Agar tak Bergantung Terus Pada Cukai Tembakau, Pemerintah Perlu Lakukan Hal ini

Rabu, 11 Agustus 2021 – 02:34 WIB
Pekerja di pabrik rokok. Foto: Bea Cukai

jpnn.com, JAKARTA - Peneliti Ekonomi dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Christine Chen berkomentar mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU Perpajakan), yang sedang dibahas DPR.

Menurutnya, untuk meningkatkan penerimaan negara dari pajak, pemerintah perlu memperluas tax base (jenis barang dan jasa yang  dikenai pajak), tax ratio, dan menaikan PPN (pajak pertambahan nilai) dari semula 10 persen menjadi 12 persen.

BACA JUGA: Pentingnya Perlindungan IHT di Tengah Pandemi COVID-19

“RUU Perpajakan yang baru, (dibuat) untuk mengakomodasikan perpajakan baik di dalam maupun luar negeri. Perbaikan UU Perpajakan tidak hanya terjadi di Indonesia tapi juga dunia internasional. Rencana kenaikan PPN di dalam negeri 12 persen, itu masih di bawah kenaikan PPN di dunia internasional yang rata rata mencapai 15,4 persen,” ujar Christine.

Selain mengusulkan kenaikan PPN  dari 10 persen menjadi 12 persen.

BACA JUGA: Jus Nanas Bisa Meredakan Batuk Lho, Begini Cara Mengolahnya

Menurut Christine, pemerintah untuk asas keadilan, sedang mempertimbangkan pengenaan PPN 12 persen dan 15 persen atau dengan sistem multi tarif.

Untuk produk dan jasa tertentu, akan dikenakan PPN sebesar 12 persen. Sedangkan untuk jasa dan produk yang lainnya akan dikenakan PPN sebesar 15 persen.

BACA JUGA: Dokter Risa: Tempat Vaksinasi di Amerika Serikat Banyak, Seperti Mencari Gerai Ponsel

Peneliti Pusat Pengkajian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Universitas Brawijaya ini mengaku lebih setuju dengan pengenaan PPN single tarif.

Yakni 12 persen untuk semua jenis objek pajak jasa maupun produk. Alasannya, karena sistem ini lebih sederhana dan mudah diterapkan oleh pemerintah maupun pihak lain.

“Multi tarif akan menimbulkan inefisiensi sebab biaya administrasinya lebih tinggi. Kalau sistem perpajakan kita sudah oke, kita bisa menerapkan multi tarif.  (Hanya) Apakah core tax kita sudah siap atau belum (untuk menerapkan multi tarif). Meski pada 2024 akan diterapkan coretax. Apakah kita sudah siap untuk menerapkan multi tarif,” urai Christine.

Pendapat senada disampaikan, dosen yang juga peneliti Pusat Pengkajian Kebijakan Ekonomi Universitas Brawijaya Malang, Imanina.

Imanina menilai cukup bijak jika pemerintah menaikkan PPN Sebesar 12 persen dan memperluas tax base (basis barang dan jasa yang akan dikenakan pajak).

“Diversifikasi penerimaan pajak, seperti pajak carbon maupun kenaikan PPN sebenarnya bisa saja diterapkan asalkan pada waktu yang tepat agar kebijakan tersebut memberikan hasil yang optimal. Terutama bagi kenaikan PPN, hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah barang/jasa yang akan dibebani pajak tersebut harus tepat sasaran,”papar Imaninar.

Lebih lanjut Imaninar menjelaskan,  saat ini produk industri hasil tembakau (IHT) telah cukup berat dibebani oleh berbagai pajak yang harus ditanggungnya.

Pemerintah tidak bisa terus menekan IHT dengan terus menerus menaikkan tarif cukainya.

Karena itu, agar IHT tidak terus menerus menjadi andalan pendapatan negara dari cukai, menurut Imanina pemerintah perlu meningkatkan tax base atau barang-barang lain yang kena cukai.

Beberapa di antaranya adalah plastik, soda atau sugar tax.

Dijelaskan Imanina, barang kena cukai (BKC) adalah barang-barang yang dibatasi peredaran ataupun konsuminya (penggunaannya).

Hal ini disebabkan karena mengganggu kesehatan maupun dampak eksternalitas negatif  seperti kerusakan lingkungan.

“Plastik, soda, dan makanan berpemanis adalah beberapa barang yang dapat dikenai cukai sebagai alternatif barang kena cukai. Ekstensifikasi BKC tersebut diharapkan mampu menyokong penerimaan cukai, sekaligus penerimaan negara. Kita tidak dapat terus mengandalkan CHT saja untuk mengakselerasi penerimaan negara,” papar Imanina.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler