jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah Kabupaten Jombang menilai perlindungan industri tembakau dari tekanan ekonomi akibat pandemi COVID-19, serta Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat harus dilakukan.
Terlebih, kebijakan PPKM Darurat membuat pabrikan mengurangi jam operasional.
BACA JUGA: Murka Sedang Karantina di Hotel Bintang 5, Nikita Mirzani: Rp22 Juta Tetapi Disuruh Nyuci Piring
Salah satu perlindungan yang bisa dilakukan yakni melalui kebijakan cukai 2022, yang turut mempertimbangkan performa industri hasil tembakau yang sedang terpuruk.
Kebijakan yang tepat diyakini dapat menjaga keberlangsungan industri yang menjadi tumpuan bagi 6 juta orang, termasuk para pekerja di segmen padat karya sigaret kretek tangan.
BACA JUGA: Daripada Revisi PP 109/12, Pemerintah Lebih Baik Membuat Road Map IHT
"Ketika mereka terlindungi masih bisa jalan bagus, maka taraf ekonomi masyarakat akan baik," ujar Wakil Bupati Jombang Sumrambah.
Sumrambah mengatakan, kebijakan yang tepat juga dapat memberikan perlindungan bagi para petani tembakau.
BACA JUGA: Benarkah Mengolah Daging Kurban Dengan Cara Dibakar Jauh Lebih Sehat?
Dia mengatakan, ada sekitar 5.000 hektare pertanian tembakau di wilayah Jombang saat ini.
Senada dengan Sumrambah, Ketua Gabungan Perusahaan Rokok (Gapero) Sulami Bahar juga mengatakan IHT terpukul akibat pandemi COVID-19.
Sulami berharap pemerintah dapat memberikan kepastian usaha dari pemerintah untuk mengurangi beban perusahaan yang berat.
“Salah satunya yang kami harapkan terkait tarif cukai tembakau tidak perlu naik untuk tahun depan, karena keputusan kenaikan cukai 2021 sangat memberatkan bagi produsen dan petani,” kata Sulami.
Sulami mengatakan secara agregat di segala segmen sepanjang 2020, produksi IHT mengalami kontraksi produksi mencapai -9,7 persen.
Sampai pada Mei 2021, terjadi tren penurunan produksi di kisaran -4,3% persen dari tahun 2020.
“Tren negatif masih terus berlanjut karena pandemi memang terbukti menurunkan daya beli masyarakat. Bisa jadi penurunan produksi tahun ini lebih tajam dari tahun lalu, karena pengendalian pandemi belum ada perbaikan signifikan,” katanya.
Saat ini, kata Sulami, terjadi pengetatan sehingga produsen mengurangi produksi karena penurunan permintaan konsumen dan petani kekurangan serapan permintaan dari sektor hilir.
“Kami sebagai produsen bisa tetap produksi saja sudah syukur," ucap Sulami.(chi/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Yessy