jpnn.com - PEREMPUAN yang hampir mencapai usia 1 abad itu dengan semangat mendorong kursi rodanya di dalam Istana Negara. Dia adalah Likas Br Tarigan (90). Siapa Likas?
NATALIA LAURENS, JAKARTA
BACA JUGA: Ayip Rizal, Perwira Polda Jawa Timur Kapten Tim Nasional Voli Indonesia
Rambut putih yang disanggul dan raut wajah menua tak menghalangi aura kebahagiaan yang terpancar di matanya. Likas bahagia, karena akhirnya, sang suami almarhum Letjen (purn) Djamin Ginting mendapat anugerah sebagai pahlawan nasional. Anugerah itu diserahkan langsung oleh Presiden Joko Widodo kepada Likas yang sejak siang (Jumat, 7/11) telah menanti momen berharga itu.
Likas masih tetap terlihat cantik meski usianya sudah lanjut usia. Saat datang ke Istana Negara, ia memakai kebaya putih dengan bawahan kain ulos dan sebuah selendang berwarna cokelat. Sambil menunggu Presiden, Likas beberapa kali mengeliling ruang tengah Istana Negara sendiri dengan kursi rodanya. Meski ia datang ke Istana bersama anak-anaknya.
BACA JUGA: Desainer Oscar Lawalata, 16 Tahun Angkat Budaya Indonesia dalam Karya
Likas mengaku sangat bersyukur atas anugerah gelar itu. "Saya merasa lega karena saya merasa suami saya kerja keras untuk kemerdekaan ini. Jadi 40 tahun sudah lewat, sekarang baru dapat anugerah," tutur Likas penuh haru di Istana Negara, Jakarta, Jumat, (7/11).
Letjen TNI (Purn) Djamin Ginting adalah pahlawan nasional kelahiran Tanah Karo, Provinsi Sumatera Utara. Ia lahir pada 12 Januari 1921. Djamin adalah seorang pejuang kemerdekaan menentang pemerintahan Hindia Belanda di Tanah Karo.
BACA JUGA: Hidup dengan Tempurung Kepala dari Titanium
Pada tahun 1942, Djamin mengikuti pendidikan calon perwira Giyugun di Siborong borong. Usai pendidikan ia ditugaskan sebagai komandan peleton istimewa di Sumatera Giyugun Blangkejeren dan merekrut para pemuda Gayo. Setelah kemerdekaan ia bergabung ke dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang dibentuk pemerintah Indonesia.
Djamin kemudian membentuk BKR Kabanjahe. Pasukannya aktif melucuti persenjataan tentara Jepang di Berastagi dan bertempur melawan pasukan Inggris. Djamin termasuk salah satu komandan pasukan Indonesia dalam pertempurran Medan Area melawan Inggris di Sumatera Timur. Setelah itu pasukan Inggris meninggalkan Medan pada tahun 1946.
Meski sudah termakan usia Likas mengingat banyak kenangannya bersama sang suami. Terutama ketika sang suami ikut dalam
Operasi Bukit Barisan. Saat itu, kata dia, operasi tersebut dilakukan dalam rangka menghadapi gerakan pemberontakan Nainggolan di Medan Sumut. Djamin memimpin operasi yang dilancarkan pada tanggal 7 April 1958. Dengan dilancarkannya operasi Bukit Barisan II ini, maka pasukan Nainggolan dan Sinta Pohan terdesak dan mundur ke daerah Tapanuli.
"Saya bangga bersama dia dan bangga dengan gelar ini, karena saya juga ikut memperjuangkan kemerdekaan ini, sepanjang Bukit Barisan itu," ungkap Likas.
Sebagai Komandan Brigade 3 Divisi X, Djamin juga memimpin perang gerilya di Tanah Karo, Tanah Alas, Langkat Hulu, Deli Hulu, dan Serdang Hulu di wilayah Sumatera Timur. Pada tahun 1954 sebagai Komandan Resimen Infanteri 2 Sumatera Timur ia ikut memimpin penumpasan pemberontakan DI/TII di Aceh yang dipimpin oleh Teungku Daud Beureu'euh.
Dalam keadaan UU Keadaan Bahaya tahun 1956 selaku Penguasa Daerah Perang Daerah Djamin juga melaksanakan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di Sumatera Timur. Ia menghadapi tantangan dari organisasi-organisasi buruh tani komunis yang juga melaksanakan nasionalisasi.
Di antara berbagai peristiwa perang yang menegangkan dalam hidupnya bersama Djamin, Likas mengaku mengingat sebuah momen di mana ia menyadari bahwa suaminya adalah seorang pejuang untuk negara. Bukan hanya seorang ayah dalam keluarga.
"Satu kali, tiba-tiba datang kapal terbang pagi-pagi. Saya sakit, suami saya dengan ajudan yang lain lompat keluar. 52 kali ditembaki kapal terbang itu. Saya merangkak ke tepi sungai dengan anak saya yang masih kecil. Tahu-tahu datang ajudan katanya 'ayo Ibu ke tempat bapak. Saya bilang, kenapa bukan Bapak yang jemput saya. Ajudannya bilang 'Ibu kalau mati, mati satu. Bapak kalau mati, mati satu resimen. Jadi terserah Ibu, Ibu ikut atau tidak," kisah Likas menirukan pengalamannya.
Likas sempat tertegun sampai akhirnya menyadari posisi suaminya dan memilih mengikuti ajudan utusan Djamin.
"Itu peristiwa yang paling saya kenang," tutur Likas tersenyum.
Menunggu Gelar Pahlawan
Setelah menjadi komandan di berbagai gerakan perjuangan kemerdekaan, pada tahun 1966 Djamin Ginting lebih banyak menduduki jabatan nonmiliter. Di awali sebagai Sekretaris Presiden, merangkap Wakil Sekretaris Negara. Pada tahun 1968 ia diangkat Presiden Soeharto sebagai anggota DPRGR dan MPRS mewakili eksponen angkatan 1945. Jabatan terakhirnya adalah Duta Besar Berkekuasaan Penuh di Kanada.
Djamin meninggal di Ottawa, Kanada, 23 Oktober 1974, pada usia 53 tahun. Menurut Likas, setelah suaminya meninggal sempat dijanjikan akan diberi gelar pahlawan. Namun, janji itu tak kunjung ada. Baru tiga tahun lalu keluarga Djamin mengupayakan anugerah gelar pahlawan nasional tersebut.
"Tempo hari ketika dia meninggal dia dijanjikan tapi ndak ada kenyataannya. Sekarang sudah jadi kenyataann. Saya senang sekali," ungkapnya.
Akhirnya usaha itu terjawab. Nama Djamin ikut dipilih bersama tiga nama tokoh lainnya dari hasil penyaringan oleh Dewan Gelar Pahlawan terhadap 12 tokoh berdasarkan sejumlah indikator.
Penganugerahan gelar pahlawan ini sendiri melalui rapat pleno gelar pahlawan nasional, sesuai UU Nomor 20 Tahun 2009.
Ucapan terimakasih pun tak henti keluar dari bibir Likas untuk pemerintah termasuk Presiden Joko Widodo. Ucapan itu juga sudah ia sampaikan saat bertemu Presiden sore tadi.
"Saya terimakasih untuk Pak Jokowi dengan stafnya yang telah menolong menjadikan suami saya pahlawan nasional. Saya bangga," ujarnya setengah terisak.
Lengkap sudah kisah kebahagiaan Likas saat ini. Setelah kisah perjuangan Djamin dan cinta keduanya difilmkan oleh sutradara Rako Prijanto pada Oktober lalu dengan judul "Tiga Nafas Likas", kini suaminya pun mendapat anugerah sebagai Pahlawan Nasional. Likas pun berbahagia.
"Saya sudah 90 tahun. Mungkin ya saya juga tak lama lagi menyusul beliau (Djamin) dan saya juga akan dimakamkan di Kalibata (Taman Makam Pahlawan Kalibata). Sudah disiapkan Depsos di mana saya akan dikuburkan nanti," kata Likas tersenyum bahagia. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Maklumi Wisata Seks, Targetkan Tiga Besar Dunia
Redaktur : Tim Redaksi