jpnn.com - KABUL - Parlemen Afghanistan dikabarkan menyetujui rancangan undang-undang yang memperbolehkan suami memukuli istri, anak, dan saudara perempuannya demi menjaga kehormatan keluarga.
Aturan yang akan berlaku secara efektif jika disetujui Presiden Hamid Karzai itu juga memuat ketentuan bahwa kerabat yang menolak bersaksi untuk menjerat suami pelaku pemukulan tak akan diperkaraan secara hukum.
BACA JUGA: WHO Ingatkan Ledakan Kasus Kanker di Negara Berkembang
Usulan hukum baru Afghanistan ini diprediksi makin memperburuk intimidasi terhadap kaum perempuan di negara bekas jajahan Uni Soviet itu. RUU baru itu sekaligus akan membungkam para saksi potensial untuk mengungkap kebenaran.
"Aturan ini membuat penegak hukum tak bisa lagi menuntut para pelaku kejahatan yang korbannya kaum wanita. Mereka tak lagi dapat keadilan," ucap Manizha Naderi, Direktur Pelindungan Perempuan Afghanistan seperti dikutip dari Guardian, Rabu (5/2).
BACA JUGA: Tak Cocok Komunis, Diplomat Cari Suaka
Jika disetujui presiden, lanjut Naderi, kasus penganiayaan berat seperti dialami Sahar Gul, pengantin cilik yang dikerangkeng di gudang tanpa diberi makan karena menolak jadi pelacur, dipastikan takkan pernah sampai ke pengadilan.
Dunia juga takkan lagi tahu ada kasus pemotongan hidung dan bibir perempuan berumur 31 tahun bernama Sitara oleh suaminya sendiri, karena dianggap telah mencoreng kehormatan keluarga.
BACA JUGA: Si Raja Tinta tanpa Paspor
Hukum baru tersebut seperti melegalkan kekerasan bahkan pembunuhan perempuan oleh ayah atau saudara laki-laki karena korban menolak dijadikan alat untuk melunasi hutang keluarga.
Yang lebih mengkhawatirkan lagi, aksi kawin paksa bahkan perdagangan anak perempuan akan semakin marak karena para pelaku kejahatan seolah mendapat perlindungan hukum dari aturan baru tersebut.
Para aktivis perlindungan perempuan Afghanistan berjanji akan mendesak Hamid Karzai menolak RUU yang diajukan parlemen. Namun, upaya itu diprediksi bakal sia-sia sebab kekuasaan parlemen saat ini sangat dominan. Terlebih mereka tahu pasukan perdamaian internasional bakal angkat kaki dari Afghanistan tahun ini juga.
Selay Ghaffar, Direktur Advokasi Kemanusiaan untuk Perempuan dan Anak Afghanistan mengatakan, seiring dengan kejatuhan Taliban, pada awalnya parlemen agak takut dengan pemerintahan baru dan media.
Tapi sekarang mereka bisa melakukan apapun karena tahu pemerintah yang dipimpin Karzai sama bobroknya dan tak mendukung hak-hak dasar kaum perempuan. (pra/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Korupsi di Eropa Diyakini Makin Menggila
Redaktur : Tim Redaksi