Airlangga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Terus Menunjukkan Tren Positif

Selasa, 20 September 2022 – 00:55 WIB
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Foto: Dok. Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan tren positif pertumbuhan ekonomi Indonesia terus berlanjut di tengah upaya menjaga momentum pemulihan ekonomi.

“Tren inflasi berbagai negara di dunia mengalami kenaikan signifikan akibat krisis pangan dan energi. Amerika Serikat turun ke 8,3 persen, Uni Eropa 9 persen, Inggris 10 persen, dan Jerman 7,9 persen, sedangkan Indonesia di bulan Juli 2022 masih 4,69 persen,” ungkap Airlangga, Senin (19/9/2022).

BACA JUGA: Dukungan JK Bisa Menjadi Modal Airlangga Hartarto untuk Cari Cawapres

Ketum Golkar itu juga menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia juga terus menunjukkan tren positif. Hal ini terlihat dari tingkat kemiskinan dan pengangguran yang menurun dan diiringi situasi sosial masyarakat yang membaik.

“Neraca perdagangan surplus 28 bulan berturut-turut dan ini menunjukkan bahwa Indonesia dalam penanganan ekonominya berada dalam jalur yang tepat. Di bulan Agustus 2022, neraca perdagangan masih surplus di USD5.76 miliar dan sektor nonmigas menjadi kunci utama,” ujar Airlangga.

BACA JUGA: Insentif Pengendalian Inflasi Daerah Harus Dibarengi Sanksi

Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menyampaikan dengan capaian kuartal II pada 2022 tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia berpeluang mencatatkan angkat di atas 5 persen.

"Kalau kami sendiri untuk 2022 masih prediksi ekonomi Indonesia tumbuh di kisaran 5,17 persen," ujarnya.

BACA JUGA: Kabar Baik dari Sri Mulyani untuk Pemda yang Mampu Menjinakkan Inflasi

Faisal mengungkapkan surplus perdagangan lebih besar dari perkiraan, bahkan terbesar dalam empat bulan. Surplus perdagangan Indonesia pada 22 Agustus menjadi USD5,76 miliar (vs USD4,22 miliar pada 22 Juli). Pada delapan bulan pertama tahun ini, neraca perdagangan mencatat surplus USD34,92 miliar, lebih besar dari surplus pada periode yang sama 2021 sebesar USD20,71 miliar.

“Kami masih melihat bahwa surplus perdagangan cenderung menyempit ke depan. Kami berharap impor dapat mengimbangi ekspor seiring dengan percepatan pemulihan ekonomi domestik," terangnya.

Faisal juga mengungkapkan perekonomian Indonesia tumbuh lebih kuat daripada yang diperkirakan pada Semester I 2022. Hal itu dipengaruhi aktivitas produksi dan konsumsi yang kuat.

“Ini berarti permintaan impor bahan baku dan barang modal akan lebih kuat mengikuti," tambahnya.

Faisal mencatat neraca transaksi berjalan 2022 berpotensi mencatat surplus 0,00 - 0,45% dari PDB (vs 0,28% dari PDB pada 2021) yang mampu menjaga cadangan devisa dan stabilitas nilai tukar rupiah.

"Selain itu, upaya pemerintah dan Bank Indonesia untuk menerapkan kembali sanksi bagi eksportir yang tidak menempatkan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri dapat semakin mendukung stabilitas tersebut," pungkas Faisal.

Jaga Inflasi

Sementara itu, Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Berly Martawardaya mengatakan Indonesia tidak akan masuk resesi. Namun, akan sulit untuk mempertahankan target pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen.

“Tren positif tetapi agak sulit dipertahankan, tetapi bukan resesi ya. Saya tidak bilang resesi, untuk di atas 5 persen lagi akan sulit. Belum kita bicara kemiskinan karena kalau bicara inflasi, biasanya meningkatkan kemiskinan,” kata Berly, Senin (19/9).

Konflik geo-politik antara Ukraina-Rusia diperkirakan akan terus memanas sehingga memberi ketidakpastian akan harga energi.

“Geo politik ketidakpastian akan meningkat sehingga harga-harga dan Inflasi dorongan akan makin tinggi dalam enam bulan kedepan, trennya meningkat,” sebut Berly.

Kemudian dampak dari harga kenaikan BBM akan terasa belakangan, mempengaruhi inflasi.

“Karena historikal, kenaikan bbm biasanya  inflasi tambahan on top antara 2-3%. Challenge pemerintah di lower end jangan deket tiga atau lebih dari tiga persen inflasinya. Khususnya transportasi dan sembako bisa enggan ditekan,“ ungkap pria yang juga dosen di Departemen Ilmu Ekonomi – Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UI ini.

Tugas besar pemerintah adalah menjaga harga kebutuhan pokok dan juga transportasi. Kalau inflasi tinggi, maka Bank Indonesia harus ikut menaikkan suku bunga.

“Karena kalau Inflasi tinggi nilai rupiah secara real turun, kalau selisih terlalu jauh dengan dollar atau euro kita ada capital outflow rupiah bakal melemah, BI akan terpaksa untuk menaikkan suku bunga,” kata Berly.

Salah satu penopang perekonomian Indonesia adalah ekspor. Namun, pendapatan negara dari perdagangan pasti akan berkurang jika negara adidaya mengalami perlambatan.

"Kita lihat tahun ini, sumber pertumbuhan yang besar adalah ekspor, jadi kalau daya beli barat berkurang, maka ekspor berkurang dan pertumbuhan kita bisa terpengaruh,” kata Berly.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler