JAKARTA - Laksamana TNI Agus Suhartono tidak menemui jalan terjal dalam menjalani fit and proper test calon Panglima TNIKepala Staf Angkatan Laut itu relatif tidak mendapatkan ujian berarti dari puluhan pertanyaan para anggota Komisi I DPR RI yang ditujukan kepadanya
BACA JUGA: Tak Ada Indonesia Raya, Mengalun Lagu Ciptaan SBY
Direkomendasikannya Agus sebagai Panglima TNI baru ke Paripurna dihasilkan melalui rapat internal Komisi IBACA JUGA: Oegro Bilang Separatis, Mabes Simpulkan Teroris
Anggota Fraksi Gerindra Ahmad Muzani menyatakan bahwa semua fraksi tanpa kecuali menyetujui Agus untuk menjadi Panglima TNI pengganti Djoko Santoso
Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddik menyatakan, persetujuan Agus sebagai Panglima TNI akan diserahkan ke pimpinan
BACA JUGA: Tholut Kendalikan Teror dari Jawa
Selanjutnya, hasil rapat Komisi I itu dibawa di paripurna, Senin (27/9) mendatangPandangan rapat internal Komisi I akan menjadi pertimbangan seluruh anggota DPR dalam paripurna tersebut"So far so good," ujar Mahfudz yakin.Mahfudz menyatakan, persetujuan Panglima TNI baru itu tidak dengan cek kosongAda ruang penting yang menjadi tugas Panglima, dimana selalu mendapat warisan masalah dari Panglima sebelumnyaKasus yang mengemuka diantaranya adalah masalah sengketa lahan dan inventarisasi aset"Padahal masa jabatannya hanya tiga tahun (melihat usia Agus, red)," kata politisi PKS.
Mahfudz menyatakan, tidak ada persoalan serius yang mengemuka dalam seleksi calon Panglima TNIHanya saja, Komisi I meminta agar Panglima TNI baru bisa menuntaskan masalah lama, agar bisa berkonsentrasi dalam reformasi TNI"Ini harus menjadi komitmen bersama," tandasnya.
Fakta bahwa posisi Agus sebagai calon tunggal Panglima TNI, yang mendapat dukungan kuat dari Sekretariat Gabungan terlihat dalam seleksi tersebutHampir semua pertanyaan yang diajukan para anggota Komisi I DPR, bisa dijawab secara diplomatis oleh AgusBahkan proses fit and proper test itu juga diselingi canda tawa yang dimulai dari sejumlah anggota Komisi I.
Sejumlah pertanyaan yang mengemuka adalah terkait pengadaan Alat Utama Sistem Persenjataan (Alutsista) TNIPorsi anggaran untuk Kementrian Pertahanan dan TNI lebih dari Rp 40 triliunNamun, hanya Rp 10 triliun yang dialokasikan untuk pengadaan Alutsista"Apa yang bisa diharapkan dari anggaran per tahun, apa tidak sebaiknya Multiyears," kata Yahya Sacawiria, anggota Fraksi Partai Demokrat yang juga mantan purnawirawan TNI.
Anggota Fraksi Partai Golkar Tantowi Yahya menyoroti praktek bisnis TNI yang masih marak terjadiYang paling terlihat dalam bisnis lapangan udara yang melibatkan bisnis komersial dan militer"Banyak yang komersial, berdekatan dgn militer, secara bisnis dikuasai TNI, bagaimana tanggapan Bapak," kata Tantowi.
Pertanyaan lain yang banyak bermunculan adalah terkait isu terorismeDalam penyampaian visi dan misi, Agus menyoroti ancaman faktual yang berupa gerakan terorisme"Bagaimana supaya TNI juga tidak diremehkan oleh teroris, karena Alutsistanya minim," kata anggota Fraksi PKS Sahfan Badri Sampurno"Teroris ini sudah bersiap untuk menggulingkan negeri, apa tindakan Bapak," kata Tri Tamtomo dari Fraksi PDIPPertanyaan terkait pengambilalihan aset TNI juga muncul dari sejumlah anggota DPR.
Dalam paparannya, Agus menyatakan bahwa sasaran pembangunan pertahanan adalah peningkatan kemampuan pertahanan dan penciptaan situasi negara yang kondusifUntuk mencapai itu, strategi yang dicapai adalah melalui pencapaian kekuatan pokok minimum (Minimum Essential Forces).
Konsep MEF ini, kata Agus dirancang berdasar kemampuan yang TNI harapkan mampu menanggulangi berbagai ancaman"Konsep ini tidak minimum sama sekali," kata pria kelahiran Blitar, 55 tahun lalu itu.
"Dalam hal struktur organisasi, Agus menilai bahwa TNI harus menjadi lembaga yang efisien"Untuk mencapai MEF, kita harus lebih ramping," ujarnyaDia memprogramkan pelaksanaan validasi daftar personel TNI melalui metode Right SizingStrategi MEF itu juga perlu diterapkan dalam pengadaan Alutsista"Karena dengan kemajuan teknologi, Alutsista harus lebih efisien," jelasnya.
Efisiensi yang dimaksud, adalah melalui keterpaduan aspek pengadaan AlutsistaOrientasi Alutsista TNI ke depan harus mencerminkan faktor keleluasaanAlutsista yang dibutuhkan TNI juga harus mempertimbangkan faktor karakteristik geografiKonsep MEF itu diharapkan cukup untuk pengamanan kedaulatan yang meliputi sejumlah titik perbatasanTitik yang perlu diawasi secara khusus diantaranya Selat Malaka, Selat Singapura, Laut Arafura, dan wilayah Kalimantan.
Dengan posisi itu, Agus optimis ke depan porsi anggaran untuk pos Alutsista bisa bertambahDia menyatakan, ke depan alokasi belanja pegawai akan tetapKenaikan anggaran yang didapat setiap tahun bisa digunakan untuk pemeliharaan dan pengadaan alutsista"Melalui MEF, pengeluaran belanja pegawai bisa lebih tetap," ujarnya
Mantan Irjen Dephan itu menyatakan, nantinya TNI akan membangun konsep Integrated Military Surveillance SystemSistem itu akan melakukan patroli keamanan dengan" menggunakan radar utk pengamanan laut dan udara"TNI AU akan kembangkan pesawat tanpa awak utk pengawasan daerah rawan," janjinyaAgus menegaskan, masalah terorisme adalah ancaman yang bersifat faktual"Kami saat ini memiliki pasukan khusus untuk penindakann" ujarnyaNamun, penggunaannya tidak bisa sembarangan, karena tergantung keputusan politik dari DPR.
Di tingkat selanjutnya, Agus menyatakan Kemhan saat ini tengah mengaggas unit khusus penanggulangan terorismeUnit ini nantinya melibatkan TNI, Kepolisian, dan Badan Intelijen Negara dalam kerjanya"Kepolisian nanti akan bertindak seperti FBI, TNI sebagai special forcenya, dan BIN selayaknya CIA di Amerika Serikat," jelasnya.
Terkait isu perbatasan, Agus mengusulkan dibentuknya suatu unit Cost Guard, sebagai pengganti kapal patroli Kementrian Kelautan dan PerikananCost Guard itu nantinya sebagai agensi yang menangani semua problem kelautan"Dengan kewenangan TNI yang lebih luas, kapal Cost Guard itu bisa digunakan untuk berbagai keahlian," ulasnya.
Agus mengakui, pengambilalihan bisnis TNI masih perlu disempurnakanTerkait bisnis di penerbangan komersial, Agus menyatakan bahwa proses itu selama ini bekerjasama dengan Kementrian Perhubungan.
Proses fit and proper test calon panglima TNI dinilai tidak memiliki persiapan berartiPengamat Militer Pro Patria Hari Prihantono menyatakan, paparan yang disampaikan oleh Agus sebagai calon Panglima hanya bersifat normatifAnggota DPR juga dinilai kurang dalam menggali sisi lain Agus di luar paparan visi dan misinya"Seluruh pertanyaan disampaikan hanya berdasarkan paparan, dan kewajiban untuk bertanya," kata Hari di gedung parlemen, Jakarta, kemarin.
Menurut Hari, seharusnya ada fokus yang disampaikan oleh AgusDalam kapasitasnya sebagai KSAL, dirinya seharusnya menyampaikan renstra yang lebih spesifikApalagi, isu perbatasan selama ini menjadi masalah klasik hubungan Indonesia dengan negara tetangga"Apa yg dia tawarkanStrategi apa yang dilakukan untuk menutupi titik rawanBerdasarkan itu apa resntra diaItu tidak muncul sama sekali," kata Hari.
Jalannya proses seleksi juga berlangsung membosankanHari menilai, seharusnya dalam sesi pandangan fraksi saja, proses fit and proper test bisa mendapatkan kesimpulanNamun, proses itu akhirnya diperpanjang melalui sesi pendalaman, dengan materi yang tidak jauh berbeda"Tidak ada jaminan bahwa publik akan mendapatkan safety dari Panglima TNI baru," sorotnya(bay)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menteri PU Akui Ada Penyimpangan
Redaktur : Tim Redaksi