Ahli Paru: Tradisi dan Budaya Merokok Harus Diubah

Selasa, 14 Juni 2022 – 19:18 WIB
Produk rokok. Foto ilustrasi: dok Bea Cukai

jpnn.com, JAKARTA - Dokter spesialis paru Siloam Hospitals Dhirga Surya Medan dr. Rudy Irawan Sp. P(K) menyebut Indonesia termasuk negara dengan jumlah perokok terbanyak untuk kawasan Asia Tenggara (ASEAN).

Berdasarkan laporan Southeast Asia Tobacco Control Alliance (Seatca) berjudul The Tobacco Control Atlas tahun 2019, jumlah perokok aktif di Indonesia sebanyak 65,19 juta orang.

BACA JUGA: Kritikan Staf Ahli Menag bagi YouTuber yang Menikahi Kambing, Menohok

"Ada lebih dari tujuh ribu macam senyawa kimia dalam TAR, sebagian di antaranya berbahaya terhadap kesehatan," kata dokter Rudy Irawan dalam webinar Memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia pada Senin (13/6).

Dia menjelaskan di dalam asap rokok, zat yang paling membahayakan adalah TAR yang dihasilkan dari proses pembakaran zat kimia dan partikel padat (solid carbon) yang hanya dihasilkan saat rokok dibakar.

BACA JUGA: Daerah Ini Ajukan Formasi PPPK 2022 ke KemenPAN-RB, Guru Paling Banyak

Selain itu juga ada sedikitnya 250 zat di dalam batang rokok yang berbahaya, dan 69 jenis di antaranya diketahui bersifat karsinogenik, yaitu dapat menyebabkan kanker.

"Dari data tersebut dan dampak merokok aktif sama bahayanya dengan yang terpapar atau disebut perokok pasif," ujar Rudy.

BACA JUGA: Istri Kepsek & Kerabatnya Ini Terlibat Pengeroyokan Guru yang Viral Itu

Lalu, ditemukan juga risiko terpapar penyakit atau gangguan kesehatan bagi perokok aktif maupun pasif adalah sama, satu banding satu.

Gangguan kesehatan yang sangat mungkin timbul bagi perokok aktif dan pasif adalah gangguan pernapasan, kanker paru, penyakit jantung kronis, stroke karena penyempitan pembuluh darah otak, dan lain sebagainya.

Sebagai solusi utama, Rudy mengingatkan hal penting bagi masyarakat yang ingin sekali berhenti merokok adalah menciptakan kondisi lingkungan yang sehat dengan memulainya dari niat dan berkonsultasi kepada dokter.

"Juga menghindari stres, berolahraga rutin, dan pola makan serta pola istirahat yang baik bagi tubuh sekaligus berdoa kepada Yang Maha Kuasa," kata Rudy.

Rudy mengatakan perokok di tanah air harus menjadi perhatian karena data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 mencatat jumlah perokok di atas 15 tahun sebanyak 33,8 persen. Dari jumlah tersebut 62,9 persen merupakan perokok laki-laki dan 4,8 persen perokok perempuan.

Dokter Rudy juga menjawab tentang adakah sisi positif dengan merokok? Menurut dia, hal positif merokok hanya sejumlah 0,000001 persen, yaitu timbulnya efek relaksasi (perasaan tenang yang semu) pada saat mengisapnya.

BACA JUGA: Permintaan Pak Najamuddin Tegas, Tinjau Ulang Penghapusan Honorer

Namun, pada dasarnya hal tersebut merupakan pemenuhan kecanduan nikotin yang sudah ada dan terus mengirimkan "sinyal terpenuhi" dalam tubuh perokok.

"Tradisi dan budaya merokok harus diubah untuk mengurangi dampak negatif dari rokok dan mengutamakan kemaslahatan masyarakat," tutur Rudy.

Jika dilihat dari karakteristik dan perilakunya, kata dia, upaya untuk mengatasi masalah rokok di Indonesia harus melalui berbagai pendekatan, baik budaya, kesehatan, ekonomi, regulasi dan komunikasi.

Pendekatan holistik itu diperlukan agar dalam penanganannya dapat dipetakan bagaimana aspek tradisi dan budaya merokok mempengaruhi gaya hidup seseorang. (esy/fat/jpnn)


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler