26 DESEMBER 2010 seperti menambah panjang deretan “misteri tanggal 26” sebagai “hari lahirnya bencana” yang mengguncang duniaSebab menurut catatan yang sudah banyak beredar, tanggal 26 (dalam bulan dan tahun berbeda) menjadi semacam “benang merah” rangkaian peristiwa dahsyat yang menimbulkan korban harta dan jiwa manusia luar biasa banyaknya.
Catatan “tanggal 26” itu meliputi mulai dari gempa bumi dahsyat di Portugal pada 26 Januari 1531, hingga meletusnya Krakatau (26 Agustus 1883), tsunami Aceh (26/12/04), gempa bumi Jogjakarta (26/5/06), tsunami Mentawai (26 Oktober 2010), hingga meletusnya gunung Merapi pada 26 Oktober lalu.
Tapi apa yang terjadi pada 26 Desember 2010?
Memang bukan gempa bumi, juga bukan tsunami biasa
BACA JUGA: Tidak Tergantung pada Bola
Melainkan gempa psiologis berdampak tsunami kesedihan luar biasa bagi bangsa Indonesia yang sudah bersiap menyambut suka-cita.Episentrum gempa itu terjadi di Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Malaysia
BACA JUGA: Gorbachev pun Mundur di Tahun ke-7
Meskipun belum memupus harapan meraih gelar jawara AFF Suzuki Cup, tapi kalah tiga gol tanpa balas jelas menipiskan harapan itu.Dalam pertandingan, apalagi sepkabola yang akrab dengan adagium “bola itu bundar”, kalah dan menang sesungguhnya hal yang biasa saja
BACA JUGA: Korupsi Sebagai State Organized Crime
Sekalinya lolos di Piala Dunia Afrika Selatan (2010), eh pulang lebih awal dibandingkan negara Afrika miskin seperti Ghana.Tetapi gempa bola 3-0 di Bukit Jalil yang melanda Timnas Garuda itu, memang layak menimbulkan tsunami kesedihan yang menggelisahkan rakyat Indonesia, yang telah kehilangan begitu banyak kebanggaan yang pernah dimilikinyaDan semua orang tahu, secercah harapan bangkitnya kebanggaan (nasional) dari sepakbola itu sudah benar-benar di depan mata
Lihatlah, betapa trengginasnya Timnas kitaSemangat pantang menyerah juga dibuktikan dengan keberhasilan menggedor dan menjebol gawang lawanSehingga para pemain Timnas disanjung semua lapisan masyarakatMelebihi sanjungan terhadap politisi manapunBahkan melebihi sanjungan dan penghormatan kepada walikota, bupati, gubernur, bahkan presiden yang konon dipilih rakyat…!
Akan tetapi karena itulah, karena pujaan dan sanjungan berlebihan kepada para pahlawan sepakbola itu, membuat politisi kita yang sedang berkuasa tergoda untuk menggoda para pemain bola ituPresiden Yuhdoyono merasa perlu membicarakan Timnas dalam sidang kabinetIa juga ingin tampil sebagai pejuang penurunan harga tiket final lawan MalaysiaTapi kita tidak pernah mendengar ia berjuang menurunkan harga kebutuhan hidup rakyat, apalagi menaikkan pendapatan!
Aburizal Bakrie, Ketua Harian Setgap Koalisi, pendukung utama pemerintah Yudhoyono, pun merasa perlu mengundang para pemain ke rumahnya hanya untuk makan bersamaPendek kata, para pemain bola kita yang sudah sohor itu, dipakai sebagai pengatrol popularitas penguasa yang sudah kehilangan kepercayaan publik.
Mungkin karena beban yang harus diangkat begitu berat, apalagi itu di luar konteks sepakbola yang mereka kuasai, Timnas pun mengalami depresiMulai gamangMemang, dengan terus-menerus menjadi primadona media massa, popularitas mereka semakin meroket.
Sialnya, sekarang ini rakyat tak butuh lagi popularitasSegala bentuk pencitraan sudah selayaknya dikuburkanSebab citra tanpa prestasi adalah omong kosong.
Maka di penghujung 2010 ini, tampaknya segala bentuk pencitraan memang harus dikuburkanAgar 2011 menjadi tahun pembuktian prestasiDan Timnas Garuda diharapkan memberi bekal guna mencapai tujuan ituMaka memenangi pertandingan melawan Malaysia sore ini (29/12) dengan skor minimal 4-0, menjadi keharusan.
Bisa? Semoga Allah SWT memberikan berkah bagi rakyat Indonesia…! ¨
BACA ARTIKEL LAINNYA... Trio Pendekar Hukum Pilihan Presiden
Redaktur : Tim Redaksi