jpnn.com, JAKARTA - Perusahaan konsultan dss+ menilai Indonesia telah mengalami pertumbuhan yang positif dan agresif dalam pembangunan dan pengoperasian fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral dalam beberapa tahun terakhir.
Hal itu merupakan efek dari strategi nasional untuk mendorong industri hilir.
BACA JUGA: AKSI Sebut 4 Tahun Terakhir Industri Kopi Tanah Air Terus Menanjak
Mining & Metals Lead dss+ Indonesia Alfonsius Ariawan mengatakan meskipun situasi ini merupakan peluang transformasional bagi negara dan rantai nilai pada sektor pertambangannya, perlu perencanaan yang matang serta pengawasan berkelanjutan agar tidak membahayakan sektor industri pengolahan mineral.
Dia menjelaskan pada salah satu kajian terbarunya dss+ menyajikan pandangannya mendalam atas sejumlah persyaratan yang mendasari keberhasilan peluncuran dan pengoperasian fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral di Indonesia.
BACA JUGA: Indonesia Resmi jadi Anggota FATF, Upbit Optimistis Industri Kripto Tumbuh Positif
Menurut Alfonsius, secara khusus, kajian ini menyoroti bagaimana dss+ telah mengidentifikasi bahwa dalam konteks ekonomi global yang lebih luas, sebanyak hingga 67 persen dari proyek modal mengalami kegagalan dalam aspek waktu, biaya, kualitas, atau keselamatan.
"Tantangan merupakan perhatian khusus bagi sektor pengolahan dan pemurnian mineral di Indonesia dan mendorong para pemangku kepentingan untuk mengambil langkah-langkah krusial dalam memastikan hasil investasi modal yang sesuai anggaran atau lebih baik," kata Alfonsius dalam keterangannya di Jakarta, Senin (20/11).
Alfonsius menyebutkan bahwa langkah strategis oleh pemerintah Indonesia dalam melarang ekspor mineral diidentifikasi sebagai sebuah pendorong kuat dalam meningkatkan keuntungan jangka panjang bagi negara dari kekayaan mineralnya.
Di samping itu, upaya mengurangi ketergantungan terhadap impor logam olahan sekaligus meningkatkan nilai ekspornya, Indonesia bersiap untuk menjadi pemimpin di tingkat global, tak hanya dalam produksi mineral saja, tetapi juga dalam ekspor mineral olahan bernilai tinggi.
Meskipun angka awal menunjukkan sektor pengolahan dan pemurnian mineral sangat menguntungkan, baik pelaku industri maupun regulator. Namun, regulator harus menyadari adanya tantangan yang berpotensi menghambat pertumbuhan masa mendatang bila tidak dikelola secara efektif.
“Pemahaman yang jelas atas risiko serta rencana yang dipikirkan secara matang dan penuh kehati-hatian oleh para operator aset menjadi sangatlah penting,” ujar Alfonsius.
Alfonsius menegaskan keberlanjutan merupakan faktor utama lain yang perlu dipertimbangkan dan dijalankan oleh industri lokal. Mitra luar negeri dalam industri ini menitikberatkan perhatiannya kepada sumber/asal dari mineral serta jejak lingkungan dan keberlanjutannya.
"Hal ini didorong oleh regulator mereka yang mengharuskan adanya pelaporan yang transparan, termasuk pengguna akhir yang juga menuntut hal tersebut. Operator serta investor sektor pertambangan dan pengolahan dan pemurnian mineral perlu senantiasa mengembangkan penawaran mereka.”
Sejak dimulai pada 2014, beberapa kebijakan pembatasan ekspor bijih telah diterapkan dalam beberapa tahap. Ekspor nikel dihentikan seluruhnya sejak Januari 2022, sementara pengiriman bauksit dihentikan pada Juni 2023.
Sisa bijih logam, termasuk tembaga, bijih besi, timah, dan seng, yang awalnya juga dijadwalkan akan dilarang ekspor mulai Juni 2023 kini telah diperpanjang hingga Mei 2024 karena penundaan pembangunan smelter yang terdampak oleh pandemi.
Meskipun kebijakan ini dianggap relatif baru, langkah strategis ini telah menunjukkan hasil yang menjanjikan. Untuk nikel, pemerintah Indonesia telah memastikan nilai ekspor produk nikel olahan pada 2021 diperkirakan mencapai USD 30 miliar atau sepuluh kali lebih besar dibandingkan nilai dari keseluruhan ekspor nikel empat tahun sebelumnya.
Angka tersebut mencerminkan peningkatan produksi serta mendorong pelaksanaan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, dengan 1.600 ribu ton logam yang ditambang pada 2022 (naik dari 345.000 metrik ton pada 2017), Indonesia merupakan pemimpin global dalam produksi nikel, diikuti oleh Filipina dengan produksi 330 ribu ton.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul