jpnn.com, JAKARTA - Analis politik Hendri Satrio menilai polemik soal kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerapkan kembali PSBB total yang "dihantam" Menko Perekonomian Airlangga Hartarto terjadi gara-gara hal sepele.
Ketidakkompakan antara pemerintah pusat dan daerah ini menurutnya terjadi karena komunikasi dan koordinasi yang tak jalan.
BACA JUGA: Pemerintah Pusat Terlihat Jelas Beroposisi, Asal Beda dengan Gubernur Anies
"Memang komunikasi ini jadi barang langka ya, selama Covid. terlihat sekali beberapa kali antara pusat dan daerah ini kurang berkomunikasi sehingga jadi kurang koordinasi. Sebetulnya sepele ini. Rahasianya adalah komunikasi," ucap Hendri saat berbincang dengan jpnn.com, Sabtu (12/9).
Sebagai kepala daerah, Gubernur Anies Anies seharusnya juga membangun komunikasi dengan pemerintah pusat melalui Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
BACA JUGA: Kena Sentil 3 Menteri, Anies Baswedan Lancarkan Serangan Balik
Sebaliknya, Tito Karnavian harus sering-sering juga berbicara dengan kepala daerah.
"Semestinya Mas Anies koordinasi lah dengan mendagri, sebelum memutuskan. Dan mendagri juga sering-sering melakukan komunikasi dengan pemerintah daerah. Baik level provinsi, kota maupun kabupaten," ucap dosen ilmu komunikasi Universitas Paramadina ini.
BACA JUGA: Komentar Shin Tae Yong Usai Laga Timnas Indonesia U-19 vs Arab Saudi
Begitu pula untuk Menko Perekonomian Airlangga Hartarto yang terang-terangan menyikat Anies Baswedan dengan menyebut penerapan kembali PSBB total menjadi penyebab anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Kamis (10/9).
.
"Sebelum disikat, ditanya dulu. Bisa ditelepon kan Mas Anies, misalkan Menteri Airlangga enggak suka atau bingung. Bingung, wah, gubernur Jakarta bikin kebijakan PSBB lagi, ya tanya," kata pendiri KedaiKOPI (Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia) ini.
"Jadi, para pejabat ini lucu. Mereka saya yakin punya nomor telepon para pejabat yang lain juga. Nah, kebiasaannya adalah, bukannya ngomong langsung, bukannya tanya langsung tetapi ngomongnya lewat media. Kan aneh dan lucu," sambung pria yang beken disapa dengan panggilan Hensat ini.
Dia mengingatkan bahwa komunikasi terbaik dalam ilmu komunikasi itu adalah komunikasi tatap muka.
Kalau tidak bisa bertatap muka, bisa berkomunikasi melalui telepon. Selama itu belum dilakukan kemudian bicara ke publik, masing-masing akan terlihat punya kepentingan.
"Menteri Airlangga juga mestinya punya kepentingan karena dia Menko Perekonomian. Kalau perekonomiannya stagnan gara-gara PSBB jilid dua, kan dia juga yang repot itu urusannya. Kalau dia kena reshuffle kan kemungkinan besar kena Munaslub juga kalau ketua umum Golkar itu. Jadi ya, pastinya dia harus melindungi kebijakan dan programnya," tutur Hensat.
Untuk itu, dia berharap polemik semacam ini tidak terulang lagi. Para pejabat yang mengemban tanggung jawab dalam penanganan pandemi Covid-19 bisa membangun komunikasi dan koordinasi yang baik.
"Sekali lagi kalau komunikasi dilakukan, telepon, Anies Baswedan juga begitu. Komunikasi dulu lah dengan Mendagri Tito Karnavian. Telepon mendagri. Habis itu kan enggak ada yang kaget-kagetan. Jadi masyarakat juga enggak terkaget-kaget cuma gara-gara urusan komunikasi pejabat yang enggak jalan," pungkasnya. (fat/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam