jpnn.com, SURABAYA - Aji Santoso merupakan legenda hidup bagi dua klub yang memiliki rivalitas tinggi, Arema FC dan Persebaya. Karena itu, bagi Aji Santoso, Malang dan Surabaya merupakan dua kota yang memiliki kesan mendalam
Aji mengawali karir profesionalnya di Arema pada tahun 1987 hingga 1995. Kemudian hijrah Persebaya pada 1995 sampai 1999.
BACA JUGA: Arema FC vs Persebaya: Djanur Hubungi Indra Sjafri
Kepindahannya ke Persebaya itu merupakan hal yang kontroversial. Tentu saja keputusannya ditentang oleh para Aremania. Aji mengatakan kepindahannya berkaitan dengan sikap profesional.
Baginya sepakbola tidak lagi sekedar hobi, tetapi menjadi sumber kehidupannya. Nilai transfernya menjadi yang termahal saat itu dengan jumlah Rp 45 juta.
BACA JUGA: Lawan Persebaya, Arema FC atau Borneo FC?
“Justru kepindahan saya itu malah menguntungkan bagi Arema. Karena dengan nilai transfer itu, mereka bisa menggaji pemain selama beberapa bulan,” ungkap pria yang saat ini melatih Persela Lamongan.
Kepindahannya bukan tanpa drama. Dia sempat diprotes besar-besaran oleh Aremania. Mereka meminta Aji untuk tetap tinggal. Padahal saat itu Aji sedang melakukan resepsi pernikahan di sebuah hotel di Malang.
BACA JUGA: Bagi Persebaya, Bonek Adalah Partner
Meski begitu, Aji menganggap hal tersebut wajar. Apalagi saat itu dia merupakan pemain bintang. “Tidak masalah. Saya mengaggap itu dilakukan karena mereka mencintai saya,” ungkapnya.
Pindah dari Arema, Aji mendapat sambutan yang baik dari Bonek. Bahkan hal itu terjadi hingga saat ini. Bagi Aji dimanapun dia berada, haruslah bisa meninggalkan kesan yang positif.
“Dimana bumi dipijak, di situlah langit dijunjung. Saya sangat respek kepada klub-klub yang pernah saya singgahi. Ketika saya melatih Arema, ya saya ke Arema. Begitu pula ketiak saya melatih Persebaya hingga Persela. Itu yang dinamakan loyalitas,” kata pria berusia 48 tahun itu.
Dengan rivalitas kedua kubu suporter yang panas, Aji manganggap hal itu biasa terjadi dalam sepakbola. Namun dia tidak setuju jika rivalitas itu sampai menimbulkan korban jiwa.
“Jangan sampai nyawa manusia itu murah dalam sepakbola Indonesia. Boleh rival antara pemain atau suporter, tapi hanya 90 menit saja. Semoga sepakbola Indonesia tidak terluka lagi. Maka dari itu berilah dukungan secara suportif,” ungkap Aji. (gil)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mungkinkah Aremania - Bonek Satu Tribun?
Redaktur & Reporter : Soetomo