jpnn.com - LETNAN Kolonel Inf. TNI Agus Harimurti Yudhoyono pernah mengaku ingin fokus dalam karier militernya di TNI.
Itu disampaikan Agus dalam wawancara dengan JPNN pada 2013 lalu. Bukan menolak melirik bidang politik.
BACA JUGA: Mantan Ketua BPPN Resmi Tersangka Korupsi Penjualan Cessie
Namun, saat itu dia merasa terpanggil mengabdi di TNI karena sejak kecil putra Susilo Bambang Yudhoyono itu memang sudah bercita-cita menjadi tentara.
Lingkungan keluarganya yang dari militer pun membuat tekadnya semakin bulat saat itu. (flo/jpnn)
BACA JUGA: Agus Harimurti dan Cinta untuk TNI: Sejak Kecil Saya Ingin di Militer
Berikut cuplikan wawancara JPNN dengan Agus terkait kariernya:
Apakah Anda ingin menyampaikan pemikiran-pemikiran positif ini melalui bidang militer saja, atau suatu saat nanti terbersit untuk disalurkan melalui panggung politik?
BACA JUGA: Awas! Umbar Kemesraan di Medsos Bisa Dipidana
Saya terus terang hingga saat ini fokus dengan apa yang saya kerjakan dan saya lakukan, tugas saya di militer. Dan pandangan-pandangan atau gagasan tertentu tentu saya sangat senang apabila saya share di berbagai forum.
Tapi forum akademik. Saya juga selama ini mendapatkan undangan untuk berbicara di forum tertentu, di universitas dan gerakan-gerakan kepemudaan. Tapi tidak berbau politik sama sekali, karena saya masih aktif sebagai militer tentu saya ke mana-mana juga menyuarakan kepentingan TNI yang juga salah satu komponen bangsa.
Kita punya kepentingan bahwa TNI tidak bisa melakukan tugasnya sendiri untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan negeri. Tapi harus bersinergi, harus bersama-sama dengan dengan komponen lainnya.
Jadi di sela-sela materi presentasi saya maupun sharing saya dengan berbagai kalangan, saya menitipkan pesan itu. Ingat apapun yang kita lakukan sebagai bangsa Indonesia menuju bangsa dan negara yang maju, mustahil akan tercapai jika negaranya tidak aman.
Oleh karena itu mari kita yakinkan itu semua bisa terjamin sehingga kita bisa jalankan negara ini dengan baik. TNI tidak bisa bekerja sendiri untuk itu.
Nasionalisme pemuda saat ini dianggap memudar, apakah perlu semacam konsensus ulang para pemuda? Misalnya dengan menggelar sumpah pemuda lagi?
Kita bisa melihat nasionalisme dari berbagai sisi. Kita tetap bersikap nasionalisme tapi tidak juga tertutup pada dunia luar. Kita tidak akan berkembang kalau seperti itu. Contohnya dulu kita tahu, terbataslah kita mengetahui brand-brand dari luar, sekarang kita di mana-mana ada Mc. Donald, Starbucks, bahkan di Saudi Arabia yang sangat ortodoks.
Yang enggak boleh itu adalah kita hanya mengagung-agungkan negara lain lalu menganggap negara kita itu salah, rusak, enggak bagus. Itu tidak nasionalis. Yang benar adalah bangga dengan apa yang kita miliki tapi tidak cukup dengan bangga.
Harus dikritisi. Ini enggak bener nih, kita tolak. Kalau kita lihat ke luar ternyata ada yang bagus, kita adopsi yang bagus, cocok. Kalau enggak sesuai dengan budaya kita, tidak kita gunakan. Enggak semuanya kita adopsi dari luar karena enggak semua bisa cocok. Kalau kita pikir hanya Indonesia yang benar, kita enggak akan maju, kita enggak akan ke mana-mana.
Kalau dibilang perlukah kita adakan lagi sumpah pemuda, kalau pendapat saya itu sesuatu yang formal. Artinya bukan itu kalau menurut saya. Tapi justru bagaimana melalui edukasi kita, sistem edukasi bisa secara formal maupun nonformal.
Baik dari sekolah, guru termasuk dari keluarga, orangtua, tokoh masyarakat dan agama. Jangan juga orangtua masa bodoh. Saking sibuknya menitipkan anaknya pada guru dan sekolah, meyakini bahwa anaknya pasti jadi kalau mereka dibayar mahal, sekolahnya bagus. Belum tentu.
Saya mau anak saya bisa berbahasa Inggris karena bahasa internasional. Dengan bisa bahasa Inggris dia bisa baca 100 buku. Kalau dia tidak bisa, dia hanya bisa menunggu itu diterjemahkan ke Bahasa Indonesia yang kita enggak tahu kapan. Tapi saya lebih enggak suka dia tidak bisa berbahasa Indonesia. It is our our mother language, jadi dia harus bisa.
Kadang-kadang saya bingung, kalau ada yang lebih pintar bahasa Inggris dibanding bahasa Indonesianya. Gimana orang Indonesia, lahir di Indonesia, sekolah di Indonesia tapi tidak bisa bahasa Indonesia, hanya bahasa Inggris.
Lalu apa kelebihannya? Sedangkan orang Barat iri kita bisa menguasai beberapa bahasa. Nah nasionalisme harus ditanamkan dengan cara-cara popular. Konsep kekinian.
Doktrinasi, zaman dulu, mungkin zaman sekarang kurang dapat diterima dengan baik. Dengan cara-cara lain, misalnya mereka sekarang akrab dengan gadget, social media dan gerakan atau acara anak muda. Nah masukkan di situ, jadikan popular.
Orang suruh hormat merah putih aja susah banget. Kalau di tentara jelas tiap Senin upacara. Ada di sebuah negara, di setiap tampilan apapun di media ada benderanya dia. Mau di film apapun harus ada bendera. Jadi tanpa didoktrinkan secara khusus orang akan tahu ini adalah bendera yang kita junjung tinggi.
Soal Pancasila, anak muda zaman sekarang belum tentu tahu Pancasila. Tugas kita bagaimana membuat itu menjadi popular. Bagaimana implementasinya, pendidikan harus lebih dengan cara menarik lagi. Cara –caranya bergeser lebih kreatif. Pada dasarnya kita punya rasa nasionalis.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mau Tahu Prestasi Agus Yudhoyono Selama di TNI? Simak di Sini...
Redaktur : Tim Redaksi