jpnn.com, JAKARTA - Sejumlah akademisi senior baru-baru ini melakukan eksaminasi atas vonis Ferdy Sambo, terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Terkait hal itu, ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Prof Mudzakkir menyampaikan eksaminasi merupakan langkah akademis yang dapat memperkaya sudut pandang kasus pidana.
BACA JUGA: Eksaminasi Vonis Mati Sambo, Chairul Huda Nilai Hakim Pakai Konstruksi Terpaksa
Tak hanya itu, lanjut Prof Mudzakkir, proses eksaminasi dapat dilakukan meski suatu putusan meski belum memiliki kekuatan hukum tetap.
"Kalau sudah memiliki kekuatan hukum tetap itu jauh lebih bagus. Tapi seandainya belum juga boleh saja," kata Prof Mudzakkir melalui keterangan, Senin (19/6).
BACA JUGA: Eksaminasi Vonis Ferdy Sambo, Akademisi Khawatir Putusan Hakim Berdasar Tekanan Publik
Dalam konteks eksaminasi putusan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, lanjut dia, perlu dijaga agar eksaminasi tersebut dilakukan secara adil, berdasarkan argumen yang kuat dan obyektif.
Diskusi dan perdebatan terkait putusan hukum harus dilakukan dengan menghormati integritas dan independensi lembaga peradilan.
"Nah pertanyaanya, ini suatu intervensi atau tidak? Menurut saya itu tidak, karena prinsipnya melakukan eksaminasi adalah kinerja ilmiah yang bersifat objektif dengan instrumen-instrumen hukum, pengetahuan hukum dan khasanah filsafat hukum," terangnya.
Prof Mudzakir menegaskan eksaminasi putusan bukan berarti meragukan atau mempertanyakan otoritas pengadilan.
Para hakim merupakan pihak yang profesional dan bertugas memberikan keputusan berdasarkan hukum yang berlaku.
Eksaminasi putusan bertujuan untuk menjaga akuntabilitas pengadilan dan memastikan bahwa proses hukum berjalan secara transparan.
"Proses hukumnya sudah tetap. Apalagi, proses hukumnya berbeda dengan hakim-hakim. Tentunya hakim yang yang mengadli perkara itu juga berbeda, dan sifatnya objektif ya," kata ahli hukum pidana dan viktimologi tersebut.
Sementara itu, ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan bahwa eksaminasi merupakan hal yang lumrah, dan bukan suatu intervensi yang bertujuan untuk mempengaruhi putusan hakim, melainkan sebagai mekanisme pengawasan yang diperlukan dalam sistem peradilan.
Melalui proses ini, pihak yang merasa dirugikan atau tidak puas dengan putusan yang dikeluarkan dapat mengajukan argumen atau bukti baru yang dapat mengubah pandangan hakim dalam memutuskan suatu kasus.
Bagi Fickar, karena dilakukan para akademisi maka eksaminasi tentu saja tidak dapat dimaknai sebagai sebuah intervensi.
Pasalnya, para akademisi melakukan pengujian berdasarkan sejumlah alat, mulai dari teori hukum, peraturan-peraturan pidana, atau peraturan lain yang berkaitan dengan objek eksaminasi.
"Eksaminasi dilakukan dari disiplin ilmu seperti sosiologi, kriminologi, psikologi, atau ilmu lainnya yang relevan, tidak hanya ilmu hukum, sehingga melihat satu peristiwa bisa dari berbagai aspek atau kacamata atau sudut pandang,” ujar Abdul Fickar Hadjar.
Menurut dia, tidak ada syarat atau ketentuan untuk melakukan eksaminasi.
Semua masyarakat bisa melakukannya, asalkan dapat dipertanggungjawabkan pendapatnya.
Sebagai kajian akademis, tentu saja berbeda dengan putusan pengadilan, sehingga hasilnya tidak mengikat. Namun tentu saja memperkaya perspektif hukum dan dapat menjadi acuan akademis.
"Dari akademisi, hanya murni sebagai bahan pengetahuan atau penelitian saja,” jelasnya.
Dari hasil eksaminasi yang dilakukan, melalui berbagai kajian literatur yang tersedia, akhirnya akan bisa dilihat, apakah sebuah keputusan seorang hakim itu, misal dipengaruhi oleh berbagai hal-hal lain selain hukum atau tidak.
Kemudian dapat diketahui apakah ketika putusan yang dijatuhkan oleh hakim, apakah dalam keadaan tertekan atau tidak. Tekanan tersebut dapat bermacam-macam, seperti ancaman fisik, kekuasaan, hubungan personal, dan tekanan uang.
“Apakah putusan dijatuhkan hakimnya dalam keadaan tertekan atau tidak, meskipun prinsipnya hakim itu bebas,” jelasnya.
Dalam konteks kasus Ferdy Sambo, eksaminasi putusan tersebut seharusnya dilihat sebagai bagian yang penting dalam menegakkan keadilan.
Menurutnya, dengan adanya mekanisme ini, putusan yang diambil hakim dapat diuji ulang dan diperiksa secara objektif demi mencapai keadilan yang lebih baik.
"Oleh karena itu, publik diharapkan untuk tidak melihat eksaminasi putusan ini sebagai intervensi hukum yang tidak seharusnya terjadi, tetapi sebagai bagian dari sistem yang bertujuan untuk menjaga integritas dan kualitas putusan pengadilan," pungkas Abdul Fickar Hadjar. (mar1/jpnn)
Redaktur & Reporter : Sutresno Wahyudi