Raksasa industri penerbangan Eropa Airbus mengumumkan pihaknya akan berhenti memproduksi pesawat superjumbo Airbus A380 pada tahun 2021 lantaran sepi peminat.
Kondisi ini membuat pesawat jet penumpang terbesar di dunia dan salah satu upaya industri penerbangan yang paling ambisius dan paling bermasalah tertelantarkan.
BACA JUGA: Pengungsi Asal Sudan Di Pulau Manus Terima Penghargaan HAM Di Swiss
Hampir satu dekade setelah pesawat dengan kapasitas lebih dari 500 orang ini mulai mengangkut penumpang, Airbus mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa klien utama mereka maskapai Emirates mengurangi pesanannya terhadap pesawat A380 dan sebagai hasilnya "kami tidak memiliki backlog A380 yang substansial dan karenanya tidak ada dasar untuk mempertahankan produksi".
Pekan lalu, Qantas membatalkan delapan dari 20 unit A380 yang dipesannya, yang selanjutnya berkontribusi pada kerugian Airbus.
BACA JUGA: Warga Australia Jadi Korban Pembacokan Di Sabah Malaysia
Photo: Qantas awalnya memesan 20 unit pesawat A380, tapi membatalkan 8 unit pesanan terakhir mereka. (ABC News: Andrew George)
Keputusan itu dapat berdampak terhadap 3.500 pekerjaan dan telah merugikan pabrik pesawat itu sebesar 463 juta euro (A $ 733,2 juta) dalam kerugian pada 2018, kata Airbus.
BACA JUGA: Hakeem al-Araibi Ke Canberra Ucapkan Terima Kasih Ke Pemerintah Australia
Akhir dari pesawat seri terbaru Airbus yang belum menjadi ikon itu menjadi kabar gembira bagi pesaingnya, Boeing dan menjadi pukulan memalukan bagi Airbus, salah satu kekuatan ekonomi Eropa.
Ini juga menjadi berita buruk bagi Emirates, yang menjadikan A380 sebagai tulang punggung armadanya, yang berbasis di Dubai, bandara tersibuk di dunia untuk perjalanan internasional.Airbus klaim tetap untung
Terlepas dari pengumuman terkait penghentian produksi A380, Airbus mengumumkan mengalami lonjakan keuntungan sebesar 29 persen laba mereka secara keseluruhan pada periode tahun lalu, dan analis mengatakan permintaan global cukup tinggi bagi perusahaan yang berbasis di Prancis untuk mengatasi hilangnya seri ikonik superjumbo mereka tersebut.
Airbus melaporkan laba bersih 3,1 miliar euro selama setahun terakhir, naik dari 2,4 miliar euro pada 2017.
Selain penghentian produksi A380, Airbus juga melaporkan tagihan sebesar 436 juta euro pada seri Airbus A400M, yang digunakan oleh beberapa militer Eropa.
Airbus mengatakan pihaknya memperkirakan laba yang sama pada 2019, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dunia dan lalu lintas udara.
Emirates mengumumkan telah mencapai kesepakatan senilai US $ 21,4 miliar (A $ 33,9 miliar) dengan Airbus untuk mengganti beberapa unit pesawat Airbus seri A380 dengan seri A350 berbadan lebar dan pesawat A330 yang lebih kecil.
"Meskipun kami kecewa harus menghentikan pesanan kami, dan sedih bahwa program ini tidak dapat dipertahankan, kami menerima bahwa ini adalah kenyataan dari situasi ini," kata Sheikh Ahmed bin Saeed Al Maktoum, ketua dan CEO Emirates.
"Bagi kami, A380 adalah pesawat luar biasa yang dicintai oleh pelanggan dan kru kami.
"Ini adalah pembeda untuk Emirates. Kami telah menunjukkan bagaimana orang dapat benar-benar terbang lebih baik dengan A380." Photo: Beberapa bandara tidak membangun landasan pacu baru dan memodifikasi terminal untuk mengakomodasi A380. (Reuters: Toby Melville)
Emirates telah lama menjadi operator terbesar A380.
Sebelum pengumuman hari Kamis (14/2/2019), ada 162 jet jumbo yang dipesan.
A380 telah menjadi favorit penumpang Emirates, terutama bagi penumpang bisnis dan kelas satu, yang meliputi seluruh dek atas pesawat dan lengkap dengan bagian bar di belakang.
Airbus berharap A380 akan menggeser Boeing 747 dan merevolusi perjalanan udara karena lebih banyak orang dapat mengangkasa.
Namun demikian, maskapai penerbangan cenderung berhati-hati membuat komitmen untuk menggunakan pesawat mahal ini, lantaran ukurannya yang begitu besar membuat bandara-bandara harus membangun landasan pacu baru dan memodifikasi terminal untuk dapat mengakomodasi Airbus A380.
Pesawat bertingkat ini mulai terbang pada 2008 dan mampu menampung lebih dari 500 penumpang.
A380 memiliki masalah sejak awal, termasuk ketegangan antara manajemen Airbus Perancis dan Jerman serta penundaan produksi yang berlarut-larut dan pembengkakan biaya.
Kondisi ini telah memicu dilakukannya restrukturisasi oleh perusahaan Airbus yang berdampak pada ribuan pekerjaan.
Para pakar industri awalnya memperkirakan A380 akan berumur lebih lama dari Boeing 747, yang akan merayakan ulang tahun ke-50 tahun ini.
Ketika mulai dioperasikan pada tahun 2008, A380 dipuji karena kabin yang lapang, jendela besar, langit-langit tinggi dan mesin yang lebih tenang.
Beberapa operator menaruh kamar mandi, toko bebas pajak, dan bar di kedua geladak.
AP
Simak beritanya dalam bahasa Inggris disini.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Politisi Kontroversial Australia Pauline Hanson Dituduh Lakukan Pelecehan Seksual