jpnn.com - JAKARTA - Pilkada serentak kali ini kembali diwarnai calon kepala daerah yang terjerat kasus hukum.
Di Jakarta ada calon Gubernur Basuki T Purnama alias Ahok yang tersandung kasus penistaan agama.
BACA JUGA: Anies Janji Tak Akan Bedakan Siswa di Sekolah Negeri, Swasta dan Madrasah
Sementara di Cimahi ada calon Wali Kota Atty Suharti yang ditangkap KPK karena menerima suap ijon proyek pembangunan pasar senilai Rp 6 miliar.
Perbedaan antara dua petahana itu adalah Ahok sampai saat ini masih bebas berkeliaran.
BACA JUGA: Warga Tak Menyangka Anies Jalan Kaki
Sementara Atty yang ditangkap bersama suaminya Itoch Tochija sudah mendekam di sel tahan KPK.
Lalu bagaimana nasib pencalonan keduanya, mengingat masa kampanye Pilkada masih tersisa sekitar dua bulan lagi.
BACA JUGA: Timses Agus-Sylvi Peringatkan KPU DKI
Komisioner KPU Sigit Pamungkas menyatakan, secara prinsip calon berstatus tersangka tetap memiliki kedudukan yang sama sebagai kontestan pilkada. Artinya, sang calon tetap berhak untuk melakukan kegiatan kampanye dalam bentuk apapun.
Hanya saja, lanjut dia, ketika calon itu sudah dijebloskan ke tahanan otomatis haknya jadi terbatas.
"Kalau dia sudah dipenjara, jenis kampanye yang berkaitan dengan kehadiran dia itu tidak bisa dilaksanakan,’’ ujarnya di kantor KPU Pusat, Jakarta, Senin (5/12).
Sebagai gantinya, lanjut Sigit, aktivitas kampanye dapat dilakukan tim sukses melalui penyebaran bahan kampanye atau pertemuan terbuka.
’’Hak kampanye melalui alat peraga dan iklan di media cetak juga masih dapat,’’ jelasnya.
Lantas, bagaimana dengan kampanye debat terbuka? Sigit menjelaskan bahwa sebetulnya debat merupakan aktivitas yang bersifat wajib.
Bahkan, sudah disiapkan sanksi berupa tidak diberikannya hak iklan media jika debat tidak dilakukan.
Dalam pasal 22A ayat 2 Peraturan KPU (PKPU) diatur secara limitatif bahwa calon boleh tidak mengikuti debat kalau menjalankan ibadah atau menderita sakit.
Karena itu, bila merujuk aturan tersebut, calon berstatus tersangka yang menjalani tahanan masih memiliki kesempatan.
Namun, semua akan bergantung pada perizinan dari lembaga penegak hukum.
’’Artinya, kalau dia tidak bisa ikut, harus ada keterangan pasti yang disampaikannya kepada KPU,’’ terangnya.
Disinggung soal adanya calon yang terkena OTT, Sigit menolak berkomentar terlalu jauh. Sebagai penyelenggara, pihaknya tetap memperlakukan calon sebagaimana ketentuan UU Pilkada.
Soal terpilih atau tidaknya, dia menyerahkannya kepada masyarakat.
’’Selanjutnya, kami serahkan kepada pemilih, apakah memilih calon yang ditetapkan sebagai tersangka itu atau tidak. Di sinilah dibutuhkan kecerdasan pemilih, bagaimana dia tidak dirugikan ke depannya,’’ tutur pria asal Sragen, Jawa Tengah, tersebut.
Untuk diketahui, pada pilkada serentak gelombang pertama tahun 2015 lalu juga ada calon kepala daerah yang terjerat masalah hukum.
Dia adalah calon Wali Kota Binjai Saleh Bangun yang tersandung kasus korupsi suap LPJP APBD Sumut 2012.
Seperti Atty, politikus Partai Demokrat itu juga ditahan KPK saat masa kampanye masih berlangsung.
Akibatnya, perolehan suara Saleh paling kecil di antara tiga pasangan calon. (nit/far/c14/fat/rie/dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Program Bagi-Bagi Duit Disoal, Timses Agus-Sylvi: Bawaslu Kaku
Redaktur : Tim Redaksi