BACA JUGA: Foke Putuskan Tak Ikut Larang Ahmadiyah
Hampir 89 persen, atau 395 dari 445 kasus, adalah perempuan korban penggusuran.Komisioner Komnas Perempuan Yustina Rostiawati mengatakan, jumlah kekerasan terhadap perempuan dari tahun ke tahun semakin meningkat tajam
BACA JUGA: Foke Segera Larang Ahmadiyah di Jakarta
Jumlah itu merupakan akumulasi kasus yang ditangani 384 lembaga pengada layanan.’’Jumlah terbanyak adalah kasus di ranah personal, yaitu sebanyak lebih dari 96 persen kasus yang ditangani atau 101.128 kasus
BACA JUGA: Forkabi Tolak Kekerasan
Sisanya, yaitu sebanyak 445 kasus terjadi di ranah negaraTotal jumlah yang ditangani 2010 memang lebih sedikit dibandingkan data tahun lalu, yaitu sebanyak 143.586 kasus,’’ ujarnya di Jakarta kemarin (7/3).Menurutnya, sepuluh dari kekerasan di ranah negara dilakukan atas nama agama dan moralitas, yaitu terkait kasus pembakaran masjid, penghentian kegiatan keagamaan dan korban trafficking yang dijerat dengan UU Pornografi.
Adapun di ranah publik, hampir setengah atau sebanyak 1.751 kasus adalah kekerasan seksual, antara lain dalam tindak perkosaan, percobaan perkosaan, pencabulan, dan pelecehan seksual.
Sedangkan di ranah personal, kasus kekerasan terhadap istri masih paling banyak, yaitu lebih dari 97 persen atau sebanyak 98.577 kasus dari 101.128 kasusSelebihnya, terdapat 1.299 kasus kekerasan dalam pacaran dan 600 kasus kekerasan terhadap anak perempuan.
’’Faktor penyebab enggannya perempuan korban kekerasan tidak melapor adalah karena sulitnya korban mendapat dukungan dari orang-orang terdekatnya, rasa malu maupun trauma yang mendera, dan keterbatasan mengakses layanan yang tersedia,’’ urainya.
Komisioner Komnas Perempuan lainnya Arimbi Heroepoetri menjelaskan, adanya pengeroposan fungsi negara dalam perlindungan wargaNegara tidak cukup reaktif untuk melindungan warganyaNegara bukan hanya eksekutif, tati juga legislatif dan yudikatif.
Dikatakan Arimbi, kasus yang terjadi akibat pembiaran oleh negara, di antaranya adalah kekerasan terhadap perempuan atas nama agama dan moralitasPemda mengeluarkan Perda Anti Ahmadiyah yang justu mendorong aksi kekerasanDPRD tidak memberikan kontrol atas produk hukum itu sementara aparat keamanan terkesan tidak dapat berbuat tegas terhadap aksi kekerasan SARA.
’’Ini menunjukkan mengeroposnya perlindungan negara terhadap warganyaPerda itu seakan pembenaran melakukan kekerasan terhadap jamaah AhmadiyahDi media massa yang muncul adalah kekerasan fisik dengan korban pria, sementara perempuan Ahmadiyah juga diserang secara verbal melalui lontaran kata-kata seksual,’’ papar Arimbi(cdl)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Ogoh-Ogoh Usir Malapetaka
Redaktur : Tim Redaksi