jpnn.com - Akil balig atau dalam ilmu biologi lebih dikenal sebagai pubertas, adalah fase perkembangan fisik dan mental seoang anak yang ditandai dengan munculnya tanda kelamin primer.
Pubertas pada anak laki-laki ditandai dengan mimpi erotis, yang sering disebut sebagai mimpi basah, dan pada anak perempuan ditandai dengan menstruasi atau haid, sebagai tanda ovarium mulai menghasilkan ovum.
BACA JUGA: Yandri PAN Pengin Tabayun dari Gus Yaqut sebelum Komentari Kemenag Hadiah untuk NU
Dalam Islam dikenal istilah akil balig untuk menandai apakah seseorang sudah dapat dibebani dengan kewajiban menjalankan syariat agama secara penuh atau belum. Terdapat tanda-tanda umum kapan seseorang, baik lelaki maupun perempuan, sudah memasuki usia akil balig.
Akil yang secara bahasa artinya berakal, memahami, atau mengetahui. Sementara itu, balig dapat didefinisikan sebagai seseorang yang sudah mencapai usia tertentu dan dianggap sudah dewasa, atau sudah mengalami perubahan biologis yang menjadi tanda-tanda kedewasaannya.
BACA JUGA: Buya Anwar Soroti Pernyataan Menag Yaqut dan Kiai Said, Menohok
Di dalam kitab-kitab fikih istilah yang baku adalah ‘’balighan aqilan’’, secara etimologis artinya sudah sampai umur dan sudah cukup punya akal. Untuk menandai fase kedewasaan seseorang disebut sebagai ’’baalighan ’aaqilan rasyiidan” yang bermakna telah sampai umur, berakal, dan dewasa.
Ketika sudah mencapai tiga persyaratan itulah seorang anak mulai menapaki fase kedewasaan. Ia sudah masuk dalam kategori ‘’mukallaf’’, atau terbebani dengan kewajiban menjalankan syariat agama secara penuh.
BACA JUGA: Gus Yaqut Bilang Kemenag Hadiah untuk NU, Kapitra Ampera Meradang
Pribadi yang belum akil balig berarti masih anak-anak yang belum dewasa dan belum dibebani dengan kewajiban syariat. Anak yang belum akil balig adalah anak yang belum sampai akalnya.
Akil balig adalah diksi biologi, psikologi, dan juga agama. Namun, tampaknya, istilah ini bakal menjadi diksi baru dalam lanskap politik Indonesia, setelah Ketua PP Muhammadiyah Prof. Haedar Nashir memakai istilah itu untuk merespons Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Pernyataan Yaqut menjadi kontroversi karena dia mengeklaim bahwa Kementerian Agama Republik Indonesia adalah hadiah yang diberikan oleh negara kepada Nahdlatul Ulama (NU), bukan hadiah kepada umat Islam.
Menurut Yaqut selama ini ada perdebatan, terutama di kalangan internal Kementerian Agama, bahwa Kemenag dibentuk untuk kepentingan umat Islam.
Yaqut membantah pendapat tersebut. Menurut Yaqut, Kementerian Agama ini justru hadiah negara untuk jamiah NU dan bukan untuk umat Islam secara umum.
Pernyataan ini bermula saat dirinya hendak mengganti tagline atau moto Kementerian Agama, yakni ikhlas beramal. Lalu salah seorang stafnya, menurut Yaqut, tidak setuju dengan ide perubahan tagline itu.
Yaqut tidak setuju dengan pendapat tersebut, sebab menurutnya Kementerian Agama adalah hadiah dari negara untuk jamiah NU.
“Saya bantah, bukan itu, kementerian agama itu hadiah negara untuk NU, bukan untuk umat Islam secara umum, tetapi spesifik untuk NU,” katanya dalam Webinar Internasional Santri Membangun Negeri (20/10).
Yaqut menambahkan, lahirnya Kementerian Agama berkat keterlibatan NU dalam mencoret tujuh kata dalam Piagam Jakarta.
“Kementerian Agama itu muncul karena pencoretan tujuh kata dalam piagam Jakarta. Yang mengusulkan itu menjadi juru damai dari Nahdlatul Ulama kemudian lahir kementerian agama,” kata Yaqut.
Haedar Nashir langsung merespons klaim itu. Tanpa menyebut langsung nama Yaqut, Haedar mengatakan Indonesia merdeka sudah 76 tahun. Indonesia bahkan sudah berbangsa berabad-abad lamanya. Mestinya, segenap warga dan elite negeri makin dewasa dalam berindonesia.
Ibarat buah makin matang, seperti ilmu padi, makin tua kian merunduk ke bumi.
"Namun, masih saja ada yang belum beranjak akil balig dalam berbangsa dan bernegara. Semisal elite negeri yang menyatakan suatu Kementerian Negara lahir diperuntukkan golongan tertentu, dan karena itu layak dikuasai oleh kelompoknya. Suatu narasi radikal yang menunjukkan rendahnya penghayatan keindonesiaan."
Bagi seorang Haedar Nashir yang selalu santun dalam komunikasi politik kalimat-kalimat itu adalah pukulan telak yang langsung diarahkan ke muka. Menyebut elite politik negeri sebagai belum akil balig sama saja dengan menyebutnya sebagai anak kecil yang belum berakal.
Rocky Gerung pasti sudah menyebut elite itu dungu. Namun, Haedar cukup menyebutnya belum akil balig.
Klaim Yaqut memantik banyak reaksi keras. KH Anwar Abbas, pengamat sosial keagamaan yang juga anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengecam Yaqut dan mendesak pemerintah membubarkan Departemen Agama yang dianggap sering membuat gaduh.
Pengurus Besar NU sendiri malah risi dengan pernyataan Yaqut. Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini menganggap Yaqut tidak bijaksana dan tidak pas dengan pernyataannya itu.
Helmy berpendapat Kemenag bukan hanya milik umat Islam ataupun warga NU, karena semua kelompok berperan dalam pendirian bangsa Indonesia. Pernyataan Yaqut itu oleh Helmy dianggap tidak pas dan kurang bijaksana dalam perspektif membangun spirit kenegarawanan.
Helmy menegaskan NU tak berambisi menguasai Kemenag. NU berprinsip siapa pun boleh memimpin asal membawa kemaslahatan dan kesejahteraan.
Dia memahami NU berperan besar dalam penghapusan tujuh kata Piagam Jakarta.
Namun, hal itu tidak serta-merta membuat NU boleh bertindak sesukanya. Tidak berarti NU boleh semena-mena berkuasa atas Kementerian Agama ataupun merasa ada hak khusus.
Tidak bijaksana dan tidak pas merupakan salah satu ciri anak-anak yang belum akil balig.
Helmy tidak menyebut Yaqut belum akil balig. Namun, bantahan resmi PBNU kali ini menjadi pukulan tambahan bagi Yaqut setelah kena serangan tajam Haedar Nashir.
Ini bukan kali pertama Haedar meluruskan pernyataan yang kontroversial. Haedar tidak pernah segan melakukannya dengan caranya yang khas. Ketika Ketua PBNU Said Aqil Siradj mengatakan bahwa jabatan-jabatan strategis yang menyangkut agama harus diserahkan kepada orang-orang NU, Haedar dengan cepat dan tangkas meluruskannya.
Dalam peringatan Harlah ke-73 Muslimat NU di Stadion Gelora Bung Karno pada 2019, Said Aqil menyerukan agar warga NU menguasai masjid-masjid, kementerian agama, termasuk KUA. Imam masjid, khatib-khatib, KUA-KUA, Kemenag, harus dari NU. Kalau dipegang selain NU salah semua, nanti banyak bidah kalau selain NU.
Haedar bereaksi meluruskan Said Aqil. Menurutnya, Muhammadiyah sangat berharap dan berpandangan bahwa negara dan instansi pemerintahan Indonesia milik bersama sebagaimana amanat konstitusi, jangan menjadi milik golongan.
Pemerintahan harus berasaskan meritokrasi atau dasar kepantasan dan karier, jangan di atas kriteria primordialisme atau sektarianisme. Jika Indonesia ingin menjadi negara modern yang maju, maka harus dibangun good governance dan profesionalisme, termasuk di Kementerian Agama.
"Jika primordialisme dibiarkan masuk dan dominan dalam institusi pemerintahan, maka akan menghilangkan objektivisme dan prinsip negara milik semua. Karena itu jangan sampai pemerintahan dikelola berdasarkan kriteria golongan, apalagi dijadikan milik golongan tertentu,’’ begitu kata Haedar.
Namun, Said Aqil Siradj mengulangi lagi keinginannya supaya NU menghegemoni jabatan-jabatan strategis. Dalam acara Pelantikan Pengurus Cabang NU Tegal, Ahad 17 Oktober 2021 Said menyatakan bahwa jabatan yang menyangkut agama, baik itu Menteri Agama maupun MUI harus diduduki oleh orang NU. Kalau tidak dipegang NU, menurut Said akan salah semua.
Said Aqil menerangkan mengapa jika jabatan agama dipegang orang-orang NU akan lurus dan benar. Menurutnya, karena orang NU pasti mengikuti pendapat Imam Syafi'i. Karena orang NU taklid kepada Imam Syafi'i. Bukan taklid kepada Imam Samudra.
Apakah pernyataan Said Aqil ini termasuk pernyataan yang akil balig atau tidak? Mungkin saja ini masuk kategori pernyataan orang belum akil balig. Setidaknya, dalam psikologi dikenal ada pubertas pertama, kedua, atau malah ketiga.
Kalau seseorang masih berambisi meneruskan jabatan sampai periode ketiga, mungkin dia sedang mengalami pubertas ketiga. Siapa tahu. (*)
Redaktur : Adek
Reporter : Cak Abror