jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah menilai pertanyaan Pangkostrad Letjen Dudung Abdurachman bahwa semua agama sama di mata Tuhan bukan menyamakan, apalagi mengkompromikan aqidah masing-masing agama yang berbeda-beda.
Menurut Ahmad Basarah, pertanyaan tersebut bentuk toleransi kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai prinsip sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
BACA JUGA: Soal Pernyataan Letjen Dudung, Waketum MUI Anwar Abbas Bilang Begini
Pernyataan Letjen Dudung juga sama saat dia maupun sesama bangsa Indonesia lainnya memiliki tradisi budaya saling memberikan ucapan selamat pada perayaan hari-hari besar umat beragama.
Dosen Universitas Islam Malang itu mencontohkan, ucapan selamat Idulfitri atau Iduladha dari umat beragama non-muslim kepada saudara-saudara mereka sebangsa setanah air yang muslim atau sebaliknya, niat mereka tentu bukan untuk menyamakan apalagi mengkompromikan nilai-nilai dan aqidah agama yang memang berbeda.
BACA JUGA: Begini Klarifikasi Lengkap Letjen Dudung Soal Semua Agama Benar di Mata Tuhan
"Sebagai suatu contoh, pada saat saya, Ahmad Basarah, sebagai seorang beragama Islam memberikan ucapan selamat kepada saudara-saudara sebangsa yang merayakan Hari Raya Natal, Waisyak, Galungan dan lain-lain, maka niat saya menyampaikan ucapan hari raya agama-agama lain tersebut tentu bukan untuk mengkompromikan aqidah keislaman saya," kata Ahmad Basarah di Jakarta, Jumat (17/9).
Ahmad Basarah mengaku, ucapan selamat itu diniatkan untuk menjaga toleransi kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tungga Ika.
BACA JUGA: Kiai Maman: Yang Dikatakan Letjen Dudung Adalah Warning
Pendiri dan Sekretaris Dewan Penasihat PP Baitul Muslimin Indonesia itu kemudian mengutip hadist riwayat Imam Bukhari yang menyatakan 'innamal a'malu binniyyaat', yag artinya sesungguhnya segala perbuatan manusia tergantung pada niatnya.
Menurutnya, sebagai seorang muslim dia harus meyakini yang difirmankan-Nya dalam Surat Al Imran ayat 19 yang artinya agama yang benar dan diterima di sisi Allah SWT adalah agama Islam.
Namun kata Ahmad Basarah, dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara yang berdasarkan Pancasila yang mengajarkan untuk hidup saling hormat-menghormati sesama pemeluk agama, dia tidak boleh mengatakan kepada orang lain di luar Islam bahwa agama mereka sesat, apalagi menghina mereka.
"Karena Alquran juga mengajarkan kepada saya sebagaimana tertera dalam Surat Al Kafirun ayat 6 yang menyatakan lakum diinukum waliyadin yaitu bagimu agamamu dan bagiku agamaku," jelasnya.
Dia pun mengajak semua pihak menjalankan syraiat agamanya masing-masing dengan hidup berdampingan sesama pemeluk agama lainnya dengan sikap saling hormat-menghormati satu sama lain.
"Agar bangsa kita rukun damai tentrem toto raharjo," kata Pimpinan Lazisnu PBNU itu.
Ahmad Basarah mengajak semua pihak melihat pernyataan Pangkostrad itu secara positif, untuk memotivasi para prajurit yang menganut agama berbeda-beda agar mereka mencintai agama mereka masing-masing, tetapi dengan tetap menghormati keaneragaman suku bangsa serta mencintai negara mereka sendiri.
Spirit yang hendak disampaikan Letjen Dudung itu, kata Ahmad Basarah, 'hubbul wathan minal iman' atau mencintai negeri adalah sebagian dari iman, seperti yang pernah difatwakan KH Hasyim Asyari saat mendoktrin semangat anak bangsa melawan penjajah Belanda pada waktu itu.
"Dilihat dari konteks ini, saya yakin niat beliau mengungkapkan pernyataan itu dalam spirit mencinta negeri itu, juga dalam koridor menjaga amanat Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan menjaga keutuhan NKRI,” tegas Ketua Dewan Pertimbangan Pusat GM-FKPPI itu.
Di depan anggota personel Yon Zipur 9 Kostrad/Lang-Lang Bhuana Kostrad di Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung, Jawa Barat, Pangkostrad Letjen Dudung Abdurrachman memang meminta para prajurit menghindari fanatisme berlebihan terhadap suatu agama.
“Bijaklah dalam bermain media sosial sesuai aturan yang berlaku bagi prajurit. Hindari fanatik yang berlebihan terhadap suatu agama karena semua agama itu benar di mata Tuhan," kata Dudung, Senin (13/9).
Pernyataan mantan Gubernur Akmil itu langsung mendapat dukungan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan Sekretaris Jendral Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini, yang menilai pernyataan Pangkostrad harus dipahami dalam konteks kebangsaan dan kenegaraan dan konteks kebenaran agama bisa terlihat dalam wujud perbuatan baik dan sinergi untuk membangun bangsa dan negara.
Namun kritik datang dari Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah MUI, KH Cholil Nafis, yang menyatakan toleransi beragama harus sebatas memaklumi keberagamaan orang lain, bukan menyamakan semua agama.
Menurut Ahmad Basarah, tidak ada yang salah dari pernyataan Letjen Dudung itu jika dilihat dalam bingkai negara nasionalis religius berdasarkan Pancasila.
"Indonesia adalah negara ketuhanan bagi semua agama dan penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam konteks inilah pernyataan Pangkostrad itu harus dilihat agar pernyataannya tidak disalahpahami," tegas penulis buku 'Bung Karno, Islam dan Pancasila' itu.
Ahmad Basarah kemudian mengutip potongan pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945 yang mengungkapkan dimensi ketuhanan sebagai salah satu prinsip bagi dasar Indonesia merdeka.
Dalam penjelasan tentang sila ketuhanan, jelas menantu Habib Kwitang Habib Muhammad bin Habib Ali Habsyi itu, Bung Karno menjabarkan bahwa hendaknya bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bertuhan dan wajib menjalankan perintah Tuhan dengan cara yang leluasa, tetapi dengan sikap saling hormat menghormati.
Dia menegaskan, jika merujuk amanat Bung Karno itu, seharusnya generasi sekarang tidak lagi memperdebatkan apalagi mempertentangkan agama-agama yang sejak awal justru dikhawatirkan terjadi oleh para pendiri bangsa.
"Bung Karno mewanti-wanti, orang Kristen seharusnya menjalankan agamanya sesuai keyakinannya, orang Islam juga menjalankan agama sesuai ajaran agamanya demikian juga dengan umat beragama lainnya," tegas pendiri Baitul Muslimin PDI Perjuangan itu.
Doktor bidang hukum lulusan Universitas Diponegoro Semarang juga mengutip keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 19/PUU-VI/Tahun 2008 tanggal 8 Agustus 2008 tentang uji materi terhadap Undang Undang (UU) Peradilan Agama.
MK dalam pertimbangannya, menyatakan Indonesia bukan negara agama yang hanya didasarkan pada satu agama tertentu, namun Indonesia juga bukan negara sekuler yang sama sekali tidak memperhatikan agama dan menyerahkan urusan agama sepenuhnya kepada individu dan masyarakat.
"Dalam putusan itu juga jelas dinyatakan bahwa Indonesia adalah negara berketuhanan Yang Maha Esa yang melindungi setiap pemeluk agama untuk melaksanakan ajaran agamanya masing-masing," terangnya.
Dalam hubungannya dengan dasar falsafah Pancasila, lanjut dia, hukum nasional harus menjamin keutuhan ideologi dan integrasi wilayah negara serta membangun toleransi beragama dan berkeadaban.
Dia mengajak semua pihak berbaik sangka pada Pangkostrad. Menurut Ahmad Basarah, jika dilihat dari silsilah keturunannya, Letjen Dudung adalah pemeluk Islam yang taat.
"Dia (Letjen Dudung) dan keluarganya mewakafkan tanah untuk Pondok Pesantren Majaalis Al-Khidhir di Klapanunggal, Bogor, yang diasuh Asy-Syaikh Muhammad Al-Khidhir. Sementara ayah mertua beliau, almarhum Mayor Jenderal Cholid Ghazali adalah tokoh TNI religius dan pendiri Baitul Muslimin Indonesia," pungkasnya. (mrk/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Letjen Dudung Sebut Semua Agama Benar, Kubu Habib Rizieq Beri Reaksi Keras
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Tim Redaksi, Sutresno Wahyudi