jpnn.com, JAKARTA - KPAI meminta Kemendikbud menambah kuota umum dalam paket kuota internet demi mendukung Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) selama pandemi Covid-19.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, Kemendikbud menggelontorkan anggaran hingga Rp 7 triliun lebih untuk memberikan paket kuota internet kepada siswa dan guru jenjang PAUD/TK sampai SMA/SMK, juga kepada mahasiswa dan dosen di Perguruan Tinggi.
BACA JUGA: Soroti Kelemahan PJJ, Gus Jazil: Tidak Bisa Mengajarkan Adab
Adapun ketentuannya, paket kuota internet untuk peserta didik PAUD mendapatkan 20 GB per bulan dengan rincian 5 GB untuk kuota umum dan kuota belajar 15 GB.
Jenjang pendidikan dasar dan menengah mendapatkan 35 GB per bulan dengan rincian 5 GB untuk kuota umum dan 30 GB kuota belajar.
BACA JUGA: Booking Cewek Panggilan, Begituan 2 Kali, Ternyata Tak Punya Uang, Sungguh Terlalu
Sementara itu paket kuota internet untuk pendidik pada PAUD dan jenjang pendidikan dasar dan menengah mendapatkan 42 GB per bulan dengan rincian 5 GB kuota umum dan 37 GB kuota belajar.
Paket kuota internet untuk mahasiswa dan dosen mendapatkan 50 GB per bulan dengan rincian 5 GB kuota umum dan 45 GB kuota belajar.
BACA JUGA: Komedian Nunung Dirawat, Ini Penyakitnya
"Kuota umum sebesar 5 GB kemungkinan tidak cukup mengingat selama ini penggunaan platform belajar lebih rendah dibandingkan penggunaan aplikasi WhatsApp, download video, searching google, dan media social," ucap Retno di Jakarta, Selasa (22/9).
Berdasarkan survei PJJ siswa yang dilakukan oleh KPAI pada April 2020, terungkap bahwa PJJ secara daring didominasi penugasan melalui aplikasi whatsApp, email dan media social lain seperti Instagram (IG).
Adapun perinciannya adalah sebesar 87,2 persen responden melakukan interaksi PJJ secara daring melalui chating dengan aplikasi WA/Line/telegram/IG, sebanyak 20,2 persen menggunakan zoom meeting, 7,6 persen video call WA dan telepon hanya 5,2 persen.
"Artinya, mayoritas menggunakan aplikasi yang justru lebih membutuhkan kuota umum. Aplikasi seperti Zoom meeting malah hanya digunakan para guru sebanyak 20 persen saja dari total 1700 responden siswa," jelasnya.
Hasil survei PJJ siswa juga menunjukkan bahwa penugasan yang paling tidak disukai siswa adalah membuat video dan foto. Selain membutuhkan memori besar di gadget, juga memerlukan kuota besar saat pengiriman melalui aplikasi WA guru ataupun media social lainnya.
Pengiriman ataupun menerima video kiriman, semuanya butuh kuota besar, sehingga 5 persen kuota umum rasanya terlalu sedikit. Dari survei KPAI, penugasan mengirim video mencapai 55 persen dari 1700 responden.
Dari survei PJJ siswa yang dilakukan KPAI, hanya 43,3 persen guru yang menggunakan platform. Dari jumlah tersebut, 65 persen menggunakan google classroom, sebanyak 24,5 persen menggunakan platform Ruang Guru, Rumah Belajar, Zenius dan Zoom; sedangkan 10 persen menggunakan aplikasi WhatsApp.
“Kuota belajar dalam paket yang diberikan kepada para peserta didik berdasarkan apa spesifikasinya, apakah aplikasi yang sudah menjadi partner Kemendikbud atau semua aplikasi dapat dipergunakan dengan tidak terikat pada provider tertentu, sehingga peserta didik dapat memanfaatkan paket belajar?" tanya Retno.
Kalau misalnya peserta didik melakukan pembelajaran tetapi dari sekolah harus menggunakan aplikasi lain selain dari yang di paketkan, itu berarti akan masuk ke kuota umum. Belum lagi kalau gurunya mengharuskan videocall, maka 5 GB akan cepat habis dengan kuota utama dibanding kuota belajar.
Sementara itu, merujuk pada hasil survei KPAI, maka kuota belajar berpotensi mubazir karena minim digunakan, sebab mayoritas guru justru lebih senang menggunakan aplikasi yang jatuhnya justru merupakan kuota umum.
Kalau kuota belajar minim pemakaiannya padahal kuotanya besar, maka hal ini perlu disiasati agar uang Negara dapat dioptimalkan membantu PJJ daring, jangan malah menguntungkan providernya.
"Maka KPAI minta Kemendikbud menambahkan kuota umum dan mengurangi kuota belajar. Hal ini untuk lebih memaksimalkan penggunaan bantuan kuota internet bagi pelaksanaan PJJ dan akan sangat membantu para siswa dan orangtua dalam PJJ secara daring," pinta Retno.
Dia juga mendorong sebaiknya provider mengeluarkan kartu yang khusus untuk pelajar dan fleksibel penggunaannya sesuai kebutuhan pembelajaran, sehingga kartu tersebut hanya digunakan untuk siswa dan tidak di perjual belikan.
"Akan lebih baik jika provider mengeluarkan kartu baru yang sudah aktf masa berlaku 1-3-6 bulan aktivasi provider dengan kuota khusus siswa, dengan demikian siswa dapat menggunakan kartu baru tersebut untuk belajar,” tutur Retno.
Hal itu menurut mantan kepala SMAN 3 Jakarta ini lebih efektif dibandingkan mengeluarkan paket belajar dari provider dan bisa diakses di aplikasi ataupun dial, namun semua masyarakat bisa membelinya. Pada akhirnya malah bukan khusus untuk siswa, tetapi justru bisa salah sasaran.
"Pembagian kartu bisa di salurkan ke sekolah, untuk pengambilannya dapat diwakili oleh orang tua siswa, dan digilir waktunya per hari agar tidak menimbulkan kerumunan dan semuanya dilaksanakan dengan mematuhi protokol kesehatan," tambahnya. (fat/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam