jpnn.com - JAKARTA – Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok Jumat (14/11) resmi diumumkan naik menjadi gubernur DKI Jakarta dengan sisa masa jabatan 2012–2017.
Pengumuman itu dilakukan dalam rapat istimewa DPRD DKI Jakarta yang berlangsung hanya 10 menit (pukul 10.50 hingga 11.00). Dengan demikian, penetapan Ahok sebagai gubernur tinggal menunggu pelantikan oleh Presiden Joko Widodo.
BACA JUGA: Kericuhan Warnai Penertiban Waduk Ria Rio
Jika Jokowi setelah lawatan luar negeri nanti melantik Ahok, resmi lah DKI Jakarta memiliki lagi pemimpin dari etnis Tionghoa, setelah Henk Ngantung yang menjadi gubernur DKI hanya setahun (1964–1965).
Dilantiknya Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta ke-17 itu juga menjadi catatan sejarah tersendiri. Sebab, 16 tahun lalu, di pengujung pemerintahan Presiden Soeharto, Jakarta dilanda kerusuhan etnis dengan korban terbanyak dari etnis Tionghoa.
BACA JUGA: Siapkan Paripurna Tandingan, KMP Bantah Halangi Ahok jadi Gubernur
Berbeda dengan pendahulunya, Jokowi, yang populer dengan pendekatan persuasif dan gaya blusukan, Ahok terkenal karena bisa tegas, keras, ceplas-ceplos, dan lepas saat memuntahkan kemarahan kepada pejabat.
Gaya koboi Ahok dan kampanyenya yang mengusung moto bersih, transparan, dan profesional di negara yang tingkat korupsinya tinggi seperti Indonesia telah membantu mantan bupati Belitung Timur itu meraih dukungan publik Jakarta.
BACA JUGA: Wali Kota Ingin Penghematan, DPRD Malah Pelesiran
Menanggapi pengumuman dirinya sebagai gubernur DKI, Ahok berterima kasih kepada anggota DPRD. Namun, dia menegaskan, tanpa DPRD pun, dirinya akan tetap menjadi gubernur definitif. Sebab, pelantikannya bisa dilakukan langsung oleh Presiden Joko Widodo atau Wapres Jusuf Kalla.
Bisa juga melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo. Ahok menilai paripurna yang dilaksanakan DPRD hanya seremonial. ”Tanpa paripurna DPRD pun, presiden akan melantik. Cuma kita kan orang Timur suka upacara (rapat) dari dulu, ya terima kasih lah,” ujar Ahok sambil berlalu meninggalkan kerumunan wartawan.
Siapa Ahok? Mengutip dari blog tentang dia, ahok.org, Ahok lahir di Gantung (desa di film Laskar Pelangi), Belitung Timur, 29 Juni 1966. Dia adalah anak pertama pasangan keturunan Tionghoa-Indonesia Indra Tjahaja Purnama dan Buniarti Ningsing.
Ahok juga kakak kandung Basuri Tjahaja Purnama, bupati Kabupaten Belitung Timur (Beltim) periode 2010–2015. Bersama tiga adiknya, Ahok menghabiskan masa kecil di Desa Gantung hingga tamat SMP. Setelah itu, dia hijrah ke Jakarta untuk meneruskan pendidikan.
Ahok menimba ilmu di Universitas Trisakti dengan menempuh jurusan teknik geologi di fakultas teknik mineral. Setelah lulus pada 1989, Ahok kembali ke Belitung dan mendirikan CV Panda yang bergerak di bidang kontraktor pertambangan PT Timah.
Menggeluti dunia kontraktor selama dua tahun, dia menyadari betul hal tersebut tidak akan mampu mewujudkan visi pembangunan yang dimiliki karena minimnya modal.
Untuk itu, Ahok memutuskan kuliah S-2 dan menempuh bidang manajemen keuangan di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya Jakarta. Dengan gelar master of business administration (MBA) atau magister manajemen (MM), Basuki diterima kerja sebagai direktur keuangan di PT Simaxindo Primadaya di Jakarta. Itu adalah perusahaan kontraktor pembangunan pembangkit listrik.
Karena ingin berkonsentrasi kerja di Belitung, pada 1995 Basuki memutuskan untuk berhenti bekerja dan pulang ke kampung halaman.
Ahok termotivasi terjun ke dunia politik setelah sang ayah memberikan ilustrasi tentang manfaat berpolitik. Jika seseorang ingin membagikan uang Rp 1 miliar kepada rakyat dengan masing-masing memperoleh Rp 500 ribu, itu hanya akan cukup dibagi untuk 2.000 orang.
Tetapi, jika uang tersebut digunakan untuk berpolitik, jumlah uang di APBD bisa dikuasai untuk kepentingan rakyat.
Ahok memutuskan terjun ke dunia politik pada 2003. Awalnya dia bergabung di bawah bendera Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB) yang saat itu dipimpin Dr Sjahrir. Dengan kampanye menolak memberikan uang kepada rakyat, dia terpilih sebagai anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur (Beltim) periode 2004–2009.
Setelah tujuh bulan menjadi anggota DPRD, muncul banyak dukungan dari rakyat yang mendorong Ahok menjadi bupati. Secara mengejutkan, dia berhasil mengantongi suara 37,13 persen dan menjadi bupati Beltim periode 2005–2010. Padahal, Beltim dikenal sebagai daerah basis Masyumi yang juga kampung halaman Yusril Ihza Mahendra.
Saat menjadi bupati Beltim, Ahok melaksanakan pelayanan kesehatan gratis, sekolah gratis sampai SMA, dan mengaspal jalan sampai ke pelosok. Selama menjadi bupati, dia dikenal sebagai sosok yang anti sogokan.
Dia memotong semua biaya pembangunan yang melibatkan kontraktor sampai 20 persen. Dengan begitu, dia memiliki banyak kelebihan anggaran untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat.
Kesuksesan itu terdengar ke seluruh Bangka Belitung (Babel) dan mulailah muncul suara-suara untuk mendorong Ahok maju sebagai gubernur pada 2007.
Kesuksesannya di Beltim tecermin dalam pemilihan gubernur Babel ketika 63 persen warga memilih Ahok. Sayang, karena banyaknya manipulasi dalam pemungutan dan penghitungan suara, dia gagal menjadi gubernur Babel.
Dalam Pemilu Legislatif 2009, dia maju sebagai caleg dari Golkar. Meski ditempatkan di nomor urut empat dalam daftar caleg (padahal di Babel hanya tersedia tiga kursi), dia berhasil mendapatkan suara terbanyak dan memperoleh kursi DPR berkat perubahan sistem pembagian kursi dari nomor urut menjadi suara terbanyak.
Pada 2012 nama Ahok kian mencuat karena dipilih Jokowi sebagai calon wakil gubernur DKI Jakarta. Setelah melalui dua tahap pilkada, pasangan Jokowi-Ahok ditetapkan sebagai pemenang dan dilantik sebagai gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta periode 2012–2017 pada 15 Oktober. (riz/ken/dyn/oni/c10/kim)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Lembaga Kebudayaan Betawi Tak Persoalkan Ahok Jadi Gubernur
Redaktur : Tim Redaksi