Gelombang varian Omicron yang sebelumnya menyebar cepat di Australia, Amerika Utara dan Eropa diperkirakan akan mulai menjalar ke Asia dalam beberapa pekan ke depan.
Pemerintah di negara-negara Asia juga sadar jika mereka tidak bisa terus menghindari varian baru yang lebih cepat menular, meski sudah memperketat aturan dan menjaga perbatasan mereka.
BACA JUGA: Malaysia Pastikan TIdak Ada Lagi Penguncian Besar-Besaran untuk Lawan COVID
Mereka terus berupaya dengan kemampuan yang ada untuk menjaga warganya.
Tapi sejumlah negara-negara di Asia saat ini ketergantungan dengan vaksin buatan Tiongkok yang tidak cukup memberikan perlindungan terhadap Omicron.
BACA JUGA: Novak Djokovic Buka Suara Pertama Kali Sejak Sempat Ditahan di Melbourne
Sejauh ini ada 30 negara di Asia yang menggunakan Sinovac dan Sinopharm, baik membeli sendiri atau disumbangkan oleh Tiongkok, yang juga sebagai alat diplomasi mereka.
Tetapi beberapa penelitian menunjukkan kekhawatiran soal tingkat efektivitas vaksin buatan Tiongkok terhadap varian Omicron.
BACA JUGA: Berita Terkini dari Semenanjung Korea, Korut Kembali Bikin Jepang dan Korsel Tegang
Para ilmuwan di Hong Kong mengatakan tiga dosis vaksin Sinovac tidak memproduksi antibodi yang cukup untuk memerangi varian Omicron.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Yale University di Amerika Serikat menemukan vaksin 'booster' dengan menggunakan Pfizer tidak bisa melindungi mereka yang sebelumnya mendapatkan dua dosis vaksin Sinovac.
Para pakar dari Yale kemudian menyarankan mereka yang sudah mendapatkan Sinovavc sebaiknya mendapatkan dua suntikan booster dari Pfizer untuk membangun antibodi yang cukup.
Perusahaan pembuat vaksin Sinovac yang bermarkas di Beijing bersikeras mengatakan penelitian di laboratorium menunjukkan tiga dosis vaksin Sinovac sudah cukup menghadapi Omicron.
Vaksin buatan Barat seperti Moderna, AstraZeneca dan Pfizer juga kurang efektif menghadapi Omicron tanpa adanya 'booster', tapi seorang pakar mengatakan mereka yang mendapatkan vaksin Sinopharm dan Sinovac adalah yang paling rentan tertular Omicron.
"Kalau kita melihat tingkat antibodi, tampaknya lebih rendah dibandingkan yang lain dan memerlukan booster bahkan sebelum adanya Omicron," kata Dr Jerome Kim, direktur jenderal Institut Vaksin Internasional.
Beberapa negara Asia kemudian sudah mulai beralih dari menggunakan Sinovac dan Sinopharm sebelum ada Omicron.
Thailand, misalnya, menawarkan suntikan keempat bagi mereka yang sudah mendapatkan dua dosis Sinovac, atau campuran antara Sinovac dan AstraZeneca.
Namun beberapa negara lain terus menggunakan vaksin buatan Tiongkok. Indonesia mulai vaksinasi anak-anak
Meski ada kekhawatiran, Indonesia tetap menggunakan Sinovac untuk melakukan vaksinasi terhadap anak-anak yang berusia 6 sampai 11 tahun. Vaksin ini jadi satu-satunya yang sudah disetujui penggunaannya bagi anak-anak.
"Kami terus melakukan penelitian lanjutan termasuk vaksin Pfizer," kata Siti Nadia Tarmizi, juru bicara Kementerian Kesehatan RI.
"Kalau hasilnya sudah ada, kita bisa menggunakan Pfizer untuk melakukan vaksinasi bagi anak-anak."
Sejak adanya varian Delta yang merengut banyak nyawa, keadaan di Indonesia sekarang relatif stabil.
Jumlah kasus COVID-19 di Indonesia yang tercatat resmi adalah 4 juta, namun pakar mengatakan angka sebenarnya diperkirakan jauh lebih tinggi.
Dr Kim memperkirakan kalau Omicron menyebar lagi dengan cepat di Indonesia, maka angka korban meninggal bisa meningkat.
"Varian ini bisa mengenai mereka yang sebelumnya sudah kena," katanya.
"Paling tidak dari data yang ada, terlihat jika varian ini kurang ganas, mereka yang terkena gejalanya tidak parah."
"Namun bila jumlah kasusnya tinggi, maka jumlah mereka yang harus dirawat di rumah sakit juga akan meningkat." Jumlah produksi vaksin sudah memadai
Dunia saat ini memerlukan vaksin Pfizer dan Moderna dalam jumlah besar guna memerangi Omicron, tapi Dr Kim mengatakan produksi vaksin sudah tidak lagi menjadi masalah besar.
"Secara global, kita sekarang memproduksi vaksin sekitar 1,5 miliar sampai 2 miliar dosis per bulan," katanya.
"Pasokan sudah bukan masalah lagi."
Jumlah penduduk di Asia yang sekitar 4,5 miliar orang akan menjadi penerima utama vaksin yang akan ada.
Meski sebagian besar penduduk akan bisa mendapatkan vaksin selama beberapa bulan ke depan, Dr Kim mengatakan banyak negara di Asia tidak memiliki kemampuan teknis untuk melakukan test dan memantau perkembangan virus.
Bahkan menurutnya Asia bisa menjadi asal mula varian berikutnya yang berbahaya.
"Jika kita tidak tahu adanya wabah dan kita tidak tahu adanya varian yang beredar, ini bisa menjadi sumber Omicron berikutnya," katanya.
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News
Video Terpopuler Hari ini:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Berita Terkini Kasus Ferdinand, Komentar Novel Serempet Jenderal Dudung hingga Denny Siregar