Praperadilan Bupati Buton

Ahli Sebut Pemeriksaan Calon Tersangka Hukumnya Wajib

Minggu, 22 Januari 2017 – 22:46 WIB
Bupati Buton Samsu Umar Abdul Samiun. Foto: Fajaronline

jpnn.com - jpnn.com -  Sidang praperadilan antara Bupati Buton nonaktif Samsu Umar Abdul Samiun melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memasuki babak akhir. 

Pada Selasa (24/1) nanti akan dilakukan pembacaan putusan yang akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan dipimpin oleh hakim tunggal Noor Edi Yono.

BACA JUGA: Telusuri Aliran Duit Suap Rolls-Royce lewat LHKPN Satar

Sebelumnya, Hakim Noor Edi Yono sudah mendengar semua keterangan pada saksi ahli dan saksi fakta yang dihadirkan oleh pihak pemohon dan termohon.

Ada 4 orang saksi ahli dan 2 orang saksi yang dihadirkan oleh Umar Samiun. Mereka adalah Laica Marzuki, Margarito Kamis, Choirul Huda dan Mudzakir.

BACA JUGA: KPK Mulai Garap Saksi Suap Rolls-Royce Pekan Depan

Sedangkan saksi fakta adalah Arbab Paproeka dan La Ode Agus Mukmin. Dari pihak KPK hanya menghadirkan saksi ahli Adnan Pasiladja.

Dalam keterangannya, Laica Marzuki menerangkan, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, penetapan tersangka harus berdasarkan minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana termuat dalam pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya.

BACA JUGA: Ada Indikasi Penerima Lain di Kasus Suap Rolls-Royce

Dijelaskan, tidak dibenarkan dalam Hukum acara pidana menetapkan seseorang subjek hukum selaku tersangka tanpa terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan.

"Pemeriksaan calon tersangka menjadi syarat mutlak sebelum penetapan tersangka," tegas mantan Hakim Agung ini didalam persidangan.

Hal tak jauh beda juga dikatakan ahli Margarito Kamis mengenai putusan MK. Menurutnya, hasil putusan MK bersifat final and binding berlaku sebagai hukum positif, mengikat kepada semua sejak diundangkan dan bersifat imperatif.

"Menurut Putusan MK, adanya alat bukti yang cukup dan pemeriksaan calon tersangka sifatnya mutlak, harus dipenuhi. Tidak boleh dikesampingkan, karena merupakan hak yang dilindungi menurut UUD’45 pasal 28 D. Adanya Putusan MK nomor: 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 berlaku juga untuk KPK dan harus dipatuhi," tegasnya.

Sementara ahli hukum acara pidana ahli Choirul Huda memaparkan Putusan Mahkamah konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, penetapan tersangka harus berdasarkan minimal 2 alat bukti sebagaimana termuat dalam pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya.

Kemudian Mudzakir yang juga memberikan keterangannya menjelaskan, menurut hukum acara pada mulanya praperadilan hanya lingkup pada pasal 77, yaitu sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.

Namun, perkembangannya setelah ada putusan MK yakni mengenai sah atau tidaknya penetapan tersangka menjadi jelas masuk lingkup Praperadilan.

"Terdapat Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014, yang menyebutkan frasa bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup sebagaimana yang tertuang Pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya. Karena adanya putusan MK nomor 21, pemeriksaan terhadap terlapor/ calon tersangka sifatnya adalah wajib," katanya.

Nah, didalam Pasal 28 A-J adalah termuat mengenai implementasi dari HAM, oleh karenanya Putusan MK nomor 21 bersifat Imperatif. Putusan MK juga dapat memberikan interpretasi terhadap keadaan perundang-undangan baru.

Ketidakpatuhan aparat penegak hukum terhadap Putusan MK atau aturan yang telah menjadi undang-undang adalah tindakan penegak hukum yang inkonstitusional.

Yang menarik adalah keterangan dari saksi ahli yang dihadirkan oleh pihak KPK, Adnan Pasiladja.

Ia menerangkan dalam ketentuan penetapan tersangka menjadi objek Pra Peradilan tidak dapat ditemukan secara tegas dan jelas dalam KUHAP, tapi terdapat dalam Putusan MK, dan Putusan MK tersebut bersifat mengikat.

Putusan yang berkekuatan hukum tetap terhadap seseorang tidak serta merta alat bukti yang ada dalam putusan tersebut dapat diambil alih begitu saja untuk dijadikan bukti menetapkan orang lain sebagai tersangka, dengan dalih tahap pengembangan penyidikan.

"Alat bukti baik berupa keterangan saksi, surat-surat, keterangan terdakwa yang ada dalam suatu putusan itu tetap harus melalui proses berita acara sebagaimana diatur pasal 75 KUHAP, sesuai hukum acara (lidik-sidik dan diterbitkan sprindik) untuk dijadikan bukti-bukti oleh penyidik guna menetapkan orang lain sebagai tersangka. Kaedah atau istilah calon tersangka, dan keharusan memeriksa calon tersangka sebelum ditetapkan sebagai tersangka tidak dapat ditemukan dalam KUHAP, tapi di Putusan MK ada," pungkasnya. (elf/JPG)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Simak! Saksi Ahli di Praperadilan Bupati Buton Bilang..


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler