Ahli Anggap Kasus ATM Bank DKI Bukan Ranah Pidana Korupsi

Kamis, 06 November 2014 – 21:14 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Persidangan perkara korupsi pengadaan anjungan tunai mandiri (ATM) Bank DKI dengan terdakwa Direktur Utama PT Karimata Solusi Padu (KSP),  Hendry J Maraton di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/11) menghadirkan dua pakar hukum sebagai ahli. Mereka adalah Erman Rajagukguk dan Chairul Huda.

Pada persidangan itu, Erman yang juga guru besar ilmu hukum di Universitas Indonesia mengatakan, perkara yang tengah disidangkan itu tak layak masuk ranah pidana.  Sebab, tidak ada unsur kerugian negara dalam kasus itu karena Bank DKI sebagai badan usaha milik daerah (BUMD) secara badan hukum terpisah dari Pemprov DKI.

BACA JUGA: Aspal Ambles di Pejompongan, Palyja Duga Pengendara Geser Tanda Peringatan

“Suatu bank BUMD berbentuk PT adalah suatu badan hukum yang terpisah. Harta kekayaannya dari kekayaan pengurus yaitu direksi dan komisaris serta pemegang sahamnya (pemerintah daerah). Harta kekayaan BUMD bukanlah harta kekayaan negara,” tegas Erman.

Pakar hukum yang pernah dipercaya menduduki jabatan wakil sekretaris kabinet itu menegaskan, perjanjian proyek pengadaan ATM antara Bank DKI dengan PT KSP murni urusan bisnis. Selain itu, lanjutnya, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) juga tak berwenang melakukan audit terhadap Bank DKI. Sebab, pihak yang harusnya mengaudit adalah kantor akuntan publik.

BACA JUGA: Hormati Pahlawan, Berhenti Semenit di Jalan

Erman lantas merujuk pada ketentuan Pasal 66 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. “BPKP tidak mempunyai wewenang untuk menyatakan suatu kerugian BUMD adalah kerugian keuangan negara,” jelasnya.

Sedangkan Chairul Huda mengatakan, kerugian yang dialami BUMD atau BUMN karena bisnis tidak serta-merta bisa dianggap kerugian negara. Sebab, pemerintah hanya menjadi pemegang saham.

BACA JUGA: PAM Palyja Bertanggung Jawab Amblesnya Jalan di Pejompongan

“Negara sebagai pemilik dari suatu BUMN atau BUMD ya terbatas pada sahamnya. Jadi kerugian negara apabila berkurang nilai sahamnya, hilang nilai sahamnya, tidak dari terjadinya kerugian bisnis yang dijalankan oleh BUMD,” katanya.

Kasus itu bermula ketika pada 2009 Bank DKI membutuhkan 100 unit ATM. Selanjutnya, PT KSP ikut lelang dan menjadi penyedia ATM untuk Bank DKI dengan sistem sewa. Namun, Bank DKI menghentikan kontrak secara sepihak.(jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Direktur Perusahaan Diduga Tembak Kepala Sendiri


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler