jpnn.com, JAKARTA - Pidato Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menutup rangkaian pidato para ketua umum partai politik dalam rangka 50 tahun CSIS.
Tampil sebagai ketua umum parpol yang paling muda, AHY menekankan tentang perlunya memperkuat daya tahan dan daya saing bangsa untuk mencapai puncak kejayaan bangsa pada tahun 2045, tepat 100 tahun setelah Indonesia merdeka.
BACA JUGA: Anak Buah AHY Desak Polri Segera Tangkap Muhammad Kece sebelum Umat Marah
Sudut pandang yang diambil AHY ini mengundang komentar Profesor Sulfikar Amir dari Nanyang Technological University (NTU), Singapura.
“Sangat-sangat menarik. Mas AHY menyentuh beberapa isu krusial seperti pandemi, kualitas demokrasi yang menurun, efek disrupsi hingga buzzer,” kata Profesor Sulfikar, yang lahir dan besar di Makassar.
BACA JUGA: CSIS: Harus Ada Revolusi dalam Manajemen Bantuan Sosial di Era Pandemi
“Mas AHY sudah benar mengatakan mengenai daya tahan, sebagai kapasitas yang harus dimiliki oleh suatu bangsa seperti Indonesia.”
Lebih lanjut, Associate Professor of Science, Technology and Society ini melanjutkan, "Akan menarik jika soal resiliensi ini bisa diperkuat melalui peran-peran institusi karena di sini domain-nya Demokrat sebagai partai politik."
BACA JUGA: Ibas Resmi Bergelar Doktor, Profesor Penguji: Sangat Sempurna!
Profesor Sulfikar mengingatkan resiliensi mencakup bagaimana kita berpolitik, bagaimana demokrasi disusun, bagaimana proses pembuatan kebijakan dilakukan, bagaimana partisipasi publik itu didorong dan lain-lain.
Dari Jakarta, pengamat politik dari UNJ Ubedilah Badrun melihat pidato Ketum AHY ini cukup berbeda dengan pidato Ketum-ketum parpol lain sebelumnya.
“Sebagai partai non-pemerintah, wajar jika pidato AHY ini bernada cukup tajam. Kalau tidak kritis, apa bedanya PD dengan partai-partai koalisi pemerintah?" kata Ubedilah.
Secara khusus, salah satu mantan pemimpin gerakan mahasiswa tahun 1998 ini menyoroti bagian pidato AHY yang mempertanyakan mengapa kritik terhadap pemerintah selalu dianggap sebagai lawan.
“Betul kata mas AHY bahwa pada dasarnya kita ingin rakyat selamat. Itulah sebabnya berbagai elemen masyarakat sipil mengkritik dan memberi masukan pada Pemerintah,” kata Ubedillah.
Dalam pemerintahan yang demokratis, menurut dia, kritik merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
“Jangan dianggap sebagai lawan, apalagi kemudian dihadapi dengan bullying, represi, bahkan diburu seperti penjahat,” katanya.(fri/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Friederich