jpnn.com, JAKARTA - Spesialis penyakit dalam di Mayo Clinic, Amerika Serikat Kharisa Rachmasari menceritakan proses vaksinasi di Negeri Paman Sam.
Menurutnya, vaksinasi Covid-19 di AS awalnya sulit diakses. Terlebih lagi, negara beribu kota Washington itu memprioritaskan vaksinasi bagi lansia di atas 65 tahun dan tenaga medis pada Desember 2020.
BACA JUGA: Vaksin COVID-19 Sebabkan Gangguan Menstruasi? Simak Hasil Penelitian Uni Eropa Ini
Menurut Risa, sapaan Kharisa Rachmasari, pusat vaksinasi di Amerika awalnya hanya terbatas di rumah sakit (RS) dan apotek.
"Di awal hanya ada pusat vaksinasi di tempat tertentu. Seperti di RS, kemudian di apotek," kata wanita bergelar dokter itu saat diskusi daring BIKIN RISOL yang ditayangkan JPNN.com di YouTube, Selasa (10/8).
BACA JUGA: Inilah 5 Provinsi Penyumbang Kasus Covid-19 Paling Tinggi di Minggu Keenam PPKM
Namun, kata Risa, Amerika Serikat cepat berbenah menyelesaikan program vaksinasi demi menanggulangi pandemi Covid-19.
BACA JUGA: Simak Sejumlah Usulan Kang Emil Agar Vaksinasi Covid-19 Optimal
Sentra vaksinasi digelar di banyak tempat. Pusat perbelanjaan seperti mal, turut menjadi tempat digelarnya vaksinasi bagi masyarakat di Amerika Serikat.
"Makin ke sini, mencari tempat vaksinasi itu gampang benget. Kayak mencari gerai ponsel," ungkap Risa.
Dia menuturkan, sasaran vaksinasi pun turut meluas sejak sentra penyuntikan vaksin makin banyak dan mudah diakses masyarakat.
Semua orang di negara yang dipimpin Joe Biden bisa mengikuti vaksinasi. Bahkan, Amerika Serikat tidak mensyaratkan dokumen bagi orang yang mau mengikuti vaksinasi.
"Pemerintah berupaya bagaimana sebanyak-banyaknya orang yang tinggal di Amerika baik itu warga negaranya, baik itu orang yang punya visa atau orang yang tidak ada dokumen bisa mengakses vaksin, karena tujuannya herd immunity," ujar alumnus New York University di Abu Dhabi (NYUAD), Uni Emirat Arab itu.
Menurut Risa, setiap orang yang telah menjalani vaksinasi akan tercatat di penyimpanan data milik Amerika Serikat yang telah terdigitalisasi.
Hal itu bisa meminimalisasi data ganda penerima vaksin di negara superpower tersebut.
"Misalnya saya punya pasien, pasien saya vaksinasi di supermarket A. Di sini semua sudah pakai komputer untuk elektronic health medical record. Jadi, saya bisa lihat, oh, pasien ini sudah divaksinasi tiga bulan lalu pakai Pfizer atau Moderna," katanya. (ast/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur : Adek
Reporter : Aristo Setiawan