Akademisi: Boikot Tanpa Kriteria Jelas Rawan Ditunggangi Kepentingan Persaingan Usaha

Senin, 16 September 2024 – 19:45 WIB
Akademisi UII Yusdani mengingatkan aksi boikot tanpa kriteria jelas rawan ditunggangi kepentingan persaingan usaha dan justru berdampak bagi perekonomian nasional. ilustrasi. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Akademisi Universitas Islam Indonesia (UII) Yusdani menilai gerakan boikot, divestasi, sanksi (BDS) lebih berdampak ke dalam negeri.

Menurut Yusdani, gerakan ini juga rawan ditunggangi oknum untuk mencari keuntungan pribadi.

BACA JUGA: PHRI: Boikot yang Salah Alamat Berdampak pada Pekerja dan Pemasok Lokal

"Dalam perspektif Islam yang saya pahami, ketika kita melakukan boikot itu betul-betul dipertimbangkan segala dampak segala sesuatunya, terutama barangkali aspek keadilan sosial," kata Yusdani dalam sebuah diskusi, belum lama ini.

Direktur Pusat Studi Siyasah dan Pemberdayaan Masyarakat (PS2PM) UII Yogyakarta ini mengungkapkan boikot lebih berdampak ke dalam negeri dikarenakan mengganggu arus ekonomi nasional.

BACA JUGA: Ulama: Bantuan Lebih Dibutuhkan Warga Palestina Ketimbang Aksi Boikot Produk Israel

Dia mengatakan pekerja perusahaan yang disebut-sebut terafiliasi oleh Israel berpotensi terkenal efisiensi akibat dampak dari boikot dimaksud.

"Jadi kita mau mau melemahkan Israel (melalui boikot), tetapi sebenarnya justru yang kena dampaknya perekonomian bangsa Indonesia sendiri," ulasnya mengingatkan

BACA JUGA: Akademisi UII Imbau Masyarakat Tidak Boikot Perusahaan yang Membantu Palestina 

Meski demikian, Yusdani menjelaskan bukan berarti boikot itu tidak harus dilakukan.

Menurutnya, masyarakat hanya harus lebih hati-hati karena gerakan ini rawan disusupi oknum tertentu untuk kepentingan pribadi.

Yusdani mengingatkan masyarakat harus benar-benar teliti dan jeli dalam memboikot produk-produk yang ada di dalam negeri.

Jangan sampai gerakan ini justru malah merugikan perusahaan yang jelas-jelas sudah banyak membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia.

"Saya berharap kepada masyarakat terutama masyarakat muslim untuk menyikapi boikot ini secara cerdas," ujarnya.

Yusdani juga meminta pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) lebih jelas mengungkapkan perusahaan atau produk mana saja yang terafiliasi Israel, hal ini agar tidak ada korban dari oknum yang memanfaatkan momentum baik ini.

"Tidak pernah MUI itu menjelaskan perusahan atau produk mana yang terafiliasi Israel, tetapi begitu fatwa keluar, akhirnya keluar beberapa produk yang dituduhkan (terafiliasi)," terangnya.

Yusdani mengungkapkan keberadaan daftar liar perusahaan yang diduga terafiliasi ini menjadi bukti jelas bahwa gerakan yang awalnya ditujukan untuk melemahkan ekonomi Israel, telah ditunggangi oknum tidak bertanggung jawab.

Karena itu, menurut Yusdani, boikot ini kemudian menjadi salah sasaran.

"Bahkan saya kira hingga hari ini Israel itu tenang-tenang saja (ada boikot) bahkan lebih agresif," katanya.

Melihat kondisi demikian, dosen UII ini berpendapat bahwa masyarakat lebih baik memberikan bantuan riil, semisal donasi atau kebutuhan sehari-hari untuk membantu saudara-saudara di Palestina.

Selain menghindari gerakan yang salah sasaran, bantuan tersebut juga dirasa lebih dibutuhkan warga Palestina yang terkena agresi militer.

"Saya kira kalau boleh memilih antara boikot dengan menyumbang, ya sumbang saja apa yang kita bisa, karena lebih konkret dan kita tidak cuap-cuap saja karena ini (boikot) menurut saya banyak muatan politisnya daripada literasi umat," pungkasnya. (mar1/jpnn)


Redaktur & Reporter : Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler