Ahli Toksikologi Unair Mengungkap 4 Fakta soal Nikotin, Bikin Melongo 

Jumat, 22 Juli 2022 – 16:17 WIB
Fakta soal Nikotin pada rokok diungkap. Foto ilustrasi: dok Bea Cukai

jpnn.com, JAKARTA - Pembahasan soal nikotin masih jadi pro-kontra di kalangan masyarakat. Banyak yang menilai senyawa kimia alami itu berbahaya bagi kesehatan.

Ahli Toksikologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Shoim Hidayat mengungkap empat fakta soal nikotin, yaitu:

BACA JUGA: Di Australia, Vape dengan Nikotin Lebih Murah dari Sebungkus Rokok

1. Nikotin bukan karsinogen

Shoim Hidayat mengatakan berdasarkan penelitian dari Lembaga Riset Kanker Internasional atau The International Agency for Research on Cancer (IARC), nikotin tidak terbukti sebagai zat karsinogen atau zat yang bisa menyebabkan penyakit kanker.

Timbul pertanyaan mengapa rokok sering kali dianggap sebagai salah satu produk olahan tembakau yang berpotensi menyebabkan kanker?

BACA JUGA: Forum Global Nikotin: Internasional Dukung Industri Rokok Elektrik Kembangkan Produk Rendah Risiko

"Jawabannya karena untuk mengonsumsinya, rokok perlu dibakar dan menghasilkan asap," kata Dosen Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Unair ini dalam pesan elektroniknya kepada JPNN.com, Jumat (22/7).

Dia melanjutkan asap itu diperkirakan mengandung sekitar 5.000 senyawa yang mana beberapa di antaranya bersifat toksik hingga bisa memicu timbulnya kanker.

BACA JUGA: Riset Australia: Rokok Elektrik Lebih Efektif daripada Terapi Pengganti Nikotin

WHO mencatat ada 9 bahan toksik dalam rokok yang disebut senyawa berbahaya dan berpotensi berbahaya (Harmful or Potentially Harmful Constituents atau HPHC).

2. Cara mengonsumi nikotin

Secara klasik, nikotin bisa diperoleh dengan cara merokok. Belakangan ini, kata Shoim, beragam alat konsumsi nikotin (nicotine delivery system/NDS) terus berkembang.

Sebut saja produk tembakau alternatif seperti produk tembakau dipanaskan, rokok elektrik, dan juga kantong nikotin.

Dikarenakan tidak melalui proses pembakaran dan tidak menghasilkan asap, produk-produk alternatif ini memiliki risiko yang jauh lebih rendah daripada rokok. 

"Jadi, bagi perokok dewasa yang kesulitan untuk berhenti, bisa beralih ke produk yang memiliki profil risiko yang lebih rendah ini," sarannya.

3. Produk tembakau alternatif katanya lebih rendah risiko dibanding rokok?

Masih berdasarkan penjelasan Shoim, dari aspek toksikologi, risiko seseorang terkena penyakit oleh paparan kimia sebanding dengan dosis paparannya. Jadi, makin tinggi dosis paparannya, makin besar pula risiko yang mengintai.

Secara umum, zat kimia dalam asap rokok dipilah menjadi tiga, yaitu partikulat, air, dan nikotin. Berat total partikulat dikurang dengan berat air dan berat nikotin disebut sebagai TAR. Di dalam TAR inilah zat-zat kimia yang disebut HPHC berada.

Seiring dengan perkembangan inovasi dan teknologi terbaru, hadir berbagai produk tembakau alternatif yang berhasil mengeliminasi proses pembakaran bersuhu tinggi melalui lewat teknik pemanasan dengan suhu yang tidak melebihi 350 derajat Celsius, sehingga tidak lagi menghasilkan TAR.

Suhu tersebut, ujarnya, cukup untuk menguapkan nikotin sehingga HPHC-nya menjadi lebih rendah daripada yang dihasilkan oleh rokok.

"Dengan demikian, profil risikonya pun jauh lebih rendah pula. Hal ini pun sudah dibuktikan secara kajian ilmiah," terang Shoim.

4. Nikotin punya manfaat dalam dosis tepat

Shoim mengatakan mengonsumsi nikotin sebenarnya punya beberapa manfaat, seperti menimbulkan perasaan tenang, membantu fokus berpikir, bahkan menurunkan ambang nyeri. Namun, perlu diingat bahwa manfaat ini hanya bisa diperoleh jika konsumsinya tidak berlebihan.

Bagaimana jika konsumsi nikotin melampaui batas? Nikotin menurut Shoim, akan bersifat adiktif dan menimbulkan sejumlah gejala seperti mual, muntah, pusing, keringat dingin, tremor dan lain-lain. (esy/jpnn)


Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler