Ahli IPB: Pemerintahan Jokowi Paling Serius Tangani Karhutla

Rabu, 22 Agustus 2018 – 15:59 WIB
Manggala Agni padamkan karhutla. Foto: Humas KLHK

jpnn.com, JAKARTA - Ahli kebakaran hutan dan lahan dari Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo menyoroti vonis Pengadilan Tinggi (PT) Palangkaraya terhadap pemerintah baru-baru ini.

Pengadilan tersebut menerima gugatan terkait Kebakaran hutan dan lahan (karhutla), dan memutuskan bahwa tergugat dalam hal ini Presiden Joko Widodo dan enam pihak lainnya bersalah serta harus membuat PP tentang karhutla.

BACA JUGA: Kabut Asap Lagi, Polisi Siap Sikat Pelaku Karhutla!

Menanggapi hasil putusan itu, Bambang mengingatkan semua pihak memahami dulu sejarah awal kasus yang bergulir di PT Palangkaraya tersebut sebelum berpendapat.

''Gugatan itu terkait kasus kebakaran tahun 2015 yang menjadi salah satu kejadian terburuk karhutla yang pernah dialami Indonesia,'' kata Bambang pada media, Rabu (22/8).

BACA JUGA: Karhutla Merajalela di Kalbar, ke Mana Sekda dan Gubernur?

Saat itu Presiden Jokowi baru saja menjabat, dan kasus karhutla memang sudah menjadi langganan setiap tahun terjadi di daerah-daerah rawan.

Banyak faktor menjadi penyebabnya, mulai dari jor-joran izin di masa lalu, alih fungsi lahan gambut, lemahnya penegakan hukum, hingga ketidaksiapan pemerintah saat titik api sudah meluas.

BACA JUGA: Karhutla di Kalbar Terjadi Akibat Gawai Serentak

Seiring dengan berjalannya waktu, belajar dari Karhutla 2015, Presiden Jokowi langsung mengambil langkah cepat dan tegas. Terjadi perubahan besar-besaran dalam menangani Karhutla di Indonesia.

''Dari 12 tuntutan yang diajukan itu, tepatnya sebelum gugatan dikabulkan PN pada Maret 2017, sebagian besar sebenarnya sudah dipenuhi,'' tambah Bambang.

Pada 2015 saat terjadi karhutla parah, Menteri LHK telah menerbitkan Surat Edaran 494/2015 kepada seluruh pemegang konsesi untuk menghentikan semua kegiatan pembukaan gambut dan pembukaan kanal/drainase yang menyebabkan kekeringan ekosistem gambut.

Lalu Menteri LHK juga menerbitkan PermenLHK P.77/2015 yang mengatur pengambilalihan areal terbakar di konsesi oleh pemerintah. Ini merupakan langkah berani pertama dan belum pernah dilakukan sebelumnya oleh pemerintah.

Januari 2016, Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No.01 Tahun 2016 untuk membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG) untuk merestorasi areal gambut terbakar 2015.

Hingga lahirnya PP 57 tahun 2016 tentang tata kelola gambut yang menjadi awal pondasi moratorium pembukaan gambut baru.

PP terkait gambut ini menjadi sejarah sendiri, karena moratorium tidak hanya berlaku pada izin gambut yang lama, tapi juga pada konsesi izin yang lama tidak diperbolehkan lagi melakukan pembukaan lahan gambut.

Termasuk melakukan moratorium pembukaan kanal yang menyebabkan gambut menjadi kering dan rentan terbakar.

Mengapa harus moratorium pembukaan gambut? Karena lahan gambut sangat rentan sekali terbakar dan sebagian besar karhutla terjadi di lahan gambut, dan sangat sulit dipadamkan.

Selanjutnya lahir PermenLHK nomor 32 tahun 2016, PermenLHK terkait pengelolaan dan pemulihan gambut nomor 14 sampai dengan 17 tahun 2017.

Hingga SOP pencegahan Karhutla 2016 oleh Kemenko Perekonomian, PermenLHK nomor 9 tahun 2018 tentang siaga darurat kebakaran, serta keseriusan penegakan hukum yang untuk pertama kali baru berani menyasar korporasi secara tegas.

''Saya justru setuju jika dikatakan di era Presiden Jokowi karhutla ditangani dengan sangat serius, meskipun masih ada beberapa yang belum beres, tapi beberapa kebijakan sudah menjawab tuntutan publik,'' kata Bambang.

Menurutnya, penanganan karhutla secara menyeluruh dari hulu ke hilir di masa pemerintahan Presiden Jokowi, telah membawa hasil signifikan.

Indonesia akhirnya untuk pertama kali bisa bebas bencana Karhutla dan asap secara nasional pada 2016 dan 2017 lalu, setelah hampir dua dekade lamanya selalu mengalami bencana yang sama.(flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jelang Asian Games, Cegah HP Kemampo dari Kahurtla


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler