Ahok Bakal jadi Bos BUMN, Komunitas Sarjana Hukum Muslim Ungkit Kasus Sumber Waras

Jumat, 15 November 2019 – 15:05 WIB
Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI Chandra Purna Irawan. Foto: Dokpri for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (KSHUMI) mengungkit dugaan kasus merugikan keuangan negara yang dapat mengganjal langkah Basuki Tjahaja Utama alias Ahok, memimpin salah satu perusahaan BUMN.

Salah satunya adalah Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK terkait pembelian lahan RS Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

BACA JUGA: Ada yang Gerah jika Ahok jadi Bos BUMN?

Hal ini diungkit Ketua Eksekutif Nasional BHP KSHUMI, Chandra Purna Irawan, merespons rencana Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir merekrut Ahok yang juga mantan gubernur DKI Jakarta, sebagai dirut di salah satu perusahaan pelat merah strategis.

Dalam pendapat hukumnya, Chandra mengatakan hahwa menteri memang memiliki hak untuk menunjuk siapa pun menjadi reksi BUMN, tetapi semestinya turut mempertimbangkan substansial regulasi, etika kenegaraan dan respons masyarakat.

BACA JUGA: Bukan Status Ahok sebagai Mantan Napi yang Dipersoalkan Amin

Chandra lantas mengungkit dugaan kerugian keuangan negara yang tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI terhadap Laporan Anggaran Tahun 2015 silam, yakni terkait dengan pembelian lahan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

"Artinya, lahan sendiri dibeli sendiri. Hal ini diketahui setelah adanya keterangan dari lurah dan Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta. Terdapat dugaan kerugian negara sebesar Rp 191 Miliar dalam pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras," ucap Chandra kepada jpnn.com, Jumat (15/11).

BACA JUGA: Ahok Pernah Dipenjara, Apa Boleh jadi Bos di Perusahaan Negara?

Menurut sekretaris jenderal LBH Pelita Umat itu, temuan BPK RI tersebut semestinya ditindaklanjuti atau dilakukan penyelidikan berdasarkan Pasal 23E ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.

Apabila tidak terdapat kerugian negara, lanjutnya, semestinya lembaga yang berwenang untuk melakukan penyelidikan menyatakan kepada publik bahwa tidak terdapat kerugian negara dan perkara ini ditutup. Apabila tidak terdapat pernyataan tersebut, maka berarti kasus tersebut menggantung atau status quo.

Chandra juga mengutip ketentuan Bab II tentang Persyaratan Anggota Direksi BUMN dalam Permen BUMN Nomor 03 Tahun 2015, pada poin A angka 3, tentang Persyaratan Formal, disebutkan, “direksi perseroan adalah orang perorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu lima tahun sebelum pengangkatan pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara, BUMN, perusahaan dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan”.

"Apabila berdasarkan ketentuan ini bahwa Ahok belum pernah dihukum karena melakukan pidana yang merugikan keuangan negara, tetapi temuan BPK RI dalam LHP posisi kasusnya masih menggantung, sehingga temuan BPK RI terkait dugaan kerugian negara harus dituntaskan dahulu. Karena ketentuan pasal ini materiilnya adalah kerugian negara," tutur Chandra.

Terakhir, pihaknya berpendapat bahwa seseorang yang pernah punya masalah dengan hukum dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau inkracht, secara etika tidak memiliki ruang sebagai pejabat publik.

"Masih banyak orang yang tidak bermasalah. Itulah prioritas yang harus diberi kesempatan. Legitimasi tidak ada masalah hendaknya tidak menjadi justifikasi untuk memarginalisasi aspek etika. Karena sejatinya etika memiliki nilai yang lebih dan sakral dibanding hukum," tandas Chandra. (fat/jpnn)

 


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler