jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Ahmad Basarah meminta kepada Gerakan Pemuda Al Washiliyah (GPA) untuk mencetak dai, ulama, mubaligh yang memadukan Islam dan kebangsaan.
Hal tersebut diutarakan oleh Ahmad Basarah saat menerima perwakilan Gerakan Pemuda Al Washiliyah (GPA) di ruang kerja di komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 23 Juli 2018.
BACA JUGA: MPR: Nilai Pancasila Perlu Ditanamkan Pada Generasi Muda
"Jadi Gerakan Pemuda Al Washiliyah harus bekerja keras, mendarmabaktikan diri demi kepentingan umat dan bangsa Indonesia," kata Basarah.
Basarah melanjutkan, bahwa situasi terkini, khususnya dalam konteks dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara cukup amat mengkhawatirkan. Sebab ada upaya sistematis untuk kembali membenturkan Islam dan Nasionalis.
BACA JUGA: Ketua MPR Berharap Pemerintah Memfasilitasi Petani Kopi
"Ini bahaya. Ada upaya reproduksi lagi politik adu domba," tambah Basarah menegaskan.
Basarah, yang juga Ketua Umum DPP Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) menambahkan, bahwa politik adu domba, politik pecah belah dalam sejarahnya pernah dilakukan oleh penjajah Belanda, dan hasilnya sukses.
BACA JUGA: Akhir Pekan, Zulhasan Panen Raya Kopi di Lampung Barat
Masih, kata Basarah, bahwa sejak jauh jauh hari Bung Karno sudah meyampaikan pesan bahwa perjuangan generasi saat ini lebih sulit dari generasi Bung Karno. Sebab, saat bung Karno hidup, musuh yang dihadapi adalah penjajah Belanda, yang memiliki ciri dan postur jelas.
"Saya ingat wasiat Bung Karno, bahwa perjuangan generasi kita, atau generasi sesudah Bung Karno lebih sulit. Karena yang dihadapi bukan penjajah, melainkan bangsa sendiri," beber Basarah.
Di akhir pertemuan Basarah kembali menekankan, bahwa tidak ada lagi dikotomi antara Islam dan Nasionalisme. Bahwa label yang dilekatkan kepada Bung Karno sebagai tokoh kebangsaan dan bukan seorang muslim yang taat adalah tidak benar.
Sebab dalam faktanya, Bung Karno belajar Islam dengan dalam dan sungguh-sungguh selama 26 tahun. Bung Karno adalah seorang santri. Pun demikian, pandangan yang menyebut bahwa kelompok religius tidak nasionalis juga sangat tidak tepat.
"Sebab dalam faktanya, golongan religius menerima Pancasila sebagai dasar negara. Ini kan artinya kelompok religius juga sangat nasionalis. Karena itulah Gerakan Pemuda Al Washiliyah harus paham sejarah," demikian Basarah. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Oesman Sapta: Sejarah Tidak Bisa Dibuang
Redaktur : Tim Redaksi