Akademisi UIN Jakarta: Fatwa MUI 32/2022 Perkokoh Prinsip Ibadah Kurban

Selasa, 07 Juni 2022 – 23:15 WIB
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo meninjau lokasi penjualan hewan kurban. Foto: dokumentasi Kementan

jpnn.com, JAKARTA - Akademisi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Atabik Luthfi menilai Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 32 Tahun 2022 memperkokoh semangat dan prinsip ibadah kurban.

Fatwa MUI yang ditetapkan pada 31 Mei 2022 itu mengenai hukum dan panduan pelaksanaan ibadah kurban saat kondisi wabah penyakit mulut dan kuku (PMK).

BACA JUGA: Cegah Penularan Wabah PMK, Baznas Dukung Kurban di Sentra Ternak

"Prinsip ibadah itu adalah sesuai dengan tujuan dan hikmahnya. Ibadah kurban itu adalah ibadah syiar. Hikmahnya itu adalah orang ingin membantu sesamanya melalui hewan atau daging-daging yang baik," kata Atabik saat dihubungi, Selasa (7/6).

Karena itu, menurut Atabik tidak mungkin orang yang ingin membantu dengan daging yang tidak bagus atau hewan yang tidak baik.

BACA JUGA: Puluhan Sapi Terpapar Virus PMK, Disnak Trenggalek Enggan Menutup Pasar Hewan

"Parameter hewan itu disebut baik adalah harus sehat dan tidak cacat," ujarnya.

Atabik menjelaskan selama ini ada kekeliruan di kalangan masyarakat yang menganggap mereka yang berkurban harus menyaksikan langsung, bahkan menyembelih hewan kurban sendiri.

BACA JUGA: Kolonel Deni Rejeki Perintahkan Para Babinsa Ikut Kendalikan Wabah PMK

Padahal tidak semua orang menguasai teknis penyembelihan yang sesuai dengan tuntunan yang sudah dicontohkan Nabi Muhammad.

"Itu bukan esensi kurban. Melainkan teknis pelaksanaan kurban. Pada tataran ini, bisa menyesuaikan dengan keadaan, sehingga tidak masalah orang tidak menyaksikan. Pun tidak masalah tidak terlibat langsung dalam penyembelihan yang penting nilai manfaat dirasakan banyak orang," terangnya.

Seperti diketahui, Fatwa MUI Nomor 32 tahun 2022 menyebutkan bahwa untuk mencegah peredaran PMK.

Salah satunya melalui pembatasan pergerakan ternak dari daerah wabah PMK ke daerah lain yang menyebabkan kurangnya stok, umat Islam yang hendak berkurban dapat berkurban di daerah sentra ternak, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan mewakilkan (takwil) kepada orang lain.

Kemudian, umat Islam yang melaksanakan kurban tidak harus menyembelih sendiri atau menyaksikan langsung proses penyembelihan.

Karena itu, Atabik yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Dakwah dan Keumatan Pengurus Pusat Ikatan Da'i Indonesia (Ikadi) menganjurkan dalam teknis penyembelihan hewan kurban dilakukan oleh juru sembelih halal (Juleha) atau orang yang memiliki kompetensi.

"Alih-alih ingin ingin berkurban, tapi tidak tahu cara penyembelihannya justru malah jadi bangkai kalau salah, dan haram dimakan," kata Atabik yang berlatar belakang pendidikan dari Pondok Modern Gontor.

Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian (Kementan) Kuntoro Boga Andri menyampaikan apresiasi kepada MUI yang telah mengeluarkan fatwa tersebut.

Kuntoro mengatakan dengan adanya fatwa tersebut, masyarakat akan lebih khusyuk dan khidmat dalam melaksanakn kurban.

"Kementan telah melakukan upaya dalam menjamin ketersediaan hewan kurban serta pendampingan kepada RPH menjelang Iduladha di tengah pengendalian wabah PMK," terangnya.

Fatwa MUI tersebut, kata Kuntoro, merupakan bentuk dukungan kepada pemerintah sekaligus payung hukum bagi umat Islam sehingga dalam menjalankan kurban bisa lebih khusyuk dan khidmat. (mrk/jpnn)


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler