Gorbachev pun Mundur di Tahun ke-7

Rabu, 15 Desember 2010 – 09:23 WIB

TERBAYANG Uni Soviet dan wajah Gorbachev ketika melihat puluhan ribu rakyat Jogja bergolakBerkumpul dan menyatu dengan wakil-wakil mereka yang bersidang di gedung DPRD

BACA JUGA: Korupsi Sebagai State Organized Crime

Kecuali anggota DPRD dari Pardem (Partai Demokrat) milik Presiden Yudhoyono, mereka sepakat menolak keinginan pemerintah pusat melikuidasi kekuasan Kesultanan Jogjakarta.

Tapi siapa Gorbachev?

Mikhail Sergeyevich Gorbachev nama lengkapnya
Dunia (Barat) mengenalnya sebagai pemimpin paling santun negara adidaya yang bernama Uni Soviet

BACA JUGA: Trio Pendekar Hukum Pilihan Presiden

Sebab pemimpin Uni Soviet sebelumnya dikenal berperangai tegas
Hobinya main libas lawan politik.

Tapi di bawah kepemimpinan Gorbachev yang santun itu, ekonomi Uni Soviet luluh lantak bak disapu tsunami

BACA JUGA: TKI di Seberang Lautan Juga Tak Tampak

Ketidakpuasan rakyat  dinyatakan dengan demonstrasi di mana-mana Akhirnya pada tahun ke-7 kekuasaannya, tepatnya pada 25 Desember 1991, Gorbachev pun mundur dari kursi kepresidenan.

Lalu bagaimana nasib Gorbachev?

Sejarah mencatat nama Gorbachev sebagai presiden terakhir Uni SovietSebab kehancuran ekonomi nasional dan kerusakan struktur politik akibat lemahnya kepemimpinan Gorbachev, tak kuasa menopang bangunan negara yang pernah menjadi saingan Amerika Serikat dalam banyak hal itu.

Nyanyian politik “keterbukaan” (glasnost) dan “restrukturisasi” (perestroika) yang mengorbitkan nama Gorbachev sebagai primadona panggung (politik) dunia, menjadi dua batu nisan kuburan Uni Soviet yang kemudian bubar, menjadi 15 serpihan negaraKini kita hanya tahu Rusia, yang mencoba tetap bertahan sebagai negara federasi.

Gorbachev masih hidupOleh sebagian bangsa Rusia, ia dianggap biang kehancuran Uni SovietTapi sebaliknya, di mata Amerika dan sekutunya, dia adalah “pahlawan tanpa tanda jasa” karena sukses menghancurkan Uni Soviet dari dalam.

Gorbachev dan Uni Soviet kini menjadi “trauma” bangsa IndonesiaMenjadi lebih traumatis lagi setelah perpecahan juga melanda kawasan Balkan (Yugoslavia dan Chekoslovakia).

Makanya, setiap ada pergolakan di kawasan, seperti di Papua, Nanggroe Aceh Darussalam, dan kini di Jogjakarta, bayangan Gorbachev “si pemicu” bubarnya negara besar, melintas di khatulistiwa, di mata rakyat Indonesia.

Akankah Indonesia mengalami nasib serupa Uni Soviet, Yugoslavia atau Chekoslovakia?

Pertanyaan ini menjadi sangat relevan mengingat sejumlah “syarat” untuk keruntuhan sebuah negara sudah tampak depan mata: terus menurunnya perekonomian rakyat, lemahnya kepemimpinan, lembaga-lembaga hukum yang kehilangan kepercayaan publik, dan munculnya fanatisme daerah, etnisitas serta agama.

Makanya, bangsa Indonesia wajib bersyukur kepada Allah Azza Wa Jalla karena masih diberkahi persatuan yang nyataSebab kebhinekaan bangsa kita tidak diikat oleh kekuatan fisik (militer) sebagaimana negara-negara yang kini sudah berantakkanTapi oleh cinta, kebersamaan, senasib sepenanggunganPendek kata, dari Meraoke sampai Sabang menyatu dalam konsensus, kesepakatan sosial.

Itulah sebabnya kepemimpinan yang lemah, bahkan saat pemimpin nasional dalam pengawasan pihak asing (Belanda) seperti di masa awal kemerdekaan, tidak serta-merta merangsang runtuhnya persatuan rakyat Indonesia.

Namun demikian, tidak berarti pemimpin (politik) Pusat boleh berlaku seenaknyaMengabaikan tugas dan tangungjawabnya meningkatkan kesejahteraan rakyatnyaAtau hanya menenteramkan rakyat yang makin melarat dengan janji-janji yang hanya semata janji.

Sebab kekuatan cinta (konsensus) bisa keropos bila terus dirongrong pengingkaran janji seperti yang dirasakan masyarakat JogjaPada akhirnya juga tak akan sanggup menopang beban sejarah yang menyatukan negeri kita.

Maka untuk menjaga NKRI, tidak boleh ada pemimpin seperti Gorbachev di negeri kitaPemimpin yang dianggap pahlawan bagi bangsa asing, tapi pecundang di mata rakyatnya! [**]

BACA ARTIKEL LAINNYA... Obama Datang, Obama Pulang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler