budaya literasi itu sangat penting. 

"Kami di legislatif akan berupaya meningkatkan anggaran literasi karena saat ini dengan adanya pemotongan dana akibat pandemi Covid-19, semua menjadi berjalan tidak maksimal," tandasnya. (esy/jpnn)

 


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler