jpnn.com, JAKARTA - Ahli tim kuasa hukum paslon 01 Edward Omar Sharif Hiariej atau biasa juga dikenal Eddy Hiariej membeber kelemahan permohonan sidang sengketa hasil Pilpres 2019 yang dimohonkan tim kuasa hukum pasangan capres dan cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto - Sandiaga Uno.
Di uraian awal permohonan, kata Eddy, pemohon hanya menunjukan pelanggaran-pelanggaran pemilu seperti penyalahgunaan APBN dan program kerja pemerintah, ketidaknetralan aparatur negara seperti polisi dan intelijen, penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, pembatasan kebebasan media dan pers, serta diskriminasi dalam penegakkan hukum.
BACA JUGA: Anas Nashikin Sempat Bingung soal Sosok Hairul Anas Suaidi
Menurut dia, uraian permasalahan itu merupakan pelanggaran pemilu. Mengacu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, hal itu seharusnya dilaporkan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Nantinya, kata dia, Bawaslu yang melakukan kualifikasi berbagai pelanggaran tersebut, dikategorikan pelanggaran administrasi, sengketa administrasi atau pidana pemilu.
BACA JUGA: Pertanyaan Tim Hukum Prabowo - Sandi ke Anas Nashikin Bikin Komisioner KPU Naik Pitam
"Berdasarkan hasil kualifikasi tersebut, Bawaslu akan mendistribusikan kasus sengketa pemilu ke DKPP, KPU, Peradilan Umum ataukah Peradilan Tata Usaha Negara," ucap dia dalam sidang sengketa hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (21/6) ini.
BACA JUGA: Hakim Saldi Isra Tanya ke Saksi 01: Mana yang Benar?
BACA JUGA: Ahli 01 Tantang Tim Prabowo Hadirkan SBY di Sidang Sengketa Pilpres 2019
Dari uraian permohonan, lanjut dia, tim kuasa hukum paslon 02 tampak mencampuradukkan antara sengketa pemilu dengan perselisihan hasil pesta demokrasi.
"Sekali lagi, kuasa hukum pemohon tidak hendak menyoal tentang hasil perhitungan suara yang merupakan kewenangan MK, tetapi justru mempersoalkan hal lain di luar kewenangan MK," ucap dia.
Dia menyadari, uraian awal permohonan tim kuasa hukum paslon 02, berasal dari putusan MK tentang perselisihan Pilkada. Namun, perselisihan di Pilkada berbeda kelas dengan sengketa hasil Pilpres.
"Masing-masing perkara mempunyai sifat dan karakter tersendiri yang sudah tentu didasarkan pada fakta yang berbeda pula. Judicandum est legibus non exemplis. Artinya, putusan harus dibuat berdasarkan hukum, bukan berdasarkan contoh," pungkas dia. (mg10/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PPP: Aksi Alumni 212 di Gedung MK Hanya Akan Memperkeruh Suasana
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan