Agustinus Wibowo dan Petualangan Bertahun-tahun di Afghanistan

Lolos dari Perampokan, Pernah Ditawar Pria Homo

Senin, 16 Mei 2011 – 08:08 WIB
Agustinus Wibowo. Foto: ist/Agung Iskandar/Jawa Pos

Agustinus Wibowo bisa disebut sebagai petualang langka asal IndonesiaDia menjelajah daratan Asia Tengah, mulai dari Beijing, Tiongkok, hingga Afghanistan

BACA JUGA: Aparat Pergi, di TKP Hanya Ada Gerobak Nur yang Penuh Darah

Setiap selesai berpetualang, dia bukukan pengalaman tersebut.
-------------------------------------------------------
AGUNG PUTU ISKANDAR, Bandung
------------------------------------------------------
Secara fisik, orang mungkin tidak akan percaya bahwa lelaki yang karib dipanggil Agus ini pernah blusukan ke kampung-kampung di Afghanistan
Tidak tanggung-tanggung, tiga tahun lebih dia tinggal dan berkumpul dengan masyarakat di negara yang dilanda konflik berkepanjangan itu

BACA JUGA: Sartono, Pencipta Lagu Hymne Guru yang Mulai Terganggu Daya Ingatnya

Tubuhnya kecil dan tampangnya lugu
Kulitnya putih bersih dan tidak ada kesan sebagai petualang di daerah yang banyak terdapat perbukitan dan padang pasir itu.

"Saya di Afghanistan sudah biasa setiap hari dengar ada bom

BACA JUGA: Kisah Lain Briptu Norman di Kampung Halaman, Mulai Konser Akbar hingga Foto-Foto Syur

Bahkan, saya pernah tinggal di daerah paling rawanMalah kalau sehari nggak ada bom, terasa aneh," kata Agus lantas terkekeh saat ditemui di toko buku Tobucil, Bandung (13/5)

Entah, sudah berapa kali Agus pulang ke IndonesiaSetelah petualangan panjang dia pada 2003 dan disambung 2005?2009 berakhir, Agus tinggal di Beijing, TiongkokDia bekerja sebagai penerjemah di sebuah media setempatKepulangannya kali ini untuk meluncurkan buku keduanya berjudul Garis BatasBuku pertamanya yang telah banyak beredar berjudul Selimut Debu

Agus tinggal di Afghanistan selama dua periodePeriode pertama dia jalani pada 2003Itu adalah masa ketika Taliban mulai rontokDia tinggal selama sekitar dua bulanKunjungan kedua lebih lamaDia kembali datang ke negeri di Asia Tengah itu pada 2006 dan bablas tinggal selama tiga tahun

Agus memang petualang tulenPerjalanan ke negeri penuh konflik itu dia tempuh melalui jalan darat dari Beijing, TiongkokDari Beijing, dia start pada 2005 dan sampai di Afghanistan pada 2007Perjalanan panjang itu dia lakukan setelah lulus kuliah Computer Science di Tsinghua University, Beijing

Sebelum sampai di negeri yang berbatasan dengan Pakistan itu, Agus mampir di Mongolia, Kazhakstan, Uzbekistan, Turkmenistan, Tajikistan, Kirgisztan, dan IndiaPerjalanan itu sempat terhenti di India saat dia sakit hepatitis sampai opname di rumah sakit setempat"Mata saya tiba-tiba kuningSaya cari di internet, ternyata itu hepatitisSaya merasa hopeless mau melanjutkan perjalanan saat ituTapi, banyak yang menyemangati saya untuk meneruskan perjalanan," kata lelaki asal Lumajang ini

"Di negara-negara itu, Agus tidak sekadar numpang lewatDia tinggal dan berbaur dengan masyarakat setempatTerkadang dia juga bekerja di sana untuk mengumpulkan bekal perjalanan selanjutnyaBahkan, dia juga mempelajari bahasa lokal agar dapat bergaul dengan penduduk setempat

Karena itu, tidak heran, Agus akhirnya menjadi polyglot alias orang yang menguasai beberapa bahasa sekaligusSelain bahasa Inggris dan mandarin, Agus cakap berbahasa Persia, Mongol, Rusia, dan Urdu"Bahasa Persia adalah lingua franca di Asia TengahItu membuat saya bisa survive di India sampai Afghanistan," katanya

Hal senada juga menjadi alasan mengapa dia berupaya mampu berbahasa RusiaSebab, di negara-negara pecahan Uni Soviet seperti Uzbekistan, Kazhakstan, dan Turkmenistan, lingua franca-nya adalah bahasa Rusia"Tapi, saya malah sampai sekarang belum pernah ke Rusia," kata lelaki 29 tahun ini, lantas tersenyum.

Selama bertualang di daratan Asia Tengah, Agus sengaja tidak pelesir ke tempat-tempat wisataDia berupaya berbaur dengan masyarakat untuk bisa menjadi bagian dari merekaKadang-kadang untuk memikat hati penduduk yang angkuh, dia beber foto-foto perjalanan dia, plus foto-foto tentang Indonesia"Untuk memecah kebekuan, juga untuk mengenalkan diri saya," katanya

Sambutan mereka tidak semuanya bagusAgus pernah beberapa kali dirampok, bahkan hampir diculikSaat tinggal di Kabul, Afghanistan, dia hampir diculik supir taksiSaat itu, dia minta diantarkan ke suatu tempatNamun, supir itu malah membawanya berputar-putar sampai ke sebuah bukit gelapAgus khawatir dia akan diserahkan ke Taliban

Supir itu lantas memalak Agus USD 20Agus ingat kata-kata salah seorang staf KBRI yang dia temui: jika dalam keadaan sulit, jadilah orang muslim"Saya langsung baca keras-keras doa yang saya hafal saat kecilSeperti robbana aatina fiddunya khasanah," katanyaSupir tersebut langsung berteriak, "Iya, iya, kamu bayar saya dulu, nanti saya akan kembali jadi muslim."

Agus tak habis akalDia berjanji memberi perampok itu USD 100 jika diantarkan ke kantornyaSaat itu, Agus kebetulan bekerja di media lokal sebagai editor fotoNah, kantor Agus dekat dengan kantor sebuah kementerian Afghanistan yang dijaga banyak tentara"Begitu lewat di depan kementerian, saya langsung lompat keluar taksi sampai berguling-gulingSupir taksinya lariBisa dibilang, saya yang merampok taksi karena mengantar saya jalan-jalan gratis," katanya lantas terkekeh

Masyarakat Afghanistan, kata Agus, adalah masyarakat yang sangat memegang teguh budayanyaMereka bangga menjadi bangsa AfghanMereka juga tidak peduli bahwa negaranya kalah maju daripada Pakistan atau Kazhakstan yang cenderung kapitalisMereka bahkan menganggap Pakistan adalah negara yang berdiri di atas tanah Afghanistan

"Pakistan sendiri sejarah pembentukannya kan begituAda campur tangan Inggris yang memisahkan wilayah tersebut menjadi Pakistan dan Afghanistan," tutur Agus soal anggapan warga AfghanistanSaking bencinya, nama Pakistan sering dipelesetkan menjadi Fuckistan

Budaya yang dipegang teguh itu juga termasuk pemisahan lelaki-perempuanSetiap perempuan yang keluar rumah harus mengenakan burqa atau penutup kepalaPerempuan juga memiliki ruang sendiri di dalam rumah tempat mereka bisa membuka burqaRuang itu haram dikunjungi lelaki

Namun, ungkap Agus, budaya itu justru sangat melindungi perempuanSebab, tingkat pelecehan terhadap perempuan di Afghanistan sangat rendahPerempuan sangat dihormatiBahkan, guyonan porno para lelaki Afghan yang menjadikan perempuan sebagai objek pun tidak ada"Paling-paling ya soal ukuran," kata Agus, lantas terbahak

Secara tradisional, kata Agus, orang Afghanistan merupakan masyarakat yang sangat menghargai tamu-tamunyaDengan potensi wisata yang cukup menjual, sejumlah NGO (Non Government Organization) berupaya mengolah keramahan itu

Sayangnya, upaya itu malah merusak budaya asli merekaBangsa Afghan menjadi lebih materialistik dan berorientasi duitKarena itu, wisata Afghanistan kini menjadi wisata mahal

Laki-laki Afghanistan, kata Agus, sangat terobsesi dengan maskulinitasBanyak gym atau fitness center berdiri meski dengan peralatan karatanLelaki tua atau muda bisa menghabiskan waktu berlama-lama di gym demi perut six pack dan otot biceps atau triceps yang gempalIronisnya, para lelaki juga gemar sinetron melankolis"Sinetronnya tentang mertua yang kejam dengan menantu yang sabarKalau mereka nonton, istri atau anggota keluarga yang perempuan tidak boleh ikut," ujarnya.

Masyarakat Afghanistan, kata Agus, kebanyakan membenci TalibanMereka menganggap organisasi pro Osama Bin Laden itu adalah lembaga bikinan Pakistan untuk menguasai Afghanistan"Mereka tidak percaya Osama benar-benar adaOsama, menurut mereka, hanya rekaanOrang Afghanistan juga percara teori-teori konspirasi," katanya

Afghanistan juga mengenal prostitusi meski sangat sedikit dan tersembunyiAda kode khusus untuk menyebutnyaYakni, Chinese RestaurantSaat Taliban runtuh, berdiri beberapa restoran China yang juga menyediakan perempuanPada 2006, praktik tercela itu digerebek petugas keamanan"Tapi, orang tetap menyebut prostitusi dengan istilah Chinese Restaurant," ujarnya

Objek prostitusi juga tidak hanya perempuanPernah, seorang lelaki Afghan meminta Agus menginap di rumahnya dengan bayaran USD 3Agus menolak"Saya tidak semurah ituHarga saya USD 4,5Eh, dia pergiKatanya kemahalan," kata Agus,  lantas terbahak

Petualangan seru Agus di Afghanistan akhirnya harus berhenti pada 2009Dia mendengar kabar bahwa ibu tercintanya, Widyawati, jatuh sakitKanker menggerogoti tubuhnyaDengan duit tabungan bekerja di Afghanistan, dia pulang ke  LumajangDia bawa ibunya berobat ke TiongkokNamun, ibunda tercinta itu harus meninggal pada 2010

Karena itu, buku kedua Agus berjudul Garis Batas yang segera rilis dipersembahkan untuk ibundanyaWidyawati termasuk orang yang pernah tidak setuju Agus bertualangKarena itulah, kedua orang tuanya tidak pernah membiayai petualangan Agus"Semua kabar buruk juga tidak pernah saya sampaikan ke rumahBahwa saya pernah dirampok dan sakitTakut mereka khawatir," katanya

Di buku keduanya tersebut, Agus bertutur tentang garis batas yang dimiliki setiap bangsa dan individuGaris batas itu, kata dia, diciptakan untuk mengotak-kotakkan manusia dalam label-label tertentuItu dia temukan saat dia berkunjung ke negara-negara pecahan Uni Soviet

Negeri komunis legendaris itu menciptakan negara berdasar  satu identitas kebangsaanSuku Afghan mereka "bikinkan" negara Afghanistan, Uzbek dengan Uzbekistan, bangsa Kirgis dengan Kirgisztan, dan negara-negara pecahan lainnyaUni Soviet memberikan definisi negeri dan bangsa lengkap dengan ciri dan pen-sifat-an mereka

Bahkan sampai pada pola penyebaran sukuYakni, kampung suku Uzbek pasti akan dikelilingi kampung Kirgis"Bagaimana sebuah negara yang berada ribuan kilometer jauhnya bisa sampai memengaruhi mereka, memberi garis batas mereka seperti ini," katanya

Kini Agus masih punya satu obsesi petulanganDia ingin tinggal di Syria untuk belajar bahasa ArabMenurut dia, bahasa Arab sangat spesialBahasa itu tidak bisa dipelajari sendiri"Saya juga ingin menjelajahi Rusia dari sisi timur sampai baratBiar bisa menulis lebih detail lagi soal Rusia," katanya, lantas tersenyum(*/nw)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mengunjungi Pesantren Al-Zaytun bersama Menag, ketika Gencar Dituduh Markas NII


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler