Ajukan PK, Terpidana Mati Tuding Penerjemah tak Profesional

Rabu, 04 Maret 2015 – 10:18 WIB
Terpidana mati kasus narkoba, Mary Jane Fiesta Veloso. Foto: Setiaky/Radar Jogja/JPNN

jpnn.com - SLEMAN – Pengadilan Negeri Sleman menggelar sidang peninjauan kembali (PK) atas perkara yang menimpa terpidana mati kasus narkoba Mary Jane Fiesta Veloso, Selasa (3/3).

Sidang yang berlangsung satu jam itu digelar atas permohonan warga negara Filipina itu dan tim kuasa hukumnya yang diketuai Rudyantho SH. Dalam memori PK, Rudyantho menuding penerjemah saat sidang perkara yang menimpa kliennya pada 2010 adalah bukan seorang profesional di bidangnya

BACA JUGA: Waktu Eksekusi Belum Jelas, Jaksa Agung: Bukan Kita Ragu

Penerjemah bernama Nuraini, saat itu berstatus mahasiswa Sekolah Tinggi Bahasa Asing LIA Jogjakarta. Nuraini juga dianggap tak layak menjadi penerjemah dalam perkara di persidangan, karena tidak memiliki sertifikat dari lembaga bahasa internasional. Itulah yang dijadikan novum (bukti baru) oleh kuasa hukum pemohon PK.

“Penerjemah tak punya kapasitas, sehingga keterangannya di persidangan tak bisa diambil manfaatnya secara maksimal oleh terdakwa (saat itu),” ungkap Rudyantho di hadapan majelis hakim yang dipimpin Marliyus MS SH MH.

BACA JUGA: Kubu Agung Menang, Calon Bupati dan Gubernur Ditentukan Daerah

Nuraini dianggap tak berkompeten menjadi penerjemah lantaran tak ada kesesuaian dengan kemampuan bahasa Mary Jane. Saat sidang, Nuraini menerjemahkan percakapan persidangan dalam bahasa Inggris. Rudyantho menilai, Mary Jane yang saat disidang berusia 25 tahun sesungguhnya tak paham bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.

“Terdakwa hanya menguasai Tagalog (bahasa nasional Filipina),” ungkapnya dilansir Radar Jogja (Grup JPNN.com), Rabu (4/3).

BACA JUGA: Sempat Makan Bersama Kalapas, Ini Permintaan Terakhir Bali Nine

Rudyantho menuding penyidik polisi maupun kejaksaan yang tak bisa menghadirkan penerjemah bahasa Tagalog berdampak merugikan kliennya. Meskipun, majelis hakim yang menyidangkan perkara bisa menerima penerjemahan dalam bahasa Inggris.

“Terdakwa pasrah dan diam karena tak paham, sehingga tidak menggunakan haknya untuk membela diri,” ujar Rudiyantho yang menganggap kliennya sebagai korban sindikat pengedar narkotika internasional.

Jaksa Penuntut Umum Sri Anggraeni Astuti SH membantah semua tudingan pemohon PK. Dalam materi kontra memori,Anggraeni menyatakan bahwa memori PK yang disampaikan tim kuasa hukum Mary Jane bukanlah novum.  

“Semua terbantahkan,” ujarnya.

JPU lainnya, Muhammad Ismet SH mengatakan, dalam persidangan yang melibatkan penerjemah tak mengharuskan tokoh profesional yang mengantongi sertifikat lembaga bahasa. Dalam kontra memori jaksa, Ismet menekankan adanya pengajuan grasi oleh pemohon kepada presiden.

“Grasi adalah permohonan pengampunan. Itu berarti pelaku mengakui kesalahannya, sehingga minta keringanan hukuman,” tandasnya.

Dalam persidangan kemarin, Mary Jane dibantu seorang penerjemah bahasa Tagalog, Jefry K Tindik yang pernah bertugas sebagai penerjemah di Kedutaan Besar Indonesia untuk Filipina. Sidang dilanjutkan hari ini untuk mendengarkan keterangan saksi dari pihak pemohon. Rudyantho menghadirkan dua saksi, salah satunya pimpinan Sekolah Tinggi Bahasa Asing LIA Jogjakarta.(yog/laz/ong/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Duo Bali Nine Dipindahkan ke Nusakambangan Pakai Wings Air


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler