jpnn.com, JAKARTA - Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar mengungkapkan, kekuatan Pancasila saat ini tengah digoyang sekelompok masyarakat yang ingin sistem khilafah diterapkan di Indonesia.Gerakan mereka sangat sistematis sehingga perlu diwaspadai.
Saking besarnya ancaman tersebut, Agum yang saat ini sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) mengaku lebih khawatir menghadapi penyebaran khilafah dibandingkan marxisme komunis. Alasannya, kecil kemungkinan PKI bisa bangkit lagi karena sudah ada payung hukum yang melarang keras penyebaran paham komunis di Indonesia.
BACA JUGA: Agum Gumelar Minta Purnawirawan TNI Lupakan Perbedaan dengan Polri
Dia melihat kampus harus punya imun yang kuat untuk menghadapi paham-paham yang ingin menggantikan kekuatan Pancasila.
"Marxisme komunis, kapitalisme, radikalisme, dan khilafah sangat berbahaya. Namun, saya tidak terlalu khawatir dengan Marxisme ini karena sudah ada Tap MPRS 25 Tahun 1966. Yang jadi ancaman besar sekarang adalah upaya menggantikan NKRI dengan khilafah. Ini harus jadi perhatian kita bersama termasuk dunia pendidikan, sekolah dan kampus," tutur Agum usai memberikan pembekalan kepimpinan tentang ketahanan nasional dan bela negara di Kampus Universitas Terbuka (UT), Kamis (1/8).
BACA JUGA: Belum Dibuka, Pendaftar Program Doktoral UT Sudah Membeludak
Menurut Agung, penyebaran paham khilafah sangat rapi dan sistematis. Semuanya disasar dengan cara beragam.
BACA JUGA: Jelang Pendaftaran CPNS dan PPPK, Guru Honorer Gencar Lobi BKD
BACA JUGA: Dongkrak APK Pendidikan Tinggi, UT Serang Targetkan 28 Ribu Mahasiswa
Di sini perlu kesadaran masyarakat termasuk akademis. Makanya diberikan pembekalan wawasan kebangsaan dan bela negara di lingkungan kampus agar bisa membentengi diri. Kalau daya tangkal masyarakat termasuk dunia kampus kurang, paham tersebut bisa saja masuk.
"Makanya sangat penting ada pembekalan kepimpinan seperti yang dilakukan UT. Di mana seluruh dekan, dosen, dan staf ikut dalam kegiatan tersebut agar bisa memberikan pendidikan kepada anak didiknya untum bisa membentengi diri," terangnya.
Dengan jumlah mahasiswa 320 ribu, lanjut Agum, UT adalah perguruan tinggi yang sangat strategis untuk mengawal bangsa ini. Membantu negara dalam menjaga kekuatan Pancasila.
Rektor UT Prof Ojat Darojat menambahkan, pembekalan ini merupakan bagian dari program Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir. Di mana rektor dan dosen di seluruh perguruan tinggi harus memahami tentang wawasan kebangsaan dan bela negara. Ini agar mereka bisa mendidik mahasiswanya dengan benar, dan bukan menggiring ke paham-paham radikalisme.
"Insyaallah sekitar 2000 lebih dosen dan staf UT ditambah 320 ribu mahasiswa kami tidak ada yang terpapar radikalisme maupun khilafah. Karena kami selalu memberikan pembekalan tentang wawasan kebangsaan dan bela negara," tandasnya. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kualitas Lulusan Vokasi Rendah, Darmin Nasution Dorong UT Genjot Pelatihan Online Besertifikat
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad