jpnn.com, JAKARTA - Ahli Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono mengkritik Menteri BUMN Erick Thohir atas pernyataan soal izin BPOM terkait penggunaan obat antiparasit ivermectin sebagai terapi Covid-19. Belakangan, Erick menarik kembali ucapannya itu.
"Walaupun pada akhirnya Pak Erick Thohir mengoreksi pernyataannya dengan mengatakan tidak, bukan sebagai obat Covid-19, saya terpaksa mengatakan Pak Erick bohong. Enggak boleh, lho, sebagai menteri bohong seperti itu," tutur Pandu Riono dalam kanal Hersubeno Point di YouTube baru-baru ini.
BACA JUGA: Ahli Epidemiologi UI: Vaksin yang Kita Pakai Bukan Terbaik di Dunia
Padahal, lanjut Pandu, ketika mendengar obat ini diizinkan sebagai terapi Covid-19, Indofarma dan BUMN sudah telanjur gembira. Ditambah lagi rencana memproduksi 4 juta obat per bulan untuk mengatasi pandemi ini.
Menurut Pandu, Erick Thohir telah bermain dengan kata-kata. Dibilang bukan sebagai obat, tetapi untuk terapi Covid.
BACA JUGA: Ferdinand Menyebut Vonis Rizieq Shihab Terlalu Ringan, Seharusnya...
"Itu kan sama saja untuk Covid. Padahal saya tanya BPOM enggak mengizinkan itu untuk obat Covid-19," ujarnya.
Juru wabah UI ini juga menyentil Erick yang terjun langsung mengurusi masalah obat. Seharusnya hal ini diurus langsung oleh Indofarma selaku produsen obat ivermectin.
BACA JUGA: Soal Jokowi 3 Periode, Ruhut Sitompul Menyebut PDIP Tidak Setuju, tetapi
"Jadi, saya baca beritanya tiba-tiba ada surat dari Pak Erick Thohir kepada BPOM untuk meregistrasi ivermectin. Itu aneh kan. Kenapa harus menteri langsung," kritiknya.
Pandu menyatakan bahwa Ivermectin sebenarnya sudah lama digadang-gadang sebagai obat potensial untuk pencegahan dan pengobatan Covid-19. Bahkan, kejadian di India yang tadinya kasus positif Corona tinggi menjadi turun karena obat ini.
Di sisi lain, kata Pandu Riono, ivermectin menjadi menarik karena patennya sudah habis dan kini jadi generik. Sehingga, siapa saja bisa menjual obat tersebut dengan harga yang relatif rendah.
"Meski murah tetapi keuntungannya besar. Apalagi kalau dipakai banyak orang. Jadi, ini sebenarnya motifnya keuntungan," ucap Pandu. Dia juga membayangkan ketika obat tersebut dijual seharga Rp 7.000, tetapi bagaimana kalau ternyata biaya produksinya cuma Rp 5.
Pandu mengaku tidak memusuhi Erick Thohir, tetapi hanya mengoreksi agar sebagai menteri lebih berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan.
Doktor lulusan University of California Los Angeles-USA ini meyakini Erick Thohir berkinerja bagus. Tetapi kalau sampai putus asa mengurusi Indofarma, Pandu justru mempertanyakan ada apa dengan anak perusahaan BUMN itu.
"Apa (Indofarma, red) mau bangkrut sehingga harus dibantu produksi obat supaya selamat? Supaya harga sahamnya naik, tetapi ini kan enggak fair bagi lainnya," pungkas Pandu Riono. (esy/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad