jpnn.com, JAKARTA - Aspirasi agar Golkar membentuk koalisi nasionalis-religius untuk mengantarkan Ketua Umum Airlangga Hartarto ke kursi presiden, mendapat sambutan positif dari partai-partai Islam. Salah satunya adalah PPP.
Seperti PKB dan PAN, partai Islam paling senior itu berpandangan bahwa koalisi nasionalis-religius dengan Golkar layang dipertimbangkan secara serius.
BACA JUGA: Bersama PAN dan PKB, Airlangga Bisa Jadi Juara Pilpres 2024
“Kalau ada dorongan dari Golkar untuk membentuk koalisi nasionalis religius tentunya akan menjadi salah satu referensi bagi PPP bila nanti dibicarakan secara internal,” kata Wakil Ketua Umum PPP Amir Uskara, Senin (4/9).
Menurut Amir, Pilpres 2024 sejauh ini belum jadi topik utama di internal PPP. Pasalnya, konsolidasi internal setelah Muktamar IX pada Desember tahun lalu, masih belum selesai.
BACA JUGA: Dinilai Serasi dengan Muhaimin, Airlangga Terbukti Diterima Kalangan Religius
Meski begitu, lanjut Amir, tidak perlu konsolidasi untuk menjawab siapa kader PPP yang bakal didukung untuk maju di Pilpres 2024.
“Kalau ada dari internal pasti prioritas utama adalah Pak Suharso (Manoarfa) sebagai ketum,” tegas dia.
BACA JUGA: Airlangga Butuh Cawapres Kalangan Religius, PAN Sodorkan Soetrisno Bachir
Ihwal kemungkinan membentuk koalisi dengan Golkar dang mengusung pasangan Airlangga-Suharso di 2024, Amir mengatakan kemungkinan tersebut sangat terbuka.
Terlebih sampai saat ini PPP belum memutuskan dan membahas resmi terkait pasangan presiden dan wakil presiden.
“Karena memang belum pernah ada pembicaraan, maka semua opsi tentu masih terbuka sampai ada keputusan final di internal partai,” kata Amir.
Sebelumnya diberitakan, Satuan Karya (Satkar) Ulama Indonesia Partai Golkar mendorong Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto membangun komunikasi dengan partai berbasis agama. Airlangga juga diminta menjaga hubungan baik dengan ulama.
Sekjen DPP Satkar Partai Golkar Ashraf Ali mengatakan, koalisi nasionalis religius menjadi salah satu yang ideal untuk Airlangga berlaga di pilpres 2024.
Menurut Ashraf, karena kultur masyarakat Indonesia yang general dan heterogen maka perlu adanya satu kesepahaman, bagaimana membawa bangsa ini ke depan.
Secara politik, menurut Ashraf, karakter masyarakat atau voter itu hanya 30 persen yang pilihannya statis. Sedangkan 70 persen yang lain dinamis. 30 Persen pemilih statis ini adalah kader, pengurus dan simpatisan.
"Nah yang 70 persen, karakter itu bersifat religius, maka itu sangat wajar apabila ada koalisi nasional yang berkarakter religius yang harus kita dekati," ujar Ashraf saat dihubungi, Selasa (28/9).
Ashraf memandang, masyarakat Indonesia perlu sentuhan emosional, dan emosionalitas tertinggi itu hal terkait keagamaan.
"Jadi bagi seorang politisi atau partai politik siapa yang bisa merebut wilayah itu, kemungkinan akan mendapatkan dukungan dari masyarakat," katanya. (dil/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Adil