jpnn.com, JAKARTA - Pakar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia (UI) Prof Hikmahanto Juwana menyebut Indonesia bisa memfasilitasi dialog perdamaian antara Pemerintah Afghanistan dengan kelompok Taliban.
Namun, dia mengingatkan bahwa hal itu bisa dilakukan hanya ketika diminta oleh kedua belah pihak yang bertikai.
BACA JUGA: 26 WNI Dievakuasi dari Afghanistan, Panglima TNI: Ini Bukan Misi yang Mudah
"Kalau misalnya sebagai penengah mencari solusi bersama, maka harus diminta terlebih dahulu oleh kelompok-kelompok yang ada di Afghanistan," kata Hikmahanto di Jakarta, Sabtu (21/8).
Walakin, bila pihak-pihak yang berkonflik tidak meminta bantuan dari Indonesia, maka disarankan pemerintah tidak masuk ke ranah tersebut.
BACA JUGA: Pemkab Aceh Jaya Siapkan Lahan 100 Hektare untuk Mantan Kombatan GAM
"Jangan sampai seolah-olah kita dianggap sebagai pahlawan kesiangan," ucap mantan Staf Ahli Menteri Koordinator Perekonomian Kwik Kian Gie itu.
Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani tersebut juga mengatakan bila Indonesia memang dimintai bantuan oleh pihak yang bertikai, maka ada sejumlah figur yang menurutnya bisa menjembataninya.
BACA JUGA: Orang Kepercayaan Juliari Batubara Sampaikan Pengakuan di Sidang Korupsi Bansos Covid-19
Di antaranya, ada Wakil Presiden Indonesia ke-10 dan 12 Jusuf Kalla atau Pak JK yang dulu pernah diutus ketika Indonesia berusaha menengahi konflik berkepanjangan di Afghanistan.
"Kemudian ada Pak Hassan Wirajuda juga pernah menengahi pihak-pihak yang bertikai," ucap Hikmahanto.
Akan tetapi dia mewanti-wanti bahwa situasi yang terjadi hari ini di Afghanistan bukan perkara mudah, sehingga Indonesia diminta berhati-hati dalam bersikap.
Sebab, katanya, di Afghanistan ada banyak suku. Selain itu, sebelum Taliban menguasai Kabul dan kota-kota lainnya, kelompok tersebut hanya berhadapan dengan Amerika Serikat (AS) atau pemerintah yang didukung oleh Negeri Paman Sam.
Namun, setelah AS meninggalkan Afghanistan, mereka tidak memiliki musuh dan hal tersebut berpotensi menimbulkan gesekan antarfaksi di Taliban.
Di luar itu, Taliban juga harus berhadapan dengan kelompok anti-Taliban sendiri di dalam negeri itu. (antara/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam