Akademisi Tidak Rela Megawati Dianugerahi Gelar Profesor, Desak Menteri Nadiem Segera Bertindak

Kamis, 10 Juni 2021 – 23:55 WIB
Megawati Soekarnoputri saat menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Fujian Normal University (FNU), Tiongkok pada 5 November 2018. Foto: Istimewa.

jpnn.com, JAKARTA - Pakar komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga turut mengomentari rencana Universitas Pertahanan (Unhan) memberikan gelar profesor kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pada jumat (11/6).

Menurut Jamiluddin, untuk memperoleh jabatan akademik tertinggi di perguruan tinggi memerlukan proses panjang dan berliku. Pendidikannya juga harus lulusan S3 (doktor).

BACA JUGA: Profesor Jepang: Kepemimpinan Megawati Mewarisi Gaya Soekarno yang Simpati pada Rakyat Jelata

"Profesor madya saja, akademisi harus memiliki kumulatif angka kredit (KUM) 850. Sementara untuk profesor penuh diperlukan KUM 1000," kata Jamiluddin kepada JPNN.com, Kamis (10/6).

Mantan dekan Fakultas Ilmu Komunikasi IISIP itu menjelaskan, KUM tersebut dikumpulkan akademisi dari unsur pengajaran, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan unsur pendukung seperti mengikuti seminar ilmiah.

BACA JUGA: Doktor Asal Prancis: Gelar Profesor Layak untuk Megawati Soekarnoputri

Tak hanya itu, memperoleh gelar tersebut, para akademisi harus menulis artikel yang dimuat di Scopus.

"Saat ini banyak akademisi belum memperoleh jabatan profesor karena terganjal pada pemuatan artikel di Scopus," ujar Jamiluddin.

BACA JUGA: Soal Duet Megawati-Prabowo di Pilpres 2024, Begini Respons Bang Dasco

Atas dasar itu, ujar Jamiluddin, para akademisi merasa terluka ketika ada orang yang mendapat gelar profesor tanpa melalui proses tersebut.

Menurut dia, moral akademisi bisa-bisa melorot melihat realitas tersebut.

Di sisi lain, lanjut dia, pemberian gelar tertinggi kepada ibunda Puan Maharani itu terkesan politis.

"Para akademisi semakin kecewa karena melihat secara vulgar aspek akademis sudah berbaur dengan sisi politis," ucap Jamiluddin.

Oleh karena itu, dia meminta Mendikbudristek Nadiem Makarim seyogyanya menertibkan pemberian jabatan profesor.

"Sudah saatnya aspek politis dipisahkan secara tegas dengan aspek akademis dalam pemberian profesor," tutur Jamiluddin.

Bahkan, menurut dia, sudah saatnya Mendikbudristek tidak lagi terlibat dalam pemberian jabatan profesor.

Pasalnya, menteri sebagai jabatan politis tidak selayaknya terlibat dalam pemberian jabatan akademis.

"Pemberian jabatan profesor sudah saatnya diberikan kewenangan sepenuhnya kepada setiap perguruan tinggi. Bahkan di Jerman, pemberian jabatan profesor menjadi kewenangan fakultas," kata Jamiluddin. (cr3/jpnn


Redaktur : Adil
Reporter : Adil, Fransiskus Adryanto Pratama

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler